"Sungguh. Rasanya kehidupan orang lain itu lebih berwarna"
-ASP-JAM menunjukkan pukul 01.15 dini hari. Tetapi kedua mata Puri tidak mau terkatup sedari tadi. Meskipun ia memaksakan untuk tidur Dan berkali-kali memejamkan mata tetap saja hasilnya nihil.
Huftt---
Benar. Tidurnya Kali ini tidaklah nyaman. Masalah itu kembali membuat pengaruh yang tidak mengenakkan, bergerak Dan tidur Puri menjadi tidak nyaman. Gadis itu masih memikirkan Uang untuk mengganti Piala sialan itu.
Puri kepikiran untuk memberi tahu Ayahnya saja, tapi ia urungkan sebab ia tidak mau membebani pikiran Ayahnya itu. Meskipun orang yang kurang, Jika Puri memberitahu Ayahnya pasti Ayahnya akan mengusahakan untuk mendapatkan uang sebanyak itu, entah meminjam bank atau bahkan mencoba berhutang kepada temannya. Pernah sekali, pada saat Puri masih Kelas sepuluh. Waktu itu, ia sangat membutuhkan Laptop untuk membuat tugas dari gurunya yang berkali-kali memberi tugas yang harus dikerjakan melalui Laptop. Puri pun pada saat itu belum memiliki alat elektronik itu menjadi kewalahan untuk mengerjakan tugas-tugasnya. Ia harus bolak balik pergi kewarnet untuk mengerjakan tugas, bahkan kadang Puri meminjam Laptop kepada salah satu teman dekatnya. Puri hanya berbekalkan flashdisk untuk mengerjakan tugasnya itu.
Akhirnya ia coba-coba itu membicarakan masalah tersebut dengan Ayahnya, pada saat itu ayahnya Hanya mengatakan untuk bersabar, siapa tahu nanti ada rezeki yang dapat membantu mereka, Puri pun hanya mengangguk mengiyakan. Dan tanpa ia duga tiga hari sesudah Puri membicarakan itu, Ayahnya membelikan Laptop baru lengkap dengan alat-alat pendukung media elektronik yang lumayan mahal itu.
Pada saat ditanya, bagaimana bisa Ayahnya membeli ini semua, sedangkan keuangan mereka serba kecukupan dan Gani, ayahnya hanya menjawab, ia meminjam dari temannya yang baik hati yang mau memberi pinjaman uang untuk membeli Laptop tersebut.
Maka dari itu, dia tidak mau memberitahu Ayahnya. Puri tidak mau jika hutang keluarganya semakin bertambah akibat ulah ketidaksengajaan dirinya yang ceroboh ini.
Tapi, bagaimana ia harus membayar itu semua? Mencari kerja untuk mendapatkan uang dengan waktu beberapa jam tidak akan bisa, mustahil. Entahlah kepalanya pening memikirkan itu semua. Biarkan matanya menjadi seperti mata zombie besok, eh bukan lagi besok tapi tinggal beberapa jam lagi.
***
Kring.. kring.. kring.. ting..tong...
Kringg.. kring---
Puri mematikan suara alaram yang berasal dari ponselnya. Pagi ini, tidak dibangunkan alarampun dirinya sudah bangun sedari tadi. Oh tidak, tepatnya ia sama sekali tidak tidur semalaman.
Saat ini jam menunjukan, Pukul 05.02 lewat setelah alaram berbunyi. Rasanya Puri tak mau bersekolah hari ini, ia takut bertemu dengan Gaksa dan teman-teman geng laki-laki itu. Ia takut jika lelaki itu memberitahu kejadian kemarin pada warga sekolah, dan bisa-bisa ia menjadi pembicaraan hangat disekolah. Ia takut dibully Dan diejek oleh siswa siswi Enterluis High School terlebih ia semakin takut bila dibully oleh Geng Stars yang terkenal dengan rajanya bullying. Dan ditambah lagi ia takut bila tidak bisa membayar mengganti Diamond Piala itu.
Puri mendudukan diri bangun dari posisi rebahannya, diam sejenak sembari mengumpulkan nyawa. Gadis itu menghela napas panjang, pasrah dengan apa yang akan terjadi beberapa jam nanti. Ya walaupun hatinya masih tidak tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
King And "Babu"
Teen FictionSudah jadi siswi beasiswa, disuruh ganti rugi pula. Bagaimana tidak? Memang benar itu salahnya. Tetapi ganti rugi ini sangatlah memberatkannya. Kenapa? karena gadis itu harus menjadi babu dari sebuah geng yang dikenal suka membuli disekolahnya. Masa...