Seperti yang sudah ia janjikan tadi malam kepada Rachel, Darren benar-benar datang lagi menjemput Rachel pagi ini. Selama perjalanan Rachel duduk tegak dengan wajah yang tegang, di dalam kepalanya, bermunculan wajah-wajah koleganya yang bergosip mengenai dirinya dan Darren.
Darren menoleh kepadanya sebentar lalu bertanya, "Kenapa?"
Darren sudah menatap lurus ke depan saat Rachel berbalik ke arahnya. Dia menggeleng, "Tidak apa-apa," katanya terdengar ragu,
"Kamu bisa bilang kalau ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu," dia menoleh sebentar, "Soal Panji?"
Bukan. Rachel sedikit terkejut dengan arah pembicaraan ini, kenapa ia bawa-bawa nama Panji?. Tapi ia tidak berusaha menyangkal dan tetap menatap ke arah jalan. Ia menghela nafas.
"Perempuan yang waktu itu...," kata Darren hati-hati, ia melirik dari sudut matanya, memerhatikan dengan seksama reaksi teman masa kecilnya yang duduk di kursi penumpang.
"Ah... Dia tetanggaku," katanya singkat, tidak ingin terlalu banyak membicarakan tentang itu
"Sepertinya mereka lumayan dekat,"
"Iya, begitulah,"
Darren tidak bilang apa-apa lagi, suasana menjadi agak sedikit canggung,
Hening
"Kenapa?" tanya Rachel, agak sedikit terlalu terlambat
"Tidak, hanya tidak nyaman dengan dia...., Tetanggamu maksudku, siapa namanya?"
"Kiran,"
***
Hari sudah menjadi gelap saat Kiran pulang dari gedung pernikahan A, hari itu ada acara pernikahan antara dua anak orang kaya yang ia tidak kenal, ia bukan kesana sebagai tamu undangan tetapi sebagai pekerja paruh waktu, pekerjaannnya meliputi antar-jemput makanan dari dapur ke ballroom, bersih-bersih, dan cuci piring.
Ia duduk di halte bis, menghitung upahnya hari itu, siang tadi ia dapat telepon dari Putri, memintanya segera menyiapkan uang, operasi tidak bisa di tunda lagi, "Besok," katanya pada Kiran tadi saat di telepon
Uangnya baru terkumpul setengah dari jumlah yang ia butuh, ia duduk dengan kepala tertunduk, besok dia akan meminjam uang pada bosnya,
Kiran berjalan dengan lunglai menuju rumahnya. Saat berbelok ia tidak melihat mobil antar-jemput Rachel disana, tapi ia tau tadi pagi pria itu menjemput Rachel dari SMS yang dikirimkan Natalia.
Ia masuk ke dalam rumah, Sunyi. Natalia sudah tertidur pulas, hebatnya Natalia ini, saat ada sesuatu yang terjadi ia selalu bangun untuk melihatnya, tetapi saat tenang begini, ia tertidur dengan lelap.
Besok paginya, setelah dari kosan tempat ia bekerja sebagai tukang cuci, ia menuju ke toko tempat ia bekerja dimana Panji biasa nongkrong, anak itu ada disana, sedang fokus dengan laptopnya.
Kiran sudah bertekad untuk berbicara dengan bosnya, ia ingin meminjam uang, bosnya tidak sering datang ke toko, jadi ia berencana untuk menelepon, tapi, seolah olah pria paruh baya itu tau kalau Kiran ingin bicara dengannya, hari itu bosnya datang ke toko, saat melihat Kiran pria itu langsung mendekatinya seolah-olah ia memang sedang menunggu Kiran,
"Oh. Kamu sudah datang," katanya, menyentuh bahu kiran pelan,
Kiran mengangguk, dalam kepalanya ia sedang merangkai kata-katanya, belum sempat berkata apa-apa, laki-laki paruh baya itu menyodorkan amplop pada Kiran,
Mata kiran membesar, "Pak bos...," katanya terharu, Bosnya rupanya sudah tau bahwa ia sedang butuh uang.
"Ini gaji kamu bulan ini," katanya, dia berhenti sejenak, berdeham membersihkan tenggorokannya, lalu menatap Kiran dengan tatapan serius, "Mulai besok, kamu nggak perlu datang lagi,"
"Hah?" Kiran bingung, "Maksudnya pak?"
Pria itu terdiam, matanya menunjukkan perasaan bersalahnya, ia tidak sanggup mengatakannya,
Dengan suara memelas hampir menangis Kitan berkata, "Saya dipecat pak?"
Pria itu mengangguk pelan, tidak berani menatap mata Kiran,
"Kenapa pak?" Kiran bertanya, ia terdengar mendesak
"Masalah pribadi," katanya berusaha acuh
"Masalah pribadi siapa?" Kiran bertanya dengan suara bergetar, masalah pribadi apa sampai harus memecatnya,
"Sudahlah, setidaknya kan gaji kamu saya bayar," dia buru buru keluar,
Kiran mengejar, "Pak, salah saya apa?"
Dia melambaikan tangannya, naik ke atas motor dan meninggalkan tempat itu, tanpa berkata apa apa.
Kiran ingin mengejarnya tetapi ia hanya berdiri disana mematung, abang siomay yang biasa jualan disana menyaksikan semuanya, begitu pun denga Panji, ia mendekati Kiran
"Kenapa?" tanyanya dengan nada penasaran
Tak ada jawaban
Panji menatap wajah Kiran, ia kelihatan linglung,
"Ya sudahlah yah," kata Panji berusaha menghibur
Kiran hanya menggeleng,
Panji menariknya duduk di tempat ia tadi duduk, memberikannya kopi yang ia tadi minum, "Tarik nafas," ia lalu mempraktekkan menarik nafas panjang, lalu menghembuskan nafasnya, "Hembuskan,"
Kiran mengikuti Panji, mereka mengulanginya beberapa kali, sampai Kiran menatap Panji sinis, "Sudah," katanya dengan nada kesal,
Setelah kesadarannya mulai kembali, Kiran membuka amplop putih itu dan menghitung uang di dalamnya, hanya 500 ribu, dia menghela nafas, sama sekali tidak mendekati jumlah yang ia butuhkan.
Setelah duduk berpikir, Kiran memutuskan untuk pergi ke Cafe tempat bekerjanya yang lain, yang letaknya berada di depan kantor Rachel, meskipun ini belum shiftnya, ia akan menemui bosnya untuk meminjam uang, siang ini uangnya sudah harus terkumpul.
Sesampainya di tempat itu, Kiran langsung menemui managernya, pria itu menatap Kiran dengan mata terbelalak seolah ia melihat hantu, "Ngapain kamu disini?"
"Begini pak..." ia mengedip-ngedipkan matanya, bingung memilih kata-kata,
"Sebenarnya...," bosnya bicara lebih dahulu, ia mengeluarkan amplop putih dari lacinya,
Sekarang Kiran yang terbelalak, ia merasa deja vu.
"Kamu dipecat," katanya tanpa basa basi
"Tunggu pak," kiran mengangkat kedua tangannya,
Pria itu meraih tangan kanan Kiran, meletakkan amplop putih tersebut di tangannya, "Kamu boleh pergi,"
Kiran tidak tau harus berkata apa-apa.
Apa kesalahannya? Mengapa semua orang tiba tiba memecatnya?
Kali ini dia langsung meninggalkan tempat itu, berlari menuju tempat kerjanya yang lainnya, "Mulai hari ini tidak perlu datang lagi,"
Dan yang lainnya lagi,
"Maaf ya, kamu per hari ini kamu bukan lagi pegawai disini,"Dan yang lainnya lagi,
Semuanya sama, ia DIPECAT.
Kiran kebingungan, seharian ia berlarian kesana kemari hanya untuk tiap kali mendengar bosnya memecatnya, ia akhirnya terduduk di halte bis, matahari sudah tinggi, ia memeriksa ponselnya,
1 pesan diterima
Dari putri.
Mungkin karena matahai sangat terik hari ini, atau karena terlalu lelah berlarian kesana kemari, mungkin juga stres karena dipecat, atau mungkin juga karena pusing memikirkan biaya rumah sakit. Kepalanya mulai terasa sakit tak tertahankan, dan telinganya menjadi pengang, pandangannya mulai mengabur, dan tulang-tulangnya tiba tiba seperti menyusut membuat ia seperti akan kehilangan keseimbangan, ia menjulurkan tangannya berusaha bersandar di apapun terdekat yang bisa menopangnya, tapi tangannya tidak mencapai apa-apa dan ia terjatuh dan kehilangan kesadaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Layak Menjadi Protagonis Roman Picisan
RomansaProtagonis dengan kebaikan hati yang tidak terbatas hanya ada di cerita novel saja, begitu pikir Natalia pada awalnya sebelum hidupnya jadi berantakan karena sifatnya yang tidak tau batasan. Ketika ingin mengakhiri hidupnya ia diselamatkan oleh seor...