⚠️violence, cigarette,
blood, etc⚠️
.
.
.Malam yang diakhiri dengan pingsannya Joan membuat Melvin kalut, tentu saja, dengan decakan pelan Adhitya mendekat, meski sempat beberapa kali mendapat penolakan dari putra sulungnya, ia tetap melakukannya, membawa Joan dalam gendongannya menuju kamarnya, iya kamarnya, tidak mungkin juga ia menggendong Joan menaiki tangga, berat!
Jam menunjukkan pukul tiga pagi, Joan tersadar kurang lebihnya sepuluh menit yang lalu, yang ia lakukan hanya diam, tenggorokannya terasa kering dan panas, ia sadar sejak ia membuka mata kalau sekarang ini dirinya tengah berada dikamar Ayah.
Sang empu kamar tak terlihat disekitar, akhirnya Joan memilih untuk bangkit, sedikit merasakan nyeri pada tangannya yang juga ternyata sudah diperban meski nampak tak begitu beraturan, dan sedikit jejak kemerahan obat basah masih terlihat jelas, padahal luka yang ia buat tak seperah itu, pikirnya.
Haruskah ia kembali ke kamarnya atau pura-pura tidur saja sampai esok hari?
Opsi pertama pilihan paling tepat menurutnya, Joan buka daun pintu perlahan, meminimalisir deritan yang terdengar.
"Nggak! Aku nggak mau ya, Yah, jangan maksa."
Samar terdengar suara Melvin yang ia tebak dari ruang tamu, kamar Ayah yang memang bersebelahan menjadikan suara Melvin dikeheningan menggema bebas.
Ia sandarkan ditubuhnya, sedikit lancang mendengar secuil percakapan tidak apa, kan? Sepertinya serius sekali pembahasan mereka disana.
"Ke rumah nenek kalo gitu"
"Yah, please lah, jangan memperumit suasana"
"Loh, Ayah nggak? Justru kamu sendiri"
"Ayah egois, sadar?"
"Kelewat sadar, Melvin, sekarang kamu tinggal pikirin baik-baik aja apa yang Ayah bilang"
"Baik-baik? Melvin nggak bisa lagi berkata-kata, oh sama ini, yang jadi pertanyaan aku tiap saat, Yah"
"Apalagi sih?"
"Kalo misal aku yang diposisi Joan, apa Ayah bakal lakuin hal yang sama?"
"Mungkin?"
Kenapa namanya dibawa dalam percakapan? Sungguh, Joan sedang tidak dalam kondisi yang memungkinkan untuk dikatakan 'baik', sedikit saja kalimat yang ia dengar, itu bisa memengaruhinya.
"Joan anak Ayah bukan sih?"
Satu kalimat yang Melvin lontarkan namun Joan juga turut mendengarkan, menanti jawaban dibalik tembok tanpa sepengetahuan yang bertanya begitupula dengan sang Ayah yang jawabannya sedang dinanti.
"Harus berapa kali Ayah bilang? Kalian anak Ayah."
"Tapi peran Ayah buat Joan nggak pernah berlaku!"
"Tau apa kamu bisa ngomong gitu? Makin kurang ajar ya mentang-mentang udah gede, iya?"
Tak lagi ada suara Melvin yang melontarkan balasan akan ucapan Ayah terdengar.
"Mau anak Ayah atau bukan itu nggak ada untungnya buat keadaan. Peran ayah yang kaya gimana yang kamu mau Ayah lakuin ke Joan?" Lanjutnya
Selalu, pertengkaran yang terjadi selalu ada sangkut pautnya dengan dirinya, Joan ini, kenapa selalu dijadikan tumbal nama dalam setiap ujaran yang tidak mengenakkan? Haruskah ia memunculkan diri untuk menengahi keduanya?
"Jangan kasar, jaga ucapan Ayah buat Joan, cuma itu yang Melvin minta Yah, dari dulu, Ayah cuma iya iya aja tapi nyatanya apa? Yang Ayah lakuin justru lebih parah"
KAMU SEDANG MEMBACA
Equanimity✓
Fanfictionrevisian dari judul lama 'Lee Jeno' ⚠️mental disorder, toxic parent, selfharm, etc⚠️ lokal alur banyak perubahan yang tidak nyaman atau kurang minat, diperkenankan menjauh dari sekarang, thanks.