Part. 11

8.8K 665 62
                                    

Selamat Membaca😘😘

Hukk
Huuk

Devit pun tersedak kentang goreng yang sedang berselancar di tenggorokannya. Sigap Juwi bangun dari duduknya dan menepuk-nepuk kencang punggung Devit. Bukannya berhenti batuk-batuk, malah semakin tercekik Devit rasa, saat pukulan Juwi terlalu kencang, hingga mengguncang tubuh Devit. Terlihat bukan seperti menenangkan, malah Juwi seakan sedang melakukan KDRT pada Devit.

"Sudah Juwi, sudah." Devit mengangkat tangannya. Ya Allah Si Juwi kurus-kurus tenaganya Godzila. Bisik Devit dalam hati.

"Pelan-pelan, Pak. Makannya, nanti tersedak lagi lho," ucap Juwi sambil membersihkan bajunya dari noda semburan air cola.

"Iya terima kasih," ucap Devit sambil meringis. Ya Allah jadi panas gini punggung.

"Bunda, bolehkan? "Salsa melanjutkan pertanyaannya yang tadi.

"Salsa sayang, Bunda dan om guru itu berteman."

"Oh, kalau teman ga bisa jadi Papa ya?" tanya Salsa dengan polosnya. Devit tidak mengeluarkan suara, merasa sedikit canggung dengan pertanyaan Salsa.

"Mulai besok, Om guru sudah jadi suami tante guru Ca, jadi gak bisa jadi papa Caca, begitu kan Pak guru?" Juwi meminta persetujuan Devit.

"Bisa saja sih." Devit menutup mulutnya, keceplosan. Juwi melotot ke arah Devit. Tangannya dikepalkan, tanda akan meninju Devit. Devit jadi cengengesan.

"Maaf Wi, becanda!"

"Udah Ca, ayo makan, biar kita gak kemaleman pulangnya." Juwi menyuapi Salsa dengan sabar, Devit pun mulai kembali menghabiskan makanannya juga. Selesai makan, Devit mengajak Salsa dan Juwi pulang.

"Om gulu, Caca mau gemblok," rengek Salsa dengan manja.

"Eh, jangan Ca, Pak guru capek," larang Juwi, sungguh merasa tidak enak dengan Devit.

"Ga papa Juwi, hitung-hitung perpisahan," ucap Devit dengan nada sedikit aneh. Juwi pun mengangguk. Devit berjongkok, lalu Salsa naik ke punggung Devit dengan riang. Tanpa sepengetahuan Devit, Juwi memotret momen tersebut, buat kenang-kenangan pikirnya.

Salsa sangat gembira bermain bersama Devit. Hatinya sedih saat ini.

"Semoga kelak kita menemukan ayah yang sholeh dan sayang sama bunda juga Salsa," gumam Juwi dalam hati, mengulum senyum menatap kegembiraan di wajah Salsa.

"Besok acaranya jam berapa, Pak?" tanya Juwi saat mereka tengah menikmati jalanan ibu kota yang selalu macet, apalagi ini malam minggu seperti ini.

"Jam sepuluh Wi, kamu mau ikut?" tanya Devit serius.

"Ga ah Pak, ntar kalau saya di sana Bapak jadi salah sebut nama pengantin wanita,
" ledek Juwi sambil tertawa, Devit juga ikut tertawa.

"Ciee ... yang besok malam mau belah duren, romannya girang banget," ledek Juwi sambil menusuk-nusuk lengan Devit dengan telunjuknya.

"Aahaaaii!" Juwi masih saja menusuk, hingga Devit meringis.

"Sakit, Wi, lagian itu telunjuk apa piso sih, tajam bener." Devit mengusap lengannya.

"Yang sakit itu nanti istri Pak Devit, Pak Devitnya mah keenakan." Meledak tawa Juwi, sedangkan Devit tertawa sumbang, antara malu sama sebel. Juwi mesum banget sih, kenapa dia harus dipertemukan dengan janda aneh begini?

"Udah, jangan malu-malu sama saya. Saya udah pengalaman!" bisik Juwi percaya diri. Padahal mah pengalaman Juwi juga cetek, orang cuma digrapa-grepe doang sama suaminya, karena Juwi sedang haid saat itu.

Kepincut Janda Tetangga (Ending)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang