01. FIRST MET

31 1 0
                                    

Aku selalu bertemu dengannya setiap hari.

Kami pun menjadi teman dalam waktu singkat. Dia selalu ada untukku.

Dia lebih baik dari semua orang terdekatku.

Padahal, aku baru saja bertemu dengannya.

.
.
.
.
.

Krriiiinnggg

Jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Pelajaran di sekolah hari ini sudah berakhir. Guru kami keluar dari kelas dan kami pun bersiap untuk pulang ke rumah masing-masing.

Aku mengambil beberapa buku yang ada di kolong meja dan memasukannya ke dalam tas. Namun, beberapa saat, aku melihat pemandangan di luar jendela dan terpukau.

Musim gugur hari ke tujuh. Daun-daun sudah menguning hingga memerah. Mereka semua berguguran dan menciptakan warna cantik di lingkungan ini. Pohon-pohon berdiri tidak menyisakan daun yang biasanya membuat kami merasa teduh saat di bawahnya. Cuaca yang sedikit dingin membuat lingkungan ini menjadi sejuk.

"Ah... Aku ingin segera pulang dan sedikit berkeliling." Gumamku. Tapi, aku harus membereskan barang-barangku dulu, baru keluar dari sini.

"Hikari! Ayo kita pulang bersama!"Seorang gadis yang kencang mengagetkanku. Aku menengok melihat ke asal suara dan terlihat seorang gadis bersurai hitam yang berdiri di sampingku.

"Kaget, ya? Maaf. Habisnya... Kau melamun. Ada masalah apa, sih?"

"Tidak ada. Aku hanya melihat pohon-pohon di luar sana."

"Kau suka musim gugur, ya?"

"Sangat! Lagipula... Siapa yang tidak suka melihat dedaunan berwarna cantik berguguran dan berserakan di jalanan?"

"Tukang bebersih di jalan... Mungkin."

Aku tertawa mendengar jawabannya itu, "Sepertinya kali ini kau tidak salah."

"Sudahlah! Ayo kita pulang! Aku ingin segera menyentuh kasurku!"

Aku mengangguk dan segera memasukan kembali berang-barangku ke dalam tas. Setelahnya, kami berdua pulang bersama melintasi gang yang cukup ramai dengan orang yang berjalan kaki. Kami banyak mengobrol selama di perjalanan hingga akhirnya kami berpisah di depan suatu gang.

"Sampai jumpa besok, Hikari!"

"Sampai jumpa, Reina."

Gadis itu, Reina pergi memasuki gang yang merupakan jalan menuju rumahnya dan aku masih harus berjalan agar sampai di rumahku.

Aku memperhatikan jalan ini yang semakin indah saja di musim gugur. Berbeda dari musim yang lain. Meskipun udara di sini sedikit dingin, melihat warna dedaunan dan sekitarnya membuat semuanya terasa hangat. Aku juga melihat dekorasi semacam tali merah yang melingkari pepohonan, tiang, dan lainnya.

Aku baru melihatnya. Tadi pagi tidak ada dekorasi semacam ini. Mungkin saja seseorang baru memasangkannya siang tadi untuk menambah keindahan tempat ini.

Aku mencoba mengikuti arah dekorasi itu untuk melihat di manakah ini akan berakhir. Hingga, aku mendekat pada sebuah perlintasan kereta api yang penuh dengan tali merah yang kuikuti itu.

Semuanya berakhir di sana. Semua tali itu mengarah ke tempat ini. Tali merah ini ada di seluruh bagian tempat ini. Mulai dari pembatasnya, hingga pos jaganya juga. Rel kereta api itu juga terblokir karena tali merah itu. Sangat aneh. Mengapa ada orang yang melakukan hal seperti ini?

Aku terus mendekat dan melihat semua hal aneh ini di sini. Tidak ada siapapun orang yang berada di tempat ini. Seperti hal ini sudah lalu dan dibiarkan saja. Tidak ada pula yang berusaha untuk memotong tali-tali berbahaya ini.

Yang lebih kupirkan saat ini adalah tentang orang yang melakukan semua ini. Aku benar-benar heran mengapa ada orang yang membuat dekorasi seperti ini. Padahal ini bukanlah perayaan halloween, natal atau sejenisnya.

"Apa yang kau lakukan di tempat ini sendirian?

Suara halus yang begitu dekat denganku membuatku sangat terkejut. Aku menengok melihat sosok pria yang sudah ada di sebelahku kiriku.

"Aku hanya... Berpikir tentang apa yang terjadi di sini."

Pria itu tersenyum padaku, "Oh... Begitu, ya?"

Aku mengangguk, "Kau tahu sesuatu tentang ini?"

"Tidak."

"Lalu... Apa yang kau lakukan di sini?" Tanyaku.

"Bukan sesuatu yang penting." Jawabnya dengan tetap mempertahankan senyumannya.

Aku mengangguk dan kembali melihat apa yang terjadi dengan tempat ini.

"SMA Izumiya."

Aku terkejut mendengar pria itu menyebut nama sekolahku, "Eh?"

"Kau sekolah di sana, kan?"

"Iya."

"Tidak begitu jauh dari sini."

"Benar."

Kami kembali mengamati tempat ini. Tempat yang tak biasa ini. Rasanya aneh jika aku tidak bicara padanya. Mungkin, aku harus mengenalkan diriku padanya.

"Um... Aku Hikari. Siapa namamu?"

Ia berbalik padaku dan kembali tersenyum. "Namaku Soul. Senang berkenalan dengamu, Hikari."

Aku ikut tersenyum bersamanya. Dia adalah sosok yang hangat dan selalu tersenyum padaku.

Soul.

Nama yang indah.

"Aku suka namamu, Soul."

"Terima kasih." Ucapnya sembari tetap mempertahankan senyuman hangatnya.

Red Autumn (Short Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang