Biarkan kita memulai segalanya.
Untuk mencapai hasil yang kita harapkan bersama.
Jangan mencegah atau menghalanginya.
Tunggulah sebentar saja, agar tak perlu lagi ada kebencian di antara kita.
~18~
.
.
."Bayangin bentuknya, jangan nyalin semua."
Seruan Deka membuat Kansha mendesis. Pasalnya sedari tadi Deka mengomentari tanpa melihat kondisi jika dirinya seorang pemula dalam hal melukis.
"Semakin sering lo ngintip, gak ada usaha dari diri lo." Kembali Deka berucap tajam.
Kansha yang memang tengah mengintip sedikit pola gambar di kertas yang diletakkan di depan Deka yang duduk di sampingnya hanya menghembuskan napas kuat lalu mengeluarkannya perlahan. Senyumnya terukir semanis mungkin menatap Deka yang sedari tadi mengawasinya.
"Dekanzo, gue ini pemula, bisa 'kan lo ajarin gue lebih halus lagi?" ucapnya sabar.
"Hm."
Dengan sigap Deka merebut pensil di tangan Kansha, mencondongkan sedikit badannya agar lebih dekat dengan kanvas di depan Kansha.
Tanpa dasadari jarak mereka berdua sangat dekat, Kansha mengulas senyum penuh arti. Dia melirik Natha yang tengah asik dengan coretan-coretannya. Natha yang merasa ditatap akhirnya a lama menyadari. Ia mendongakkan kepalanya dan langsung mendelik.
Kansha tersenyum sangat lebar bahkan mirip seringaian dari jaraknya yang tak terlalu jauh, hanya dua meter.
Ehem.
Deheman cukup keras membuat Deka mengalihkan pandangannya menatap Natha yang mengagetkannya. Sedangkan Kansha melunturkan senyumnya, mendesis kesal karena Natha mengganggu kesenangannya.
Natha menatap Deka datar. "Lo mau bikin anak orang kehabisan napas gara-gara sedeket itu sama lo?" celetuknya sembari menunjuk Kansha dengan dagunya.
Sontak Deka memundurkan tubuhnya, mengerjap matanya cepat. Matanya melirik Kansha sekilas, kembali menatap Natha yang memasang wajah datar. Entah mengapa sebersit rasa bersalah menyeruak dirinya ketika melihat Natha kembali berfokus pada coretan-coretannya daripada menatapnya balik.
"Gue nggak bakal kehabisan napas, kok, lagian gue udah deket sama Deka, jadi nggak perlu canggung buat sedeket ini."
Sukses dengan ucapannya yang terkesan mengompori bahkan berbesar diri, Kansha tetap mengulas senyuman andalannya.
Deka mendelik, tidak menyangka Kansha akan berkata sefrontal itu.
"Kansha, jangan ngada-ngada," tegur Deka tegas.
Bukannya menurut Kansha malah kembali berucap, "Lo masih bantuin gue deketin Deka, 'kan, Nat? Seharusnya lo dukung gue, kenapa lo sekarang terlihat marah?" ucapnya pelan namun sangat dalam menohok Natha.
Natha mendengkus, melawan tubuhnya yang tidak sejalan dengan hatinya, harusnya dia sadar di sini Kansha tengah mendekati Deka, dan respon Deka pun harusnya membuatnya senang karena berhasil membantu mereka. Namun entah mengapa, sejak kejadian di kafe kemarin lusa telah mengusik hatinya, di mana dia tidaklah menginginkannya.
"Gue emang dukung lo, kok, tenang aja," tukasnya sesantai mungkin. "Lagian gue nggak ada hak buat larang lo, untuk itu," lanjutnya.
Natha membereskan kertas coretan-coretannya yang berserakan di meja, dengan cepat memasukkannya ke dalam tas.
"Udah sore, gue pulang duluan, ya. Kalian bisa lanjutin kegiatan kalian. Bye." Senyum kecil mengakhiri ucapannya. Natha berlalu pergi meninggalkan dua orang yang masih diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAMPAS ATAU LEPAS
Novela JuvenilJika kau pantas untuk kuraih dan kudekap Biarkan rentetan tragedi yang kita lewati tak pernah hilang menguap Izinkan aku menaruhmu dalam harap . . . Jika aku tak pantas untuk kauraih dan kaudekap Lupakan segala rasa yang pernah kuungkap Jangan membu...