Tampan, mapan, dan berkharisma. Tentu belum cukup untuk menggambarkan seorang Deltafa Arman Hamid, seorang dokter spesialis anastesi berumur tiga puluh lima tahun.
Jarum jam yang terpasang di dindingnya telah menunjukan pukul 22.00. Hari ini tak ada jadwal operasi yang mengharuskannya bertahan lebih lama di ruang kerjanya seperti hari - hari biasanya, sehingga ia bisa lebih bersantai sambil menikmati secangkir kopi sambil memandangi foto seseorang yang begitu melekat di hatinya.
Jika teman - teman lainnya akan memilih langsung pulang untuk bertemu keluarga di kala pekerjaan yang tak lagi menumpuk. Delta berbeda, ia akan lebih senang menghabiskan waktu di ruang kerjanya itu bahkan disaat tak ada lagi pekerjaan. Ia lebih memilih menghabiskan waktunya di rumah sakit daripada harus pulang ke rumah. Tak jarang, dokter tampan itu lebih memilih tidur di sofa ruang kerjanya daripada menikmati empuknya kasur di rumah.
Lagi - lagi embusan nafas terdengar dari bibirnya. Sambil mengusap wajah seorang gadis kecil yang wajahnya menyerupai wajahnya, ia tersenyum lebar.
"Ayah kangen nak." Lirih Delta.
Ceklek
"Sayang....." Suara lembut tiba - tiba mengalun di telinga Delta.
Delta yang tengah memandangi foto di tangannya pun segera meletakkan kembali foto tersebut di tempat semula. Dengan senyum yang dipaksakan, ia menyambut seseorang yang tengah menemaninya tiga tahun belakangan ini.
"Hai..." Sahut Delta kaku.
"Aku kira kamu udah pulang loh, tahunya masih disini. Nungguin aku ya?" Ucap perempuan itu sambil berjalan mendekati Delta.
"Udah selesai operasi? Aku dengar ada artis yang melahirkan disini?" Tanya Delta berusaha seramah mungkin.
Perempuan yang berprofesi sebagai dokter mengangguk pelan. Ia menyandarkan tubuhnya ke meja kerja Delta sambil melepaskan jas dokternya.
"Iya, ternyata dia anak pejabat juga. Akila Fahmi, aku baru tahu kalau dia anak salah satu Menteri." Jawabnya sambil meregangkan otot - ototnya.
"Aku kira kamu bakal di patnerin sama aku, ternyata dokter Rere yang masuk ruang operasi." Dengusnya.
Delta tersenyum tipis. "Kenapa sih? Bagus kan dokter Rere lebih senior daripada aku, Cha?"
Ya, perempuan itu Icha. Zafika Azalea, perempuan yang telah lama memendam rasa lama kepada seniornya.
"Dokter Rere enak sih, baik juga...tapi..."
Delta mengerutkan keningnya. "Tapi kenapa?"
Icha tersenyum simpul sambil melangkah maju hingga duduk tepat di atas pangkuan pria yang akhirnya menjadi kekasihnya itu. Tangannya ia kalungkan ke leher Delta sambil mengecup sudut bibir Delta.
"Tapi aku jadi kangen terus sama kamu."
Sambil mengusap rahang Delta yang telah ditumbuhi bulu - bulu halus, tangan lembut Icha mengusapnya perlahan. "Kenapa sih kita selalu enggak bisa ada jadwal operasi bareng, sekalinya ada pasti ada - ada aja yang bikin gagal."
Delta tersenyum tipis sambil memegang tangan Icha di wajahnya dan menggenggamnya dengan erat. Dengan gerakan perlahan, ia menarik tangan tersebut agar menjauhi wajahnya.
"Biar kita profesional..."
Icha menghela nafas panjangnya. Sambil menguatkan hati, ia mencoba untuk menciptakan sebuah senyuman di depan Delta.
"Kamu sengaja kan sebenarnya minta jadwal kita selalu enggak bareng?" Tembak Icha tepat di sasaran. Walaupun terdengar datar, nada suara Icha menyimpan banyak kesakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terulang Kembali ( a sequel of BELUM Berakhir) sudah Tersedia Dalam Bentuk Ebook
General FictionSudah tersedia dalam bentuk ebook di google play ya... Silakan 😍😍😍 [Karena mengandung unsur DEWASA maka SEBAGIAN CHAPTER DI PRIVATE. FOLLOW SEBELUM MEMBACA. Biar nyaman bacanya😄] Tentang cinta dalam sebuah hubungan. Tentang kebersamaan yang pern...