5. Juminten!

53 8 0
                                    

"Serius lo suka sama kak Fadel ?" Fanya melotot dia sungguh tidak menyangka jika Ghea akan menyukai kakak kelasnya yang satu itu.

"Kagum, garis bawahi gue cuma kagum" koreksi Ghea, sebenarnya Ghea sendiri belum mengerti apakah ia benar-benar menyukai Fadel atau hanya sebatas kagum.

"Heleh, hari ini bilangnya kagum besok udah suka tau rasa lo" balasan dari Fanya membuat Ghea memutar bola matanya jengah.

"Btw, udah move on sama Bima belum?" pertanyaan itu langsung di balas anggukan oleh Ghea. Tentu saja, ia sudah tak punya rasa terhadap Bima. Ghea sudah yakin, karna saat berada di dekat Bima atau jika sedang berbincang bersama ia tidak lagi merasakan getaran lagi.

Jadi Ghea simpulkan bahwa dia sudah berhasil move on dari Bima. Akhirnya.

"Fan, kok gue rasa makin hari kak Fadel tuh makin ganteng ya? Perasaan dulu gue biasa aja tuh pas ngelihat dia, paling dalem hati aja gue bilang cakep. Tetep aja kak Fadel ngga menarik" curhat Ghea, dia juga bingung padahal sebelum-sebelumnya Ghea melihat Fadel itu biasa saja.

"Ya kan lo dulu sukanya sama Bima makanya lo lihat kak Fadel itu biasa aja. Kan mata sama hati lo cuma tertuju sama Bima dan nggak pernah noleh ke yang lain" balas Fanya masuk akal.

Fanya tau Ghea itu tipikal cewek yang jika sudah menyukai satu orang dia hanya akan fokus pada orang itu saja. Ghea tidak akan menoleh ke cowok lain, meskipun terkadang secara terang-terangan Ghea mengatakan seorang cowok itu ganteng, Ghea tak pernah benar-benar serius.

Baginya cukup saja satu cowok di hatinya, jika Ghea memuji cowok lain atau bahkan mengatakan jika dia suka itu hanya sebatas rasa kagum. Sekedar candaan agar hidupnya tidak terpaku kepada satu orang saja.

Satu lagi, Ghea memang suka melihat cogan namun itu hanya sebatas hiburan.

"Ngomongin apa hayo" suara berat Akbar mengejutkan dua gadis itu. Memang Akbar adalah cowok paling kepo di kelas mereka.

"Bar, lo nggak sikat gigi apasih? Mulut lo bau banget sumpah" kalimat itu langsung keluar dari mulut Fanya yang memang tidak bisa di rem.

"Taik lo! Jadi cewek kok lemes banget mulut lo. Inget ya gue masih dendam sama lo. Gara-gara lo ngomong kalau gue suka makan upil di depan gebetan gue, dia jadi ngejauhin gue sekarang" balas Akbar sinis. Ya memang, mereka berdua sering adu mulut sama-sama tidak mau mengalah.

"Lah kan emang bener, lagian gue cewek ya wajarlah kalo mulut gue lemes. Seharusnya lo nyadar dong cowok kok kepoan, ngalahin tetangga gue aja" balas Fanya sengit.

"Diem lo! Dan iya satu lagi dendam gue masih numpuk banget sama lo. Gara-gara lo bilang yang nggak-nggak ke temen gue, gue jadi di ledekin terus"

"Emang Fanya bilang apasih kok lo sampe di ledekin?" Ghea menyela, dia penasaran pasti akan seru.

"Fanya fitnah gue suka ngintipin bencong mandi. Amit-amit dah sumpah dari pada gue ngintip bencong mending gue tiduran di lantai indomaret" jelas Akbar berapi-api.

Setelah mendengar penjelasan Akbar tentu saja Ghea tak kuasa menahan tawanya, lantas Ghea pun tertawa terpingkal-pingkal dan membuat Akbar kesal padanya.

"Gak asik lo Ghe, malah ikut ngetawain gue dah lah males"

"Woahahaha" Ghea masih melanjutkan tawanya.

"Kan gara-gara lo pokonya" tuduh Akbar kepada Fanya yang sudah mati-matian untuk menahan tawanya.

"Kok gue! Kan emang faktanya. Jadi cowok kok ngeles mulu, masalah kecil gini aja lo ngeles gak mau ngaku apalagi kalau lo punya masalah di rumah tangga lo pasti langsung lari dari kenyataan hidup lo" ejek Fanya lalu tawanya tak lagi tertahan, ia sudah ikut terbahak bersama Ghea.

"Lah lo kenapa jadi ngurusin rumah tangga gue ntar, ntar kalau gue udah nikah jauh-jauh deh dari hidup gue. Lo itu ngurangin pasokan oksigen di lingkungan gue aja" Akbar membalas, membuat Fanya menghentikan tawanya dan menatapnya sengit.

"Jangan gitu, ntar kalau kalian tetanggaan gimana" Ghea terkikir memikirkan perkataannya tadi.

"Idih amit-amit gue punya tetangga kayak dia. Nih ya kalau seandainya bener Fanya jadi tetangga gue bakal gue pager rumah gue, pagernya setinggi 10 meter biar Fanya kaga bisa nularin virus rempongnya ke bini gue"

"Mana tuh idung Fanya boros banget sama oksigen, kayaknya gue harus nanem banyak pohon deh biar gak ke abisan oksigen, ya kali gue nafas pake oksigen yang sama, banyak firusnya"

Ghea kembali terkikik dua sejoli ini sering kali bertengkar tetapi tidak ada kata marah atau apa, pertengkaran mereka justru mengundang tawa.

"Apaan, hidung lo tuh yang lobangnya gede, Ngabisin oksigen aja. Lagian nih ya kalau gue tetanggaan sama si sableng Akbar pasti langsung gue usir" balas Fanya.

"Eh tapi kayaknya seru deh kalau kita tetanggaan, gue jadi kepikiran ngasih lo makanan beracun. Asik kayaknya ya" Akbar berkata sambil tersenyum licik.

"Hohoho, aku sudah tau rencanamu. Jangan harap aku mau jadi tetanggamu" Fanya sengaja membesarkan suaranya.

"Eh tapi sebelum jadi tetangga gue lo kerja dulu sampe kaya ya, ntar kalau lo mati gue kan bisa maling harta lo" Ghea semakin terbahak mendengar candaan Akbar.

"Yaudah lo ikut gue kerja ya, gue jaga lilin lo turun langsung kelapangan" sambung Fanya.

"Anjir, lo ngajak gue ngepet? Yok lah mayan kayaknya" Akbar semakin menanggapi candaan Fanya mereka terbahak bersama. Nah kan Akbar dan Fanya itu musuh tapi tidak pernah saling marah.

Kalaupun ada yang marah pasti salah satunya bisa mengatasi, lalu mereka akan kembali saling mengejek.

"Woi woi woi, ada kakak kelas mau kesini" teriak Faza sambil melompat kesenangan. Pasalnya yang datang itu adalah rombongan kakak kelas yang Famous di sekolah mereka.

"Siapa aja?" tanya Fanya ikut antusias, lumayan bisa cuci mata.

"Kak Rio, kak Danu, kak Kenzo sama kak Fadel" jawab Faza.

Deg

"Kak fadel" batin Ghea, dirinya sungguh merasa sangat senang mengetahui hal itu.

Fanya yang sudah mengerti pun menyenggol lengan Ghea.
"Cieee gebetan mau ke sini, deg-degan pasti" goda Fanya membuat pipi Ghea jadi blushing.

Lalu ke empat cogan itu masuk ke kelas Ghea, dengan gaya coolnya mereka berjalan melewati para adik kelas yang jelas-jelas menatap mereka penuh pujian, tak terkecuali Ghea.

"Ngapain ya mereka kesini" bisik Fanya dengan Ghea, tentu saja Ghea hanya dapat menaikkan bahunya tak tahu.

Tak berselang lama setelah Fadel dan teman-temannya berbincang dengan ketua kelas, mereka pun pergi meninggalkan kelas Ghea.

Sementara Ghea sejak tadi terus sibuk mencuri pandang pada Fadel harap-harap Fadel balik menatapnya.

Ghea dan teman-teman sekelasnya di buat kaget saat tiba-tiba Fadel berhenti dan menyapukan pandangannya ke seluruh penjuru kelas.

Lalu...

"Eh Juminten!" panggil Fadel asal, tatapan matanya mengarah ke Ghea. Sontak seluruh isi kelas menatap Ghea.

"Iya lo, Juminten kan? Kalau di panggil jawab napa" tunjuk Fadel pada Ghea. Apa dia tidak salah? Juminten!
Ghea pun mengabaikan Fadel yang sudah membuatnya kesal. Enak saja dia main asal memanggil Ghea.

"Kemarin Markonah, sekarang juminten, besok apa lagi?"

GheafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang