18. Berubah

40 7 29
                                    

Nadia menatap kesal pada Fadel, yang sejak beberapa hari lalu mendiamkannya. Ia tahu pasti karena Ghea, pasti Ghea marah kepada Fadel malam itu.

Sudah sering sekali Nadia mencoba meminta maaf, namun tetap saja Fadel diam dan menghiraukannya. Nadia jadi kesal sendiri, lihat saja ia akan membalas pada Ghea.

Bukan hanya Ghea, namun Sherlyn juga tak kalah mengesalkan. Sherlyn sering sekali menggoda Fadel secara terang-terangan, walau respon Fadel jauh dari kata baik, tetap saja Sherlyn kekeuh untuk mendekati Fadel.

"Fadel." Panggil Nadia setengah kesal, namun tak ada balasan dari Fadel.

"Fadel, gue minta maaf banget. Gue nggak bermaksud, maafin gue Fadel, gue bisa gila." Nadia mendengus ketika respon Fadel tetap diam dan mengabaikannya.

Tak lama, Nadia menangis. Hal itu tentu menjadi pusat perhatian satu kelas.

Fadel mendengus, ia jengah menghadapi sifat kekanakan Nadia. Harus bagaimana lagi cara Fadel menghadapinya.

"Lo jadi cewek kok cengeng banget sih, Nad." Fadel mendekat, mengusap air mata Nadia dengan pelan.

"Kenapa lo nggak mau maafin gue? Apa Ghea yang nggak ngebolehin lo temenan sama gue lagi?" Isak Nadia.

"Sttt, jangan salahin Ghea. Dia nggak tau apa-apa," ujar Fadel.

"Lo belain Ghea terus, Del. Gue nggak suka," ucap Nadia semakin menaikkan suara tangisnya.

"Berapa kali harus gue jelasin Nad? Ghea itu pacar gue, jadi wajar kalau gue belain dia," balas Fadel.

"Lo nggak bisa bersikap lembut ke gue Del? Semenjak pacaran sama Ghea Lo bener-bener berubah. Lo kasar sama gue, lo nggak pernah perhatian lagi," ujar Nadia pelan, membuat Fadel bungkam. Apa yang dikatakan oleh Nadia benar, Fadel sering bersikap kasar pada Nadia.

"Gue tau Ghea penting buat lo, tapi sedikit aja gue minta perhatian lo. Sedikit aja luangin waktu buat gue, gue butuh perhatian Del, gue butuh lo." Nadia menatap Fadel sendu.

"Nad, gue ... "

"Lo tau Del? Mama sama Papa gue mau cerai. Gue bingung harus gimana Del, gue nggak mau mereka cerai," isak Nadia.

Fadel tercengang, dia tidak tahu masalah ini. Ia merasa bersalah telah membiarkan Nadia melewati masalah besar ini sendirian, tanpa seseorang disampingnya.

"Maaf, Nad gue nggak tau," ucap Fadel menyesal telah bersikap kasar pada Nadia selama ini.

"Jelas lo nggak tau Del. Selama ini lo itu sibuk sama Ghea, sibuk bahagiain Ghea. Lo nggak pernah sedikitpun tanya tentang keadaan gue. Gue sendiri selama ini Del, Lo tau kan gue sendiri." Fadel menggelengkan kepalanya lalu mendekap Nadia. Cowok itu sudah diselimuti rasa bersalah.

"Nggak, lo nggak sendiri. Ada gue Nad, gue janji bakal selalu ada buat Lo," ucap Fadel membuat Nadia tersenyum.

"Janji?" Nadia menyondorkan jari kelingkingnya, dan Fadel pun menautkan jari kelingking mereka.

"Gue seneng banget, Del," ujar Nadia, ia mengusap air mata yang tadi sempat membasahi pipinya.

"Bahagia terus ya, Nad." Fadel mengelus puncak kepala Nadia dengan halus. Tanpa ia sadari, janji yang Fadel ucapkan menyakiti hati seseorang.

•~•~•~•~•~•~•

Di tempat lain, Ghea, Fanya, dan Dinda sedang berada di kantin. Namun kali ini Fadel tidak ikut serta, padahal biasanya cowok itu akan sangat semangat ke kantin bersama Ghea.

Hal itu membuat Fanya dan Dinda merasa ganjil, tak biasa.

"Tumben banget ya kak Fadel nggak ikut ke kantin?" Dinda mengangguki ucapan Fanya, memang benar.

GheafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang