BAGIAN 6

374 22 0
                                    

Matahari tak terlalu menyengat. Angin pun bertiup semilir, membuat suasana seperti ini semakin melenakan seorang pemuda berwajah tampan yang tidur sambil bersandar di bawah sebatang pohon rindang. Pemuda berbaju rompi putih itu seperti melayang-layang di alam bawah sadarnya sambil mengikuti irama mimpi indah yang membuatnya tersenyum-senyum sendiri. Namun saat itulah sesuatu terasakan melindas kakinya. Seketika pemuda yang tak lain Pendekar Rajawali Sakti itu tersentak kaget...
"Heh?!" Rangga langsung mengerjap-ngerjapkan matanya. Di dekatnya tahu-tahu telah berdiri seorang bocah laki-laki yang kalau dilihat dari wajahnya berusia sekitar delapan tahun.
Tangannya memegang mainan gerobak-gerobakan yang bisa didorong. Rambut bocah itu panjang teriap hingga menutupi sebagian wajahnya. Dengan mengenakan baju berwarna-warni, penampilannya memang kelihatan aneh. Agaknya, roda mainan bocah inilah yang tadi melindas kaki Pendekar Rajawali Sakti. Jika diperhatikan baik-baik, bocah itu tidak seperti bocah pada umumnya. Dia seakan merasa tak bersalah oleh apa yang tadi diperbuatnya pada orang lain.
Dia diam saja sambil memperhatikan, kemudian terkekeh-kekeh kecil dengan tangan menunjuk ke arah Rangga. Siapa lagi bocah itu kalau bukan Sukarsa, yang terkenal sebagai bocah ajaib.
"He he he...! Wajahmu lucu seperti keledai dungu!" kata bocah itu enteng, seperti tak menyadari kalau kata-katanya dapat menyinggung perasaan orang lain.
"Bocah, siapa kau? Kenapa berkata begitu? Apakah kedua orangtuamu tak pernah mengajarkan sopan santun?" tanya Rangga ramah.
Sukarsa mengerutkan dahi mendengar kata-kata Rangga. Tapi kemudian tak peduli lagi, dan kembali bermain dengan gerobaknya sambil berlari-lari kecil.
"Hei?!" Rangga bangkit dan mengejar, namun langsung terkejut.
Ternyata lari bocah itu tak seperti lari bocah seusia pada umumnya. Larinya begitu cepat dan berkelok-kelok, laksana orang dewasa yang sedang mengerahkan ilmu lari cepatnya. Dari mulutnya tak henti-hentinya keluar teriakan-teriakan.
"Hus..., hus...! Ayo lari yang kencang! Lebih kencang lagi, kalau tidak kau akan kucambuk! Hus..., hus..., hayo!"
Bukan main gemasnya Rangga melihat kelakuan bocah yang seperti sengaja hendak mempermainkannya. Nyatanya bocah itu memang hanya berlari-lari tak jauh dari situ dan berputar-putar saja. Seperti mengajak bermain kejar-kejaran. Sebenarnya, Rangga tak ingin mempedulikannya. Tapi batinnya terus tergelitik untuk ingin tahu. Mustahil, bocah seusia itu mampu berlari secepat orang dewasa yang memiliki ilmu lari cepat tingkat sempurna. Maka sambil mengerahkan ilmu lari cepatnya, bocah itu dikejar, dan berusaha untuk mendahuluinya.
"Hup! Mau lari ke mana kau?" kata Rangga sambil melompat tepat di depan gerobak bocah itu.
Mau tak mau, Sukarsa terpaksa menghentikan laju gerobaknya. Dahinya kembali berkerut ketika sepasang matanya menatap Rangga yang berdiri di hadapannya dengan wajah tenang.
"Minggirlah kau, kalau tidak akan kubuat benjol kepalamu!" ancam Sukarsa.
"He he he...! Boleh juga ancamanmu. Cobalah pukul kepalaku sampai benjol," tantang Rangga sambil tersenyum kecil.
"Hihhh...!" Tiba-tiba Sukarsa mendorong gerobak mainannya ke arah Rangga.
Untung, Pendekar Rajawali Sakti cepat menangkisnya. Namun, Rangga jadi tersentak kaget. Ternyata gerobak itu didorong dengan tenaga dalam. Meskipun bentuknya tak terlalu besar, tapi rasanya tak mungkin bila bocah seusia itu mampu mendorong sedemikian kuatnya. Bahkan Rangga sampai mengerahkan tenaga dalamnya. Namun, gerobak itu tetap saja bergerak seperti hendak menghimpit dan menggilasnya. Sadarlah Rangga kalau bocah itu bukan bocah sembarangan. Dorongan gerobak itu jelas menggunakan tenaga dalam.
"Houp!" Rangga cepat meningkatkan pengerahan tenaga dalamnya untuk menekan gerobak mainan itu ke arah Sukarsa. Sementara wajah bocah itu tampak berkerut tak senang. Dia terlihat menarik napas panjang bagai hendak menambah kekuatan dorongnya. Rangga kaget ketika bocah itu bermaksud berbuat curang. Dorongan pada gerobaknya cepat dilepaskan dengan harapan Rangga akan terjerembab.
Dan saat itu juga, tubuhnya akan melayang siap menghantam dengan kepalan tangan yang diberi tenaga dalam tinggi. Dan Rangga siap bergulir ke samping, bila gerobak mainan itu semakin menekannya. Tapi hal itu memang disengaja. Karena dengan begitu, kedua kakinya akan leluasa memapak serangan bocah aneh itu.
"Yeaaa...!"
Dugaan Rangga ternyata benar. Maka buru-buru dia bergulir ke samping. Dan tak lama, serangan berbahaya bocah itu yang menggunakan separuh tenaga dalam meluncur datang. Rangga cepat memapak serangan itu.
Plak!
Sukarsa langsung mengeluh kesakitan. Namun dia cepat membuang diri ke depan. Rangga sendiri langsung bergulingan, mengikuti irama gerak bocah itu.
"Kubunuh kau! Kubunuh kau...!" maki Sukarsa.
Rangga menggelengkan kepala, begitu bangkit berdiri. Seharusnya bocah itu terluka terkena hajarannya tadi. Dan kali ini keyakinannya semakin bertambah kalau bocah itu bukan bocah sembarangan. Maka mulai diamati-amatinya bentuk tubuh serta wajah bocah itu.
"Hm. Sudah kuduga, kau bukan bocah biasa. Kau adalah si cebol yang berlagak menjadi bocah kecil," gumam Rangga sinis, setelah merasa yakin kalau bocah itu bukanlah anak kecil berusia delapan tahun seperti dugaannya semula.
"Huh! Apa urusannya?!" dengus Sukarsa.
"Banyak. Pertama, kau telah mengganggu waktu tidurku. Kemudian kau tiba-tiba menyerangku. Padahal, aku sama sekali tak menaruh curiga kalau kau akan berbuat begitu padaku. Nah, untuk itu kau harus mendapat hukuman setimpal" gertak Rangga yang sebenarnya hanya main-main.
"Kau pikir mudah melakukan itu? Cobalah kalau mampu!"
"Kenapa tidak?" Bersamaan dengan itu, tubuh Rangga melesat sambil melayangkan kepalan tangan kanannya tanpa disertai tenaga dalam, menghantam batok kepala lawan.
Tapi Sukarsa ternyata cukup gesit. Sambil bergulingan menghindari serangan lawan, tubuhnya kemudian melenting ringan ke atas membalas serangan.
"Yeaaa...!" Bocah itu berusaha mengambil keuntungan dengan mengandalkan tubuhnya yang kecil. Dia menyusup di antara pertahanan Pendekar Rajawali Sakti sambil mengirim pukulan bertenaga kuat.
Tapi, Rangga telah memperhitungkannya. Maka kaki kanannya cepat bergerak menyapu ketika kepalan tangan bocah itu menghantam dada. Sambil berbalik, kaki kirinya menendang ke pantat.
Plak! Des!
"Akh...!" Sukarsa menjerit kesakitan ketika tubuhnya terpental ke atas. Namun dengan mantap, dia masih mampu berjungkir balik, kemudian terus kabur dari tempat itu.
"Hei, jangan lari! Awas kau!" teriak Rangga berusaha mengejar.
Seperti anak kecil, mereka saling berkejaran. Lari bocah itu lumayan cepat, tapi Rangga yakin sebentar lagi pasti bisa menyusul. Bahkan mendahuluinya. Tapi pada saat Rangga hampir menyusul, saat itu pula telinganya mendengar dentang senjata beradu yang tak jauh dari tempat itu. Sebenarnya Rangga tak ingin mempedulikan, dan meneruskan niatnya mengejar bocah itu.
Tapi, tak lama kemudian terdengar jeritan keras seseorang. Hal inilah yang menarik perhatiannya. Pendekar Rajawali Sakti langsung memutar haluan dan mencari sumber teriakan tadi, yang tak begitu jauh dari tempatnya berada. Dan ketika sampai di tepi hutan, di antara rerumputan luas terlihat lima orang berwajah kasar tengah mengelilingi seorang gadis berbaju biru. Salah seorang di antara mereka tampak bertarung sengit dengan gadis yang tampak sudah kewalahan itu.
"Ayo, bangkitlah. Seranglah aku sepuasmu, sebelum akhirnya kau menyerah dan kuberi ganjaran yang tak akan kau lupakan seumur hidupmu!" sahut pemuda bertampang angker itu dingin.
"Hihhh...!" Gadis itu cepat melayangkan kepalan tangan kanannya. Namun karena tenaganya sudah melemah, maka dengan mantap pemuda itu menangkapnya.
Tap!
Kemudian tangan gadis itu dipelintir ke belakang tubuhnya. Sedangkan sebelah tangan gadis itu ditangkapnya pula. Dan tiba-tiba tangannya bergerak cepat, hendak merobek baju gadis malang itu.
Breeet!
"Ouw! Keparat! Lepaskan aku! Lepaskaaan...!"
Hal itu tentu saja membuat gadis ini menjerit-jerit sambil memaki-maki dengan suara melengking. Namun pemuda angker itu tak juga mempedulikannya. Bahkan semakin erat mencekal lengan gadis itu sampai tak bisa melepaskan diri. Sementara tangan kanannya leluasa menyusup di antara robekan pakaian gadis yang menuju bukit kembarnya. Sedangkan bibirnya penuh nafsu merayap di antara leher nan jenjang itu.
"Hih!" Dalam keadaan putus asa begitu, gadis ini masih berusaha menendang ke belakang. Tapi yang terjadi justru membuat keadaannya lebih sulit lagi, karena lutut kanan pemuda itu menekan bagian bawah pinggangnya. Akibatnya gadis itu tidak bisa berontak lagi.
"Ouw!"
"Kisanak! Tidak bisakah kau bersikap sopan kepada seorang gadis yang tak berdaya?" Tiba-tiba, entah dari mana datangnya terdengar suara teguran.
"Hei!" Pemuda itu tersentak. Begitu juga keempat temannya yang menunggu tak jauh dari tempat itu. Dan secara tiba-tiba pula, di tempat itu muncul seorang pemuda berambut panjang serta berbaju rompi putih. Di punggungnya terlihat sebilah pedang berhulu kepala burung.
"Siapa kau?! Berani benar kau mengusik urusan Kerta Wangsa!" bentak pemuda itu sambil melepaskan gadis dalam rangkulannya tadi.
Begitu terbebas, gadis ini cepat-cepat membenahi diri sambil menjauh dari orang-orang itu. Matanya sekilas sempat melirik pada pemuda yang baru datang. "Pendekar Rajawali Sakti...!" seru gadis itu pelan, dan tanpa sadar. Walau suaranya halus dan nyaris tidak terdengar, tapi bagi Kerta Wangsa hal itu telah cukup meyakinkan dugaannya semula terhadap pemuda asing ini.
"Hm.... Jadi kau orang yang bergelar Pendekar Rajawali Sakti? Lama sudah kudengar nama besarmu, hingga membuat tanganku tergelitik untuk menjajal kemampuanmu!"
"Kisanak. Benar apa yang kau duga tentang diriku. Tapi kau salah jika beranggapan, kalau aku tempat untuk menjajal kemampuanmu, aku hanya seorang pengembara biasa yang tak punya keistimewaan apa-apa...," sahut pemuda yang memang Rangga, merendah.
"Pendekar Rajawali Sakti! Jangan coba menghindar! Suka atau tidak, kau kini punya urusan denganku!" bentak Kerta Wangsa sambil mengacungkan pedangnya.
"Urusan? Urusan apa, Kisanak?" Dahi Rangga berkerut mendengar hal itu. Seingatnya, dia baru bertemu sekali dengan orang ini, di sini. Jadi bagaimana mungkin bisa mengatakan kalau punya urusan?
"Masih ingatkah kau pada si Pedang Ular Emas? Dia tewas di tanganmu! Agar kau tahu, dia termasuk anggota Serikat Kawa-kawa Hitam!"
"Hm.... Jadi kalian anggota para pemberontak itu? Tapi kematian temanmu itu bukan salahku. Dia yang terlalu memaksa, sehingga aku terpaksa berbuat demikian...."
"Bangsat! Kau harus menerima akibat perbuatanmu! Hiyaaat..!"
"Tahan, Den!"
Kerta Wangsa baru saja bermaksud akan menyerang Rangga, namun pada saat itu Kardi beserta dua orang temannya langsung melompat menahan niatnya.
"Den Kerta Wangsa. Biarlah bocah ini menjadi bagianku. Kalau dibiarkan banyak bicara, dia akan semakin berkoar dan menganggap dirinya jago tak terkalahkan!"
"Hm...!" Kerta Wangsa berpikir lain. Pada dasarnya, dialah yang ingin menempur Pendekar Rajawali Sakti. Sudah lama sekali nama pemuda itu didengarnya, sehingga membuat iri hatinya. Seingatnya, selama ini belum pernah terdengar kalau Pendekar Rajawali Sakti bisa dipecundangi lawan. Padahal, banyak cerita yang didengarnya kalau Pendekar Rajawali Sakti sering berhadapan dengan tokoh-tokoh berilmu tinggi.
Sejak awal, Kerta Wangsa memang sudah kesal terhadap Kardi. Selain orang itu tak menyukainya, sejak tadi pun tangannya sudah gatal ingin menghajar laki-laki berperut gendut itu. Maka dengan menawarkan diri untuk menempur Pendekar Rajawali Sakti, di atas kertas Kardi pasti akan menjadi bulan-bulanan lawan. Dan justru hal itulah yang memang diharapkan Kerta Wangsa. Dalam hatinya, dia memang ingin meminjam tangan Pendekar Rajawali Sakti untuk menghukum Kardi.
"Baiklah kalau memang kau ingin menghajarnya. Tapi, ingat jangan setengah-setengah. Aku ingin melihat dia mampus di tanganmu!" sahut Kerta Wangsa sambil mendengus sinis.
"Beres!" sahut Kardi cepat. Bersama dua orang kawannya, Kardi langsung mencabut golok dan mengurung Pendekar Rajawali Sakti.
"Bocah! Kau terlalu menganggap enteng lawan. Berhati-hatilah, karena nama besarmu hari ini akan tumbang!"
"Hm.... Sungguh lucu kalian, Kisanak. Siapa yang menghina dan siapa pula yang mempersoalkan nama besar? Kalianlah yang mencari gara-gara. Aku hanya sekadar memperingatkan, perbuatan yang dilakukan temanmu itu sangat tidak terpuji. Dan hanya binatanglah yang melakukan perbuatan terkutuk itu," sahut Rangga santai.
"Keparat! Mampuslah kau! Yeaaa...!" Sambil berteriak nyaring, ketiga orang itu melompat menyerang Rangga.
Namun Pendekar Rajawali Sakti cepat melompat tinggi, kemudian bersalto beberapa kali. Dan tanpa menimbulkan suara sedikit pun, kakinya menjejak tanah di belakang lawan pada jarak satu tombak. Bukan main gusarnya Kardi dan dua orang temannya, melihat serangan pertamanya luput. Mereka langsung membagi tempat. Dan ketika dua orang temannya kembali menyerang, Kardi mencuri kesempatan saat Rangga melompat menghindar.
"Yeaaa...!"
"Uts!"
Plak!
Rangga cepat menunduk, ketika golok lawan mengancam kepalanya. Maka golok itu hanya lewat beberapa jari di atas kepalanya. Sementara kaki kanan Rangga juga langsung menghantam salah seorang yang berada di dekatnya. Sedangkan tangan kiri menghantam pergelangan tangan Kardi.
Plak! "Ugkh!"
Terdengar suara keluhan tertahan. Sementara lawan yang lain sempat jungkir balik, menghindari tendangan Pendekar Rajawali Sakti.
"Sial!" maki Kardi, ketika kecurangannya terbaca Pendekar Rajawali Sakti.
"Yeaaa...!" Kedua teman Kardi kembali menyerang ganas. Dan seperti semula, Kardi mencuri kesempatan di saat lawan lengah. Tapi kali ini Rangga tak mau lagi memberi hati. Tubuhnya langsung bergerak indah, mengeluarkan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib'.
"Hiyaaa...!" Dan setelah bergerak ke samping menghindari tebasan golok Kardi, tubuh Rangga berputar cepat di udara dengan kedua kaki terpentang menghajar tengkuk dan dada kedua lawan. Begitu mendarat, kepalan tangannya langsung menyodok dada kiri Kardi.
Plak! Duk! Diegkh!
"Aaa...!"
Ketiga orang itu memekik kesakitan. Tubuh mereka kontan terpental sambil menyemburkan darah segar dari mulut. Sesaat mereka menggelepar-gelepar, sebelum akhirnya diam untuk selamanya. Mati!
Mereka yang menyaksikan itu terkejut. Memang kejadiannya begitu cepat sehingga tak ada seorang pun yang mampu menolong.
"Keparat! Pendekar Rajawali Sakti, akulah lawanmu!" bentak Ki Gembyong sambil melompat maju. Tapi sebelum Ki Gembyong menyerang Pendekar Rajawali Sakti, tiba-tiba....
"Ki Gembyong, menepilah. Dia bukan lawanmu. Biar aku yang akan melayaninya!" bentak Kerta Wangsa.
"Tapi..."
"Minggir kataku!" bentak Kerta Wangsa lagi tanpa menoleh. Bahkan sorot matanya tampak tajam menatap ke arah Rangga. Tangannya yang semula bersedakap, direntangkan. "Pendekar Rajawali Sakti! Nama besarmu ternyata bukan kosong belaka. Tapi, Siluman Liar Berdarah Dingin tak bisa kau samakan dengan mereka. Berhati-hatilah....!"
Selesai berkata begitu, Kerta Wangsa yang berjuluk Siluman Liar Berdarah Dingin langsung berkelebat cepat menyerang Pendekar Rajawali Sakti.

***

94. Pendekar Rajawali Sakti : Pendekar AnehTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang