BAGIAN 5

435 20 0
                                    

Lima sosok tubuh berpakaian serba hitam, tampak bergegas mendekati sebuah pinggiran hutan. Melihat dari cara berjalan yang tergesa-gesa, agaknya mereka memiliki urusan penting. Lebih-lebih, orang yang berjalan paling depan. Wajahnya terlihat semakin gusar, dan sepasang matanya jelalatan mencari-cari.
"Kardi! Jangan membuat amarahku memuncak. Mana bocah ajaib yang kau katakan itu? Cepat tunjukkan padaku, sebelum kau kuhajar!" bentak orang yang berjalan di belakang laki-laki bernama Kardi itu dengan suara keras. Dia adalah seorang pemuda berwajah cukup tampan berusia dua puluh delapan tahun.
"Betul! Kalau tidak salah, dia berada di sini kemarin...."
Mereka berhenti sejenak seperti yang ditunjukkan laki-laki berperut buncit itu, lalu memeriksa ke sekeliling. Sementara pemuda di belakang Kardi yang memegang pedang hanya memperhatikan seksama dengan tangan bersedakap. Tidak lama, mereka kembali berputar-putar di tempat itu.
Namun, tidak juga ditemukan jejak orang yang dicari. Kardi lalu berjalan menjauh, diikuti seorang temannya yang bertubuh kecil dan berambut putih.
"Kau sih begitu yakin kalau mereka berada di sini," ujar laki-laki bertubuh kecil, kepada Kardi.
"Tapi aku memang yakin sekali, mereka bertempat tinggal di sini, Ki Gembyong. Dasar Kerta Wangsa saja yang cepat naik darah," gerutu Kardi.
"Tapi dia tangan kanan ketua. Hati-hati kalau bicara. Meski usianya masih muda, tapi ilmu olah kanuragannya sangat tinggi. Ketua sendiri segan terhadapnya!" sergah laki-laki bertubuh kecil yang memang Ki Gembyong.
"Huh! Kenapa mesti dia yang menemani kita? Kan masih ada Katili yang ilmu olah kanuragannya juga hebat. Lagi pula, dia lebih ramah."
"Barangkali ketua berpikiran lain. Dia tidak mau Serikat Kawa-kawa Hitam diremehkan orang," sahut Ki Gembyong.
"Tapi tingkahnya itu yang tidak kusuka. Sepertinya, kekuasaannya lebih dari ketua sendiri. Main bentak, main pukul, dan..., aaah! Pokoknya aku tidak suka dengan orang itu."
"Apa yang sedang kalian bicarakan?" tiba-tiba pemuda yang tengah dibicarakan sudah ada di dekat mereka.
"Hei!"
"Eh, tidak ada apa-apa, Den Kerta Wangsa...," sahut Ki Gembyong sambil tersenyum kecil.
Pemuda bernama Kerta Wangsa yang kepalanya diikat kain merah itu, menatap sinis dengan kedua tangan masih bersedakap. Wajahnya terlihat angker meski sebenarnya cukup tampan.
"Aku tahu, kau tidak menyukaiku, Kardi. Tapi apakah kau sadar kalau kehadiranku di sinis untuk menebus harga dirimu?"
"Aku tidak bermaksud begitu...."
"Sudahlah. Tidak usah banyak cakap! Sekarang, bagaimana cara pembuktianmu kalau orang itu berada di sini? Ingat! Waktu kita telah banyak terbuang hanya karena ketololan kalian sendiri. Dan kalau sampai kau tidak bisa menemukan mereka, jangan salahkan kalau aku akan menghukummu atas nama ketua!"
"Eh..., ng.... Kalau saja kemarin kita kembali ke sini, tentu akan bertemu mereka...."
"Tidakkah kau tahu, kemarin kita sibuk dengan pertemuan dari setiap cabang untuk membicarakan rencana yang lebih besar?!"
Kardi diam tidak berani lagi membuka suara. Sementara, Ki Gembyong pura-pura tidak mendengar sambil berlalu pelan dari tempat itu. Namun belum berapa jauh melangkah, tiba-tiba terlihat dua sosok tubuh melewati tempat mereka.
"Coba lihat! Siapa yang sedang menuju ke sini!?" seru Ki Gembyong.
Seketika, semua mata memperhatikan dengan seksama ke arah yang ditunjuk Ki Gembyong. Kemudian terlihat paras pemuda bernama Kerta Wangsa itu berubah angker. Sambil mendengus sinis, kakinya melangkah lebar ke arah orang yang sedang berjalan itu.
"Kebetulan sekali! Anjing kerajaan itu berada di sini. Jadi, kita tidak susah-susah mengejarnya ke kota-raja."
Kardi menghela napas lega. Dengan hadirnya kedua sosok tubuh itu berarti perhatian pemuda ini akan beralih, dan dia selamat dari hukuman. Dua orang yang berjalan santai itu adalah seorang laki-laki tua berpakaian compang-camping dengan membawa sebatang tongkat butut, dan di sebelahnya seorang gadis berparas jelita. Bajunya biru dengan sebilah pedang tersandang di punggungnya. Mereka tidak lain dari Pengemis Tongkat Sakti dengan muridnya, Sekar Harum. Pengemis Tongkat Sakti agak terkejut juga melihat cara mereka mencegatnya. Tapi parasnya cepat berubah ketika mengenali kawanan laki-laki berseragam hitam itu.
"He he he...! Kukira perampok kesasar dari mana. Tega-teganya mencegat pengemis buruk sepertiku. Rupanya, anjing pemberontak Serikat Kawa-kawa Hitam," kata Pengemis Tongkat Sakti sambil tertawa mengejek.
"Bangsat kau, Orang Tua! Apakah pihak kerajaan hanya mengirim kau seorang untuk memburu kami? Sungguh gegabah mereka!" dengus Kerta Wangsa.
"Hm.... Kalau kau mengira kedatanganku ke sini untuk menangkap kalian, itu kesalahan besar. Pihak kerajaan tentu tidak perlu bersusah payah mengirimku. Karena selain tenagaku tidak berguna, mereka juga tidak terlalu menganggap kalian sebagai ancaman," sahut Pengemis Tongkat Sakti memanas-manasi.
"Phuih! Sebentar lagi kotaraja akan hancur dan Serikat Kawa-kawa Hitam akan menguasai dunia persilatan. Dan, kaulah orang pertama yang menjadi tumbal atas kejayaan kami!"
"He he he...! Boleh saja kau berkata begitu. Tapi sebagai tumbal? Nanti dulu! Dan aku lebih suka melihatmu mampus sebagai anjing kurap yang selama ini mengotori kerajaan," sahut Pengemis Tongkat Sakti sambil tertawa kecil.
"Orang tua celaka! Banyak bacot kau! Mampuslah, hih...!"
Selesai berkata demikian, Kerta Wangsa langsung mencelat menyerang Pengemis Tongkat Sakti dengan gencar. Kerta Wangsa sebagai orang kedua dalam jajaran Serikat Kawa-kawa Hitam, memang sudah dikenal oleh pihak kerajaan sebagai salah satu pentolan yang harus diperhitungkan. Dan serikat yang dipimpinnya, tahun-tahun belakangan ini selalu merongrong kewibawaan pemerintah yang sah.
Mereka memang memiliki cita-cita untuk menggulingkan kerajaan, dan mendirikan kerajaan baru. Tentu saja mereka juga menginginkan seluruh anggotanya menjadi orang-orang penting yang menjalankan roda pemerintahan, berikut rencana-rencana gila yang akan dijalankan. Apalagi, orang nomor satu yang bernama Hadiwijaya atau lebih dikenal sebagai Panglima Samber Nyawa. Dialah Ketua Serikat Kawa-kawa Hitam yang amat cerdik, selain memiliki kepandaian yang tinggi.
Orang-orang berpengaruh dan memiliki ilmu dan kanuragan yang cukup handal di kumpulkan untuk dijadikan pengikutnya. Dan salah seorang adalah Kerta Wangsa, tokoh muda dalam dunia persilatan. Dia dikenal sebagai Siluman Liar Berdarah Dingin. Namanya banyak dikenal karena kehebatan ilmu olah kanuragan dan kekejamannya terhadap lawan.
Dan Pengemis Tongkat Sakti bukannya tidak mengetahui hal itu. Meski kagum pada nama besar lawan, tapi mana mau ditunjukkannya. Dan memang, apa yang diceritakan orang-orang tentang kehebatan pemuda ini bukan nama kosong be-aka. Buktinya gerakannya cepat dan kuat bukan main. Sehingga, mampu membuat pusaran angin kencang yang berdesir manakala tubuhnya bergerak menyerang lawan.
"Yeaaa...!"
"Uts!"
"Hiyaaa...!"
Berkali-kali Pengemis Tongkat Sakti dibuat terkejut oleh serangan lawan yang datangnya tiba-tiba. Seperti apa yang terjadi barusan. Tongkatnya menderu mengincar pinggang, batok kepala, dan dada. Tapi mudah sekali Kerta Wangsa menghindar. Kemudian dengan kecepatan tinggi, kepalan tangan kanannya menyodok dada kiri Pengemis Tongkat Sakti. Kalau saja orang tua itu tidak buru-buru membuang tubuh ke kanan, niscaya dadanya akan jebol terhantam pukulan yang mengandung tenaga dalam tinggi.
"Kenapa kalian diam saja? Ayo ringkus gadis itu! Siapa pun dia, tidak peduli. Tangkap!" bentak Kerta Wangsa di tengah-tengah pertarungan, memperingatkan anak buahnya yang tadi sempat mematung menyaksikan pertarungan antara kedua tokoh itu.
"Ba... baik, Den Kerta...," sahut Kardi mewakili teman-temannya.
Tanpa membuang waktu lagi, keempatnya langsung mengurung Sekar Harum sambil tersenyum nakal dengan wajah menyeringai lebar.
"He he he...! Lumayan juga gadis ini. Cukup cantik untuk kita berempat," kata Kardi.
"Biarlah Kerta Wangsa dapat bagian pertama. Mendapat sisanya pun, sudah untung," sambung temannya.
"Sudahlah, jangan banyak bicara. Nanti kalian kena damprat Kerta Wangsa baru tahu rasa!" selak Ki Gembyong mengingatkan.
"Betul juga. Ayo cepat kita tangkap!"
"Orang-orang celaka! Kalian kira mudah menangkapku?! Ayo, majulah biar kupecahkan batok kepala kalian satu persatu!" sahut Sekar Harum tak kalah sengit sambil mencabut pedang dan bersiap menghadapi lawan-lawannya.
"Yeaaa...!" "Hiyaaat..!" Dengan lincah Sekar Harum memutar pedang dan memainkan sebuah jurus indah, namun memiliki daya serang kuat karena ditunjang tenaga dalam hebat.
Tapi, lawan-lawannya yang sedang dihadapi sekarang tidak bisa dianggap enteng. Mereka rata-rata memiliki ilmu olah kanuragan yang cukup lumayan. Apalagi, saat ini mereka maju bersamaan. Maka, sudah dapat dipastikan akan semakin berbahaya. Sementara, Sekar Harum sendiri bukanlah gadis pendiam. Amarahnya, demikian cepat terpancing, dan mengamuk sejadi-jadinya kalau hatinya terusik. Begitu juga saat ini. Dengan hati panas dan kemarahan memuncak, semua lawannya diserang habis-habisan.
"Mampuslah kalian semua! Anjing-anjing keparat seperti kalian, tidak baik diberi hati!" bentak gadis itu garang.
"He he he...! Boleh saja. Tapi, sebelumnya kau harus membuat senang kami dulu, untuk menikmati indahnya tubuhmu," sahut salah seorang di antara mereka sambil menyeringai seperti serigala melihat domba gemuk.
"Cuihhh! Aku lebih suka mati daripada harus disentuh anjing-anjing kurap macam kalian!"
"He he he...! Percayalah. Justru anjing kurap inilah yang akan membuat kau ketagihan!"
Bukan main gemas dan marahnya Sekar Harum mendengar jawaban itu. Tubuhnya kontan menggigil menahan amarah. Bahkan seluruh kemampuannya telah dikerahkan untuk melumpuhkan lawan secepatnya. Pedang di tangannya berkelebat-kelebat menyambar leher-leher lawan. Tapi dengan lincahnya, keempat orang itu mampu menghindar sambil tertawa-tawa kecil.
"Kerahkan seluruh kemampuan yang kau miliki sebelum kau menyerah dalam pangkuan kami," ujar Kardi.
"Ha ha ha...! Aku malah semakin gemas saja melihatnya dalam keadaan marah begini. Kecantikannya benar-benar menggugah untuk segera mendekapnya"
"Bajingan bermulut kotor! Mampuslah kalian!"
Sekar Harum langsung menyabetkan pedangnya cepat bagai kilat. Rupanya, gadis ini sudah demikian marahnya. Langsung saja dia mencecar salah seorang yang merendahkan martabatnya. Tapi...
Trak! Plak!
Ki Gembyong langsung memapak pedang Sekar Harum, sehingga menimbulkan suara keras. Tangan gadis itu kontan bergetar hebat. Dan pada saat bersamaan, Kardi menghajar pergelangan tangannya hingga pedang di tangan Sekar Harum terlepas. Kemudian, disusul salah seorang menotok tubuh Sekar Harum. Maka...
"Uh!"
Sekar Harum hanya mengeluh, kemudian jatuh lemas di tanah.
"Ha ah, betul kan kata-kataku? Kali ini, mana mungkin kau bisa melarikan diri. Kalau mau mati, nantilah setelah kami mendekapmu sepuas-puasnya," kata Kardi menyeringai penuh nafsu.
"Bangsat! Pengecut!" Sekar Harum menjerit memaki.
Pengemis Tongkat Sakti terkejut mendengar jeritan muridnya. Sekilas matanya sempat melirik dan menyaksikan Sekar Harum sedang dikelilingi empat orang anak buah Kerta Wangsa dalam keadaan tertotok. Maka batinnya langsung bergejolak, dan amarahnya kontan meluap. Tapi waktu yang sekilas tadi, ternyata dimanfaatkan betul-betul oleh Kerta Wangsa. Pedangnya cepat dicabut dari warangka, langsung dibabatkan ke arah leher orang tua itu
Crasss!
"Aaa...!"
Terdengar pekikan dari mulut Pengemis Tongkat Sakti ketika lehernya terbabat pedang Kerta Wangsa. Darah segar langsung muncrat dari leher yang tertebas. Orang tua itu limbung sesaat, lalu ambruk di tanah. Sebentar dia meregang nyawa, laki diam. Mati!
"Huh! Mampuslah kau, Orang Tua Busuk!" geram Kerta Wangsa sambil menyarungkan pedang ke dalam warangkanya.
"Guru...!" pekik Sekar Harum begitu mengetahui gurunya telah tewas di tangan lawan. Sekar Harum berteriak-teriak menyayat sambil memaki-maki.
Sedangkan Kerta Wangsa menghampiri dan bertolak pinggang, lalu menatap dengan sorot mata tajam ke arahnya. "Hm.... Jadi kau murid si keparat itu?"
"Kaulah yang keparat! Lepaskan aku. Ingin kupecahkan batok kepalamu sampai remuk!"
"Begitu?" Kerta Wangsa lalu memberi isyarat pada Ki Gembyong untuk melepaskan totokan pada diri Sekar Harum.
"Tapi...?"
"Kau takut dia akan mengalahkan kita? Jangan khawatir. Ingin kulihat, apakah kata-katanya bisa dibuktikan. Kalau tidak, tahu sendiri apa hukuman untuknya!"
"Baiklah...!" Ki Gembyong segera melepaskan totokan Sekar Harum. Tapi yang pertama dikejar gadis itu justru mayat Pengemis Tongkat Sakti, gurunya.
"Guru...! Hu hu hu.... Maafkan muridmu yang bodoh, karena tidak bisa menolongmu. Tapi aku bersumpah akan membalaskan sakit hati ini, meski nyawa sebagai taruhannya!" jerit Sekar Harum sambil menangis tersedu-sedu.
Sementara itu, Kerta Wangsa dan anak buahnya diam memperhatikan. Pemuda itu bersedakap dengan tangan kanan memegang pedang. Matanya seperti tidak lekang mengawasi Sekar Harum pada jarak dua tombak di belakangnya. Kemudian perlahan-lahan diperhatikannya gadis itu bangkit sambil memungut tongkat gurunya. Mata Sekar Harum kini lurus menatap ke arah Kerta Wangsa penuh rasa kebencian dan amarah meluap.
"Anjing keparat! Kau harus mampus di tanganku hari ini!" Sekar Harum menggeram.

***

94. Pendekar Rajawali Sakti : Pendekar AnehTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang