Part. 2

12.8K 720 29
                                    

Hari ini Devit membawa sebagian barang-barang ke kontrakan. Sebuah televisi layar datar, kompor gas, dua buah kursi, dan satu buah meja. Ada juga ranjang berukuran seratus enam puluh yang langsung di taruh dia ruangan tengah kontrakan. Aneka perabotan dapur, alat mandi serta lemari kecil untuk menyimpan pakaiannya.

"Terimakasih, Pak," ucap Devit ramah kepada supir mobil box yang sudah membantu Devit pindahan hari ini, sembari memberikan amplop kepada sopir tersebut.

Juwi memperhatikan. "Barangnya lengkap banget, jangan-jangan udah ada istrinya Wi," bisik ibu Juwi yang bernama Nurmala.

"Kayaknya sih masih bujangan, Bu," sahut Juwi sambil menatap ke arah Devit.

"Udah selesai angkut barangnya, Pak?" tanya Juwi berbasa-basi sambil tersenyum.

"Oh, iya, De. Alhamdulillah sudah," sahutnya ikut tersenyum ramah.

"Oh sukurlah, Istrinya mana, Pak?"

"Oh ... eh ... belum ada, insya Allah sebentar lagi," sahut Devit. Seketika mengingat wajah Sarah, calon istri sholihahnya yang belum ia kabari.

"Barang Bapak banyak juga, saya kirain udah beristri, soalnya wajah bapak mmm ... sedikit boros," ujar Juwi dengan wajah tanpa dosa.

"Perlu bantuan, Pak?" Juwi menawarkan dengan serius.

"Boleh!" Devit menyeringai senang.

"Baiklah, sebentar, Pak." Juwi menengadahkan tangan.

"Ya Tuhan, semoga beberes pindahan Pak Devit dimudahkan. Aamiin," ucap Juwi lalu mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Devit dan bu Nur bengong.

"Tuh, saya udah bantuin doa, Pak
" Juwi terkekeh. Sedangkan Devit jadi salah tingkah sendiri, akhirnya ikut tertawa.

"Oh ya Pak." Langkah Devit terhenti.

"Ini kenalkan ibu saya, namanya Bu Nurmala, panggilannya Bu Nur," terang Juwi. Devit mengangguk hormat dan lagi-lagi tersenyum ramah dan manis.

Setelah Devit pamit masuk rumah, Juwi pun kembali menjaga warung, sambil sesekali membuka medsos.  Membaca gosip artis, info-info terapdet yang dibagikan akun lambe curah. Selain itu Juwi suka melihat youtube menonton serial india, menyanyikan lagu-lagu india. Pokoknya mak-mak banget deh. Padahal Juwi baru sembilan belas tahun lho.

Dil laga liyaaa...

Maine tumse pyaar  karke

Tumse pyaar karke

Tumse pyaar karke

Dil chura liya..

Maine ikraar karke

ikraar karke..ikraar karke..

" De Juwi, ada obat ...," ucapan Devit terputus, fokusnya menatap wajah Juwi yang menghadap ponselnya.

Woooww..india...bagus juga suaranya. ucapan itu tentu tak mampu terucap dari bibir Devit. Lelaki itu hanya bergumam. Cepat Devit mengalihkan pandangan dari Juwi yang masih asik bernyanyi.

"De...de...," panggil Devit sambil mengetuk tutup toples permen.

"Ehh ... iya, Pak. Maaf, keasikan nyanyi jadi gak denger!" Juwi tersenyum salah tingkah.

"Mau beli apa, Pak?"

"Obat sakit gigi ada?" tanya Devit.

"Jangankan sakit gigi, Pak. Sakit hati aja saya ada obatnya," ujar Juwi sambil terkikik, namun tangannya tetap meraih kotak obat untuk mencari obat yang diinginkan Devit.

Kepincut Janda Tetangga (Ending)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang