BAGIAN 1

803 21 0
                                    

Di tempat ini memang agak sepi dan teduh. Sinar matahari pagi tampak menerobos sela-sela ranting. Kicau burung yang saling bersahutan, sepertinya mengiringi ayunan langkah kaki seorang pemuda berambut panjang yang tenang dan santai. Pemuda berbaju rompi putih itu sesekali menengadah ke atas sambil tersenyum kecil menyaksikan burung-burung yang melintas dari cabang satu ke cabang pohon yang lain.
"Damai sekali kehidupan mereka.... Tanpa kemelut, yang setiap hari mewarnai perjalanan hidup manusia," gumam pemuda itu.
Pemuda yang di punggungnya bertengger sebuah gagang pedang bergagang kepala burung itu tidak lain Rangga. Dan dikenal sebagai Pendekar Rajawali Sakti. Di saat Rangga tengah asyik menikmati keindahan alam beserta isinya dalam hutan ini, tiba-tiba saja terlihat sebuah bayangan melesat begitu cepat di depannya. Rangga terkesiap, dan seketika itu juga ayunan langkahnya berhenti.
"Hm..." gumam Rangga.
Dan tahu-tahu, di depan Rangga sudah berdiri seseorang bertubuh tinggi kurus. Dia mengenakan baju yang agak longgar. Sepasang matanya terlihat kecil, namun memancarkan sorotan tajam, menusuk penuh kebencian. Kumisnya tipis dengan kedua ujungnya menjuntai ke bawah.
"Anak muda! Kaukah yang bergelar Pendekar Rajawali Sakti?" tanyanya dengan suara dingin.
Rangga tidak langsung menjawab.
"Hei...! Apakah telingamu tuli?!" bentak orang itu dengan sikap garang dan suara lantang. Kedua tangan laki-laki bermata kecil yang tadi terlipat di depan dada itu, kini dilepaskannya. Tangan kiri bertolak pinggang, dan tangan kanannya memegang sebilah pedang yang ditudingkan tepat mengarah ke dada Rangga. Tapi, sikap Pendekar Rajawali Sakti seperti tidak peduli. Bahkan kelihatan tenang sekali.
"Kisanak, apa maksudmu mencariku?" tanya Rangga dengan suara terdengar begitu tenang
"Hm.... Jadi, kau benar pendekar kondang itu? Orang-orang menjulukiku Pedang Ular Emas. Selama ini, tidak seorang pun yang boleh meremehkan diriku!" kata orang itu, agak sinis nada suaranya.
"Kisanak! Aku tidak mengerti, ke mana arah pembicaraanmu. Kita baru bertemu sekali ini. Bagaimana mungkin kalau tiba-tiba kau menuduhku telah meremehkan dirimu?" sahut Rangga heran. Kelopak matanya agak menyipit, dengan kening sedikit berkerut.
"Tidak perlu banyak bicara, Pendekar Rajawali Sakti! Namamu belakangan ini menjulang setinggi gunung. Dan selama ini, orang telah menganggap Pedang Ular Emas tidak ada apa-apa dibanding julukanmu. Jadi, secara tidak langsung kau meremehkanku. Maka sekarang akan kubuktikan, julukan Pendekar Rajawali Sakti hanya pepesan kosong belaka. Biar orang-orang persilatan terbuka matanya, bahwa Pedang Ular Emas tak boleh diremehkan!" terdengar lantang sekali suara laki-laki bermata kecil yang ternyata berjuluk Pedang Ular Emas.
Pendekar Rajawali Sakti menganggukkan kepala. Dia mengerti, apa yang dimaksud Pedang Ular Emas ini. Ternyata laki-laki bermata kecil ini satu dari orang-orang persilatan yang berpikiran picik. Orang yang selalu menganggap bahwa sebuah nama punya arti yang besar dalam menunjang ketenaran, agar dikagumi tokoh-tokoh lainnya.
Dan memang, tidak sedikit orang-orang dari kalangan rimba persilatan yang selalu mempermasalahkan julukan. Mereka selalu menginginkan yang paling tinggi, dan ditakuti semua orang. Baik dari kalangan rimba persilatan, maupun kalangan biasa. Bahkan tidak sedikit yang berani menyabung nyawa, hanya karena ingin membuktikan kalau tingkat kepandaiannya lebih tinggi dari yang lain.
"Hhh...!" Rangga menghembuskan napas panjang. Terasa begitu berat hembusan napasnya. Sudah bisa ditebak, apa yang diinginkan orang yang mengaku berjuluk Pedang Ular Emas ini. Dan keadaan seperti inilah yang sama sekali tidak diinginkannya.
"Pedang Ular Emas! Aku memang pernah dengar namamu yang kesohor itu. Oleh sebab itu aku menaruh hormat padamu. Kau bukanlah tokoh golongan hitam yang telengas. Juga, bukan tokoh golongan putih yang selalu membela kebenaran tanpa pamrih. Kau memiliki jalan hidup sendiri, dan aku tidak bermaksud mengusikmu. Karena di antara kita tidak ada perselisihan, maka biarkanlah aku meneruskan perjalanan," ujar Rangga sambil tersenyum kecil.
"Huh! Beginikah sikap tokoh yang namanya banyak dipuja orang...?" dengus Pedang Ular Emas sinis.
"Hm.... Aku semakin tidak mengerti maksudmu, Kisanak. Kalau kau merasa namamu besar dan dikagumi orang, nah biarlah sekarang kukatakan kalau aku pun kagum kepadamu," kata Rangga lagi, seraya menjura.
"Phuih! Kau pikir aku bisa menerima begitu saja, heh...?!" dengus Pedang Ular Emas ketus.
Pendekar Rajawali Sakti menghela napas. Hatinya mulai kesal melihat tingkah orang ini. Tapi tetap saja bibirnya tersenyum. Dicobanya untuk lebih bersabar dan menahan diri, agar amarahnya tidak terpancing. Walaupun, di dalam hatinya mulai tidak menyukai sikap yang ditunjukkan Pedang Ular Emas.
"Jadi, bagaimana caranya agar kau percaya bahwa aku kagum pada nama besarmu?" tanya Rangga. Kali ini nada suaranya datar, tanpa sedikit pun tekanan.
"Melalui pertarungan hidup dan mati!" sahut Pedang Ular Emas tegas.
Hal itu memang telah diduga Pendekar Rajawali Sakti sebelumnya. Namun tidak menyangka kalau Pedang Ular Emas menawarkan pilihan pertarungan hidup dan mati. Bukannya Pendekar Rajawali Sakti takut mendengar kata-kata yang menantang itu. Namun, batinnya memang tidak bisa menerima. Dan memang, di antara mereka tidak ada pertentangan yang mengharuskan bertarung hidup dan mati.
"Kau takut, Anak Muda...? Kalau begitu, cabut pedangmu dan gorok lehermu sendiri," ejek si Pedang Ular Emas, terdengar begitu sinis.
"Kisanak! Jangan terlalu memaksa. Bukankah akan lebih baik kalau masalah ini diselesaikan baik-baik?" bujuk Rangga, masih mencoba bersikap sabar dan tenang. Padahal dalam dadanya sudah bergolak mendidih menghadapi sikap yang terus-menerus menantang.
"Pendekar Rajawali Sakti! Kalau kau takut menghadapiku, katakan secepatnya. Biar pedangku ini yang akan menebas lehermu!" bentak Pedang Ular Emas, sambil mencabut batang pedang yang berkilat tajam dari warangka.
Rangga cepat menarik kakinya ke belakang dua langkah. Dia terkejut sekali melihat Pedang Ular Emas tampak begitu bersungguh-sungguh hendak bertarung dengannya. Dan belum juga bisa berpikir lebih panjang lagi, cepat sekali laki-laki bermata kecil itu sudah melompat menyerang sambil berteriak nyaring.
"Pendekar Rajawali Sakti! Mari kita mulai saja! Hiyaaat..!"
"Ups!" Rangga cepat-cepat bergerak ke samping sambil menunduk, menghindari sabetan pedang lawan yang bergagang kepala ular berwarna emas itu. Tapi kaki kanan si Pedang Ular Emas rupanya telah mengikuti gerakan pedangnya, dan langsung terayun ke lambung Pendekar Rajawali Sakti yang bergerak menghindar. Rangga tidak punya pilihan lain. Cepat kaki kirinya ditekuk. Kemudian dengan kecepatan bagai kilat, kakinya terayun menangkis tendangan lawan.
Plak!
"Huh! Yeaaah...!"
Si Pedang Ular Emas sedikit terkejut. Kakinya kontan terasa kesemutan akibat berbenturan dengan kaki Pendekar Rajawali Sakti. Tapi sebagai tokoh ternama, mana sudi menunjukkan kekagumannya atas kehebatan tenaga dalam lawan. Bahkan pedang di tangannya masih sempat menyabet kembali ke arah leher.
Wuk!
"Hap!"
Rangga cepat-cepat menarik kakinya selangkah ke belakang, dan terus melenting ke udara. Sementara itu ujung pedang lawan terus bergulung-gulung mengejar ke mana saja Pendekar Rajawali Sakti bergerak menghindar. Bahkan tulang keringnya nyaris terputus pedang lawan, kalau saja tidak buru-buru ditekuknya. Kemudian ketika baru saja menjejakkan kaki, ujung pedang laki-laki bermata kecil itu menghunjam deras ke arah jantung.
"Hiyaaa...!"
"Uts!"
Pendekar Rajawali Sakti cepat menggeser tubuhnya, maka pedang itu lewat beberapa jengkal di depan dadanya. Namun bersamaan dengan itu, kaki kiri Rangga menghentak ke arah lambung lawan ketika tubuhnya melompat ke belakang. Begitu cepatnya hentakan kaki pemuda berbaju rompi putih itu, sehingga....
Dukkk!
"Haiiit..!"
Pedang Ular Emas yang menangkis serangan kaki Pendekar Rajawali Sakti jadi terkejut setengah mati. Cepat-cepat tangan kirinya dihentakkan, begitu serangan susulan Pendekar Rajawali Sakti yang sangat cepat kembali tiba. Sedangkan pedangnya terus menyambar cepat sekali, mengarah ke pinggang. Tapi, tubuh Pendekar Rajawali Sakti telah mencelat tujuh langkah di depannya.
Terpaksa Pedang Ular Emas tidak melanjutkan serangan. Pedangnya yang berkilatan diusapnya dengan telapak tangan kiri hingga ke ujungnya. Sementara, sepasang matanya semakin menunjukkan kegarangan dan sinar kebencian yang mendalam.
"Hm.... Tidak percuma namamu begitu digembar-gemborkan orang. Ternyata, ilmu silatmu memang hebat. Tapi jangan girang dulu, Anak Muda. Sekarang, coba hadapi ilmu 'Pedang Setan Mengejar Rajawali'," dengus Pedang Ular Emas.
"Kisanak. Kurasa cukup sampai di sini saja urusan kita. Aku tidak begitu bersemangat mengurusi soal sepele begini," sahut Rangga, enggan.
"Sepele katamu, heh...?! Kau tahu, Pendekar Rajawali Sakti. Untukku, persoalan ini sangat penting! Ini sudah menyangkut harga diri!" dengus Pedang Ular Emas ketus.
"Harga diri apa yang kau pertahankan, Kisanak? Ku ingatkan sekali lagi, di antara kita tidak pernah punya perselisihan. Dan kalau memang pertarungan yang kau kehendaki sekadar mencari nama belaka, biarlah aku mengalah dan mengatakan kalau kau lebih unggul dibandingkan denganku," kata Rangga masih mencoba bersikap lunak.
Tapi Pedang Ular Emas malah mendelik garang mendengar kata-kata Pendekar Rajawali Sakti. Meskipun Rangga sudah bersikap mengalah, tapi justru membuatnya merasa semakin terhina dan direndahkan. Pemuda yang berjuluk Pendekar Rajawali Sakti ini dianggapnya sudah merendahkan dan menghina dirinya dengan bersikap mengalah seperti itu. Dan ini membuat darahnya semakin panas bergolak.
"Pendekar Rajawali Sakti! Sudahlah, jangan banyak mulut! Kalau memang kau tidak mengerti apa yang kuinginkan, aku tekankan sekali lagi. Aku tidak peduli kau mau mengalah atau tidak. Yang jelas, pedangku akan membuat di antara kita hanya ada dua pilihan. Kau, atau aku yang bakal mampus," lantang sekali suara Pedang Ular Emas.
Pendekar Rajawali Sakti mendesah kecil sambil menggelengkan kepala. Sungguh, dia tidak ingin persoalan seperti ini terus diperpanjang. Tapi, tampaknya Pedang Ular Emas tidak peduli lagi. Dan dia benar-benar menginginkan satu pertarungan hidup dan mati.
"Sungguh sayang.... Bukankah masih banyak yang bisa kau kerjakan dengan tingkat kepandaian ilmu dan kanuraganmu yang tinggi itu, Kisanak? Misalnya, membantu mereka yang lemah dan tertindas. Percayalah, Kisanak. Itu lebih penting. Bahkan bisa membuat namamu menjulang, kalau benar tujuanmu sekadar mencari ketenaran...," kata Rangga mencoba mendinginkan hati si Pedang Ular Emas.
"Phuih! Telan sendiri kata-kata itu untukmu, Pendekar Rajawali Sakti! Jangan harap pikiranku berubah," bentak Pedang Ular Emas sengit. "Terimalah seranganku, Pendekar Rajawali Sakti! Hiyaaat..!"
Setelah selesai berkata-kata, si Pedang Ular Emas langsung saja melompat menyerang. Gerakannya sangat cepat, dan mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi. Ujung pedangnya meliuk-liuk menyambar tubuh Rangga seperti memiliki berpasang-pasang mata saja.
"Hiyaaat..!"
Dalam dua jurus pertama, Rangga terlihat hanya berusaha bertahan sambil jungkir balik menghindari serangan lawan yang semakin lama semakin gencar. Pendekar Rajawali Sakti masih belum mau meladeni atau membalas serangan lawan. Dia tahu, pertarungan ini didasari oleh alasan yang tak masuk akal. Tapi bukan main terkejutnya Pendekar Rajawali Sakti, ketika menyadari kalau ilmu 'Pedang Setan Mengejar Rajawali' bukanlah suatu ilmu pedang biasa. Sedikit saja salah menghindar, bukan mustahil senjata lawan akan mengiris-iris tubuhnya.
Meski pada awalnya jurus 'Sembilan Langkah Ajaib' yang dikerahkannya mampu meredamnya, tapi hal itu barangkali tidak bisa bertahan lama. Terlihat jelas kalau gaya ilmu pedang yang dimainkan Pedang Ular Emas semakin lama bukan semakin lemah. Bahkan seiring pergerakannya, maka akan terlihat pada tingkat selanjutnya kalau lawan mulai membendung setiap langkah Pendekar Rajawali Sakti. Jelas begitu sesuai dengan nama jurusnya. Ke mana pun Rangga menghindar, pedang bergagang kepala ular berwarna emas itu selalu bisa cepat mengejar.
"Ayo...! Keluarkan seluruh kemampuanmu, Pendekar Rajawali Sakti! Kalau tidak, jangan salahkan bila aku berbuat curang. Tak peduli kau akan melawan atau terus menghindar, aku tidak segan-segan membunuhmu!" bentak Pedang Ular Emas di tengah pertarungan. "Hiyaaat...!"
"Hm.... Agaknya kau betul-betul menginginkan nyawaku, Kisanak. Baiklah kalau memang niatmu begitu. Aku tidak punya pilihan, selain menghadapimu," sahut Rangga menggumam pelan, seperti bicara untuk diri sendiri.
Wuk! "Yeaaah...!"
Dalam suatu kesempatan, tubuh Rangga mencelat tinggi. Namun demikian, pedang lawan terus mengikutinya dengan gerakan meliuk-liuk ganas. Begitu berada dua tombak di udara, Pendekar Rajawali Sakti berputaran beberapa kali. Dan ketika kedua kakinya menjejak tanah, saat itu pula tubuhnya kembali melesat cepat, sambil membuka jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'.
"Hiyaaat..!"
"Hup!"
Siiing!
Melihat Rangga mulai membalas menyerang, si Pedang Ular Emas semakin bernafsu menyerangnya. Tapi kali ini, keadaannya tentu tidak semudah ketika Rangga tidak melakukan serangan apa-apa tadi. Terlihat sikapnya mulai hati-hati terhadap ujung tangan dan tendangan kaki Rangga yang mampu melesat cepat menyambar batok kepala atau dadanya. Ujung pedang si Pedang Ular Emas cepat menyambar, tapi Rangga lebih cepat lagi menarik pulang tangan dan kakinya. Kemudian tubuhnya berputar seraya mencari sasaran bagian tubuh yang lain.
Pertarungan pun kini berjalan semakin sengit Dan masing-masing sudah mulai melancarkan serangan dahsyat dan berbahaya. Sedikit saja lengah, bisa berakibat parah. Pedang Ular Emas memang bukan nama kosong belaka. Kalau saja bukan Pendekar Rajawali Sakti yang menghadapi, belum tentu para tokoh lain mampu menghadapi gempurannya yang dahsyat. Lebih-lebih keahliannya menggunakan senjata pedang.
Rangga sendiri menyadari, meski menggunakan jurus-jurus 'Rajawali Sakti' pada tingkat kelima, belum tentu bisa terus bertahan menghadapi permainan pedang lawan. Hatinya masih tidak tega dan tidak begitu bernafsu menyakiti lawannya. Keengganan Rangga, rupanya terbaca juga oleh Pedang Ular Emas. Maka dia cepat melompat mundur, dan langsung menghentikan pertarungan untuk sementara. Rangga sendiri hanya diam saja, walaupun saat itu pertahanan si Pedang Ular Emas sedang terbuka lebar.
"Bersungguh-sungguhlah, Pendekar Rajawali Sakti! Karena aku tidak akan bermain-main denganmu. Nyawamu menjadi taruhannya!" teriak Pedang Ular Emas yang agaknya merasakan kalau lawan belum sepenuhnya meladeni serangan-serangannya.
"Kisanak! Aku masih tidak tega menukar permainan ini dengan nyawa. Nyawa hanya sekali saja diberikan oleh Hyang Widhi. Oleh sebab itu, adalah suatu hal yang teramat mahal. Kalau saja hal ini disadari, tentu kau tidak akan bertindak bodoh. Kecuali, kalau memang isi kepalamu penuh kepicikan," sahut Rangga tenang.
"Tutup mulutmu! Sudah kukatakan berkali-kali, aku tidak butuh nasihatmu. Kalau kau terus begini, maka lebih baik gorok saja lehermu sendiri. Setelah itu, baru aku merasa puas!"
"Itu tidak mungkin lagi, Kisanak. Meskipun aku gila, rasanya lebih bagus menggorok leher orang lain daripada menggorok leher sendiri!" sahut Rangga, kalem.
"Bagus! Nah, sekarang apa lagi yang ditunggu? Keluarkan pedangmu! Dan, tunjukkan padaku kehebatanmu seperti yang sering digembar-gemborkan orang!"
"Sayang, Sobat Pedang ini hanya akan keluar dari sarangnya jika keadaan amat memaksa...."
"Kalau begitu, biarlah aku yang akan memaksanya keluar!" bentak Pedang Ular Emas geram.
"Hiyaaat..!"
"Hup! Yeaaah...!"
Pertarungan kembali berlangsung sengit. Kali ini Pedang Ular Emas betul-betul mengeluarkan segenap kelincahannya untuk memaksa Pendekar Rajawali Sakti mencabut pedang. Gerakannya sulit diikuti pandangan mata orang awam. Belum lagi, pedang di tangannya yang berdesing-desing menimbulkan suara bercuitan halus dan berkelebat bagaikan kilat Rangga terkejut bukan main. Untuk sesaat dia hanya bisa menghindar sambil jungkir balik menyelamatkan selembar nyawanya.
"Gila! Orang ini betul-betul sinting!" maki Rangga perlahan, begitu kakinya menginjak tanah setelah bersalto beberapa kali ke belakang. "Yeaaah...!"
Namun belum lagi Pendekar Rajawali Sakti menarik napas lega, pedang di tangan lawan kembali mencecarnya. Gerakannya demikian cepat sehingga Rangga agak terkesiap. Namun sebagai tokoh nomor satu dalam dunia persilatan, otaknya mampu bekerja cepat. Maka segera saja dia mencelat ke belakang. Tapi..., terlambat Dan...
Sret!
"Akh!"
Rangga terkejut. Ternyata ujung pedang lawan berhasil menggores bahu kirinya. Untung saja dia sempat melesat ke belakang. Kalau tidak, barangkali pinggangnya bakal terkena serangan susulan pedang lawan. Tapi Pedang Ular Emas tidak hanya berhenti sampai di situ saja. Tubuhnya terus bergerak ketika Rangga mencelat tadi, melepaskan serangan maut disertai pengerahan tenaga dalam tinggi.
Pedangnya berkelebat cepat, siap menyambar dada Pendekar Rajawali Sakti. Sementara itu, tak ada kesempatan bagi Rangga untuk menghindar. Maka pedang pusakanya langsung dicabut. Seketika sinar biru memancar dari batang pedang, sehingga keadaan di sekitarnya semakin terang benderang. Dan sambil berteriak nyaring, Rangga memapak pedang lawan.
"Hiyaaat..!"
Wuk!
Trang..!
Seketika terjadi ledakan keras begitu dua senjata beradu. Pedang Ular Emas terjajar beberapa langkah ke belakang disertai rasa terkejut yang amat sangat. Ternyata benturan itu harus dibayar mahal, ketika pedangnya terbabat buntung. Dan belum lagi disadari apa yang terjadi, tiba-tiba saja seberkas sinar biru menyambar ke arah lehernya.
Crasss!
Pedang Ular Emas tidak sempat lagi berteriak ketika kepalanya terkulai layu dengan leher nyaris putus. Darah langsung ambruk ke tanah dengan nyawa melayang dari raga. Sementara, Rangga memandang sedih sambil menyarungkan kembali pedang pusakanya.
"Maaf, Sobat Aku sebenarnya tidak bermaksud melukaimu. Tapi kau terlalu memaksa, daripada nyawaku sendiri yang akan melayang di tanganmu...," gumam Rangga lirih, seraya berkelebat cepat meninggalkan tempat itu.

***

94. Pendekar Rajawali Sakti : Pendekar AnehTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang