Bahagia setiap orang itu beda-beda.
Seperti halnya melihat dia tersenyum dan tertawa karena kita alasannya.
~14~
.
.
.Natha menahan napasnya ketika bel pulang berbunyi. Pikirannya seolah melayang pada kejadian kemarin hingga dia belum siap untuk menampakkan wajahnya di depan Deka. Shela yang duduk di sampingnya menoleh, menatap Natha keheranan.
"Lo nggak mau pulang, Nat?" tanya Shela heran.
Natha diam menatap ke arah pintu kelasnya. Shela semakin keheranan, demi menyadarkan sahabatnya ini. Shela menepuk cukup keras punggung Natha hingga terlonjak kaget.
"Astaghfirullahaladzimm," celetuk Natha spontan. Tangannya bahkan sampai mengangkat. Matanya seketika mendelik tajam, menatap Shela yang hanya membalas dengan cengiran bodoh.
"Sebagai sahabat yang baik, gue menyadarkan lo, Nat. Jangan salah paham dulu, oke?" Shela mengelus punggung Natha bekas tepukannya itu, menampilkan senyum lebar yang sangat aneh di mata Natha.
Natha menyingkirkan tangan Shela, mendengkus kesal lalu bangkit dari duduknya. Dengan cepat melangkah ke luar kelas hingga tanpa sadar tubuhnya menabrak orang dari arah kelas sebelahnya. Otomatis Natha yang tidak siap akhirnya tersungkur kala orang itu memilih mundur daripada menahan tubuh Natha.
"Natha lo ngapain duduk di situ?" ucap seorang cewek yang tengah berdiri di samping Natha membuat si pemilik nama mendongak.
"Muka lo kenapa merah gitu?" Pertanyaan lolos begitu saja ketika cewek itu terkejut menatap wajah Natha.
Bukannya menjawab, Natha mengalihkan pandangannya, menengok ke sebelah kanan di mana seorang cowok yang menabraknya tadi berdiri.
Deg!
Matanya melotot seketika menatap sepasang mata yang menatapnya sama terkejutnya. Seakan tersadar, Natha menundukkan wajahnya. Rasanya wajahnya bukan hanya merah menahan marah sekarang melainkan menahan malu yang telah dihindarinya sejak kemarin.
Berusaha bangkit cewek di sebelah Natha membantunya, bergegas Natha membalikkan badannya berlari secepat mungkin sambil menutupi wajahnya dengan kedua mata yang mengintip dari balik tangannya. Setidaknya dia tidak mau menambah malu jika menabrak orang lain saat sedang berlari begini.
Di sisi lain Shela yang setengah menyadari kebisingan di luar kelasnya melangkah ke luar setelah menghubungi supirnya untuk menjemput. Keningnya berkerut kala menangkap sosok Kansha dan Deka di sana.
"Kalian ngapain di sini?" tanya Shela menatap keduanya bergantian.
Kansha tersenyum menanggapi. "Tadi abis nolongin Natha ketabrak Deka," ucapnya jujur.
Shela memincing ke arah Deka. "Ngantuk lo nabrak orang segede Natha?" tukasnya geli.
Deka mengangkat sebelah alisnya, menatap heran cewek yang mengatai sahabatnya sendiri. "Cuma hampir nabrak. Dia jatuh sendiri," terangnya.
"Emang tuh anak ya, hari ini keliatan aneh banget. Kayaknya kemarin kesambet, deh, gara-gara kelamaan di ruang seni sama lo!"
Hampir saja Deka mengumpat jika Shela tidak segera pergi meninggalkannya. Menelan ludahnya berat, pikirannya melayang ke kejadian kemarin. Aish, ia bahkan baru tersadar, perkataan Shela memang kurang pas di telinganya. Bukan kesambet gara-gara terlalu lama di sana, melainkan kesambet karena kejadian tak terduga di sana. Ia menahan senyumnya, entah kenapa memikirkan hal kemarin membuat bibirnya terlalu mudah melengkung. Secepat kemudian mendatarkan wajahnya ketika Kansha menatapnya.
"Bisa kita ngobrol sebentar?" celetuk Kansha.
Deka melirik sebentar, mengangguk. "Kurang dari sepuluh menit."
"Setengah jam?" tawarnya. "Atau gini aja, lima belas menit, gimana?" ralatnya menatap Deka lekat.
"Oke." Deka berjalan lebih dulu melewati Kansha begitu saja. Kansha tersenyum lebar, menjajarkan langkahnya dengan Deka. Tak ada penolakan walau Kansha merasakan jika jalan Deka lebih cepat saja, tapi setidaknya kesempatan ini sedikit membuat Kansha kembali berharap pada cowok di sampingnya ini.
***
Laskar baru saja hendak meraih helmnya ketika matanya tanpa sengaja menangkap sosok Natha yang berlari sambil menutup wajahnya, walau sebagian jemarinya terbuka menampakkan mata bulat cantiknya yang membuat Laskar meloloskan senyum lebarnya. Turun dari motornya, Laskar menghadang Natha yang akan lewat.
Duk!
Natha meringis pelan, mengusap dahinya lalu merasakan tangannya yang sedang mengusap digenggam oleh orang yang menghadangnya ini. Wajahnya mendongak, dilihatnya Laskar yang tersenyum geli menatapnya, membuat Natha berhasil meloloskan dengusan kesalnya tepat di dekat wajah cowok itu.
"Laskar, kenapa si ganggu jalan gue aja!" ucap Natha kesal. Dia melepaskan cekalan tangan Laskar, menengok ke belakang lalu kembali menatap Laskar.
"Lo kenapa mukanya merah gitu? Kaget ya sama wajah ganteng gue?" ledek Laskar seketika membuat Natha kembali menangkup pipinya. Gemas melihat tingkah Natha, Laskar mencubit pelan pucuk hidung Natha membuatnya mendesis kesal.
"Jangan pegang-pegang!" larangnya galak. "Gue lagi menghindar dari seseorang asal lo tahu," ucapnya sambil menengok sebentar ke belakang.
Laskar terkekeh sebentar. Ia menjauhkan tubuhnya, menarik tas Natha mendekati motornya, lalu menyerahkan helm miliknya membuat Natha menyerngit bingung.
"Lo kekurangan uang saku?" Gantian Laskar yang menyerngit bingung.
"Lo minta gue suruh beli helm lo, biar--"
Laskar menjitak kepala Natha pelan, tertawa renyah, tidak habis pikir dengan jalan pikiran cewek di depannya ini. Membuat Laskar selalu terpikat akan cara bersikap dan cara pikirnya, selalu saja membuatnya mempunyai alasan untuk tertawa. Walau terkadang Laskar berpikir ingin menjadikan Natha orang yang selalu ditatapnya setiap kali membuka mata. Pikiran Laskar buyar ketika Natha menepuk bahunya.
"Gue colok mata lo, ya! Berani jitak kepala gue dan berani ngetawain muka gue!"
Laskar kembali tertawa. "Sori, lagian muka lo aneh banget si dari tadi gue liatin. Tingkah lo juga, kayak orang lagi dikejer setan aja," balasnya sambil menepuk bangku belakangnya.
Natha menyadari arah tepukan Laskar yang sudah terlebih dulu duduk di motornya.
"Gue mau pulang naik bus," ucap Natha sambil menyerahkan helm ke pemiliknya.
"Gue anter napa, Nat. Sekali-kali juga udah lama banget kita nggak sedeket ini setelah lo pindah," bujuk Laskar kalem.
Dia menepuk lagi belakang bangkunya, tersenyum berusaha meyakinkan Natha. Tak butuh waktu lama Natha akhirnya memutuskan menerima tawaran Laskar, lagipula benar juga kata Laskar, semenjak setahun lalu kepindahannya ke sekolah ini, mereka yang dulunya sahabat ketika SMP sempat hilang kontak usai Natha memutuskan pindah bersama ayahnya dan bersekolah jauh dari sini. Namun karena ada suatu hal, di tahun keduanya Natha kembali lagi dan bersekolah di sini. Di mana dia menemukan sahabatnya yang baru, Shela dan Claudy. Dan sahabat lamanya yang sampai sekarang belum kembali bersama walau pandang selalu menangkap sosoknya.
"Yok! Jangan ngebut, lho, gue nggak mau kaya cewek di novel yang meluk cowok di motor karena ngebut!" tandas Natha penuh peringatan.
Lagi, Laskar mau tak mau melengkungkan bibirnya mendengar ucapan Natha. Mungkin ini akan menjadi hari menyenangkan yang sulit dilupakannya. Jika ini mimpi ia ingin terus bermimpi walau nanti pada akhirnya entah dia akan terhempas ke pangkuannya atau terhempas ke dalam luka yang pasti akan menyakitinya. Tidak salahkan jika ia berharap pada cewek yang membuat bibirnya punya alasan untuk melengkung ke atas? Begitulah mungkin untuk saat ini, hari ini, dan detik ini.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
RAMPAS ATAU LEPAS
Fiksi RemajaJika kau pantas untuk kuraih dan kudekap Biarkan rentetan tragedi yang kita lewati tak pernah hilang menguap Izinkan aku menaruhmu dalam harap . . . Jika aku tak pantas untuk kauraih dan kaudekap Lupakan segala rasa yang pernah kuungkap Jangan membu...