⚠️hallucination, toxic parent,
selfharm, suicide attempt, etc⚠️
.
.
.Langkahnya berhenti tepat didepan gerbang yang menjulang tinggi menyembunyikan bangunan yang berdiri kokoh didalamnya. Menghela nafas panjang sebelum jemarinya meraih handle pintu gerbang untuk dibuka, jantungnya berdegup sedikit lebih cepat melihat mobil hitam -- yang ia tau pasti milik Ayah -- sudah terparkir dihalaman.
Ia beranikan diri untuk tetap masuk melalui pintu utama, tidak melalui pintu belakang seperti yang biasa ia lakukan pada saat situasi seperti sekarang ini.
Hal pertama yang ia jumpai kala membuka pintu hanyalah kegelapan, hanya pendar temaram dari lampu dapur, ia menghela nafas lega meski degup jantungnya tetap berpacu tak beraturan, apalagi mendengar suara-suara kecil yang datangnya dari kamar Ayah, ia hanya berdoa untuk keselamatannya sendiri untuk saat ini.
Semoga berhasil, Joan.
Mengedarkan pandangan was-was berharap tidak ada seorangpun menangkap keberadaannya disana, meski sebenernya Joan ingin ketika ia baru saja pulang akan mendapat sapaan dari seseorang, bukan sekedar kegelapan menegangkan.
Berharap apa kamu Joan?
Ia memilih untuk menyambangi dapur alih-alih menuju kamar, diambilnya sebotol minuman dari dalam lemari pendingin juga satu kaleng minuman bersoda, dibawanya dua minuman yang baru saja ia ambil menuju kamarnya yang berada dilantai dua.
Ctak!
Saklar dinyalakan membuat Joan menyipitkan kedua mata guna mengadaptasi cahaya yang masuk dalam retina matanya, ia beranikan diri berbalik badan, dilihatnya Ayah dibawah sana, berdiri dengan raut wajah datar -- terkesan sinis untuk Joan sendiri.
Untuk sesaat, keduanya bertatapan mata yang mana Joan lah menjadi pemutus pertamanya.
"Masih inget pulang kamu?"
Sapaan sarkas, padahal bukan sapaan seperti ini yang Joan maksud, apa ia terlalu banyak mau?
"Joan. Jawab Ayah!"
Masih diam, dan nampaknya hal itu membuat amarah Ayah tersulut
"Mulutmu itu gunanya apa Ayah tanya?"
Sedang yang ditanya sudah mengedarkan pandang gusar, takut, katakan Joan cupu, karna nyatanya memang begitu, apalagi hadapannya adalah Ayah, double mampus!
"Sini kamu!!"
Sedikit tersentak mendengar gertakan Ayah, Joan pasang wajah panik ketika Ayah mendekat, tak sekedar mendekat namun juga sembari melepas ikat pinggang, mulai menaiki tangga satu per satu dengan pandangan memantau pergerakan Joan, sisa tiga anak tangga lagi untuk Papa dapat meraihnya,
"LARI JOAN, CEPET!"
Suara Melvin kecil tiba-tiba mampir dalam ingatan, membuat Joan mendapat keberanian untuk segera membalik badannya dan menuju kamar, tak lupa ia tutup pintu rapat-rapat, menguncinya ganda.
"Joan! Jangan kabur kamu!"
Persetan dengan amarah Ayah besok, yang penting malam ini ia selamat.
Yang setelahnya Joan lakukan adalah menyembunyikan tubuhnya dibalik gulungan selimut tebal, meringkuk seorang diri berusaha menulikan rungunya kala pintu kamarnya digedor dengan keras dari luar sana, Papa, cukup!
"Kamu ini jangan tambah menyusahkan hidup Ayah!"
Itu yang ia dengar dari bibir Ayah
"Iya Ayah, maaf."
KAMU SEDANG MEMBACA
Equanimity✓
Fanfictionrevisian dari judul lama 'Lee Jeno' ⚠️mental disorder, toxic parent, selfharm, etc⚠️ lokal alur banyak perubahan yang tidak nyaman atau kurang minat, diperkenankan menjauh dari sekarang, thanks.