04. DRAWING

13 1 0
                                    

"Amiyama Hikari."

Aku pergi ke meja guru setelah guruku memanggil namaku. Satu kertas besar penuh dengan goresan pensil diberikan padaku. Di bagian bawah kertas terdapat tanda tangan beserta nilai yang cukup tinggi. Sembilan puluh.

Aku begitu bahagia melihat nilai kesenianku yang tinggi ini. Ini adalah gambar perlintasan kereta api yang digambar dengan pensil. Lengkap dengan tali merah yang menghiasinya. Karena tema menggambar kali ini tentang sumber kebahagiaan, aku pun menggambar tempat itu. Tempat di mana aku biasa berbincang dengan Soul.

Sepulang sekolah nanti, aku akan menunjukkannya padanya. Aku yakin dia suka dengan gambarku ini. Aku sangat tidak sabar.

Beberapa temanku pun menghampiriku melihat nilai yang kudapatkan. Mereka semua kagum dengan hasil gambar milikku.

"Kau senang melihat kereta di tempat ini, ya? Aku juga senang melihatnya saat aku masih kecil." Itu kata salah satu dari mereka.

Memang. Mereka belum tahu tentang Soul. Aku tidak menceritakan apapun soal dia. Orang tuaku juga sama. Dia hanya tahu aku senang berjalan-jalan di musim gugur seperti ini. Memang benar. Tapi, aku juga datang ke perlintasan kereta api dan bicara dengan Soul.

"Aku suka gambarmu, Hikari!" Reina pun suka dengan karyaku ini.

"Terima kasih. Bagaimana dengan gambar kamarmu?" Tanyaku.

"Lumayan." Jawabnya.

Reina menggambar kamar sebagai sumber kebahagiaannya. Dia sungguh senang berada di kamarnya. Meluangkan waktu untuk bersenang-senang di dalam sana. Sebenarnya aku juga begitu. Tapi, tempat itu menjadi tempat baru yang berkesan bagiku.

Sangat berkesan. Karena Soul ada di sana dan selalu bicara denganku.

.
.
.
.
.

Soul melihat gambarku yang langsung kutunjukkan padanya ketika aku sampai di tempat ini.

"Gambarmu sangat bagus, Hikari. Aku menyukainya." Soul terpukau melihat gambarku.

Sesekali ia membandingkan gambarku dengan keadaan aslinya. Tidak begitu mirip, sih, karena aku menggambarkan berdasarkan memoriku. Aku baru datang beberapa kali ke sini. Tidak mungkin aku langsung mengingat visual tempat ini.

"Kau benar-benar menyukai tempat ini."

"Iya. Bicara denganmu di sini sangatlah menyenangkan. Aku senang bisa mengenalmu di sini."

"Aku juga. Aku bersyukur kita bertemu di tempat ini."

Aku memandangi perlintasan kereta api dan beralih ke arah langit, "Musim gugur ini sangat berbeda dari sebelumnya. Ini karena pertemuan kita berdua di tempat ini."

"Semua ini karena orang yang memasang tali merah itu di sepanjang jalan."

"Benar. Tanpa tali merah itu, aku tidak akan pernah kemari dan langsung pulang ke rumah."

Soul memberikan gambarku kembali padaku dan kami pergi untuk duduk di pos jaga.

"Kau bisa menggambar di sini, Hikari? Aku ingin melihatmu menggambar."

"Kau ingin melihatku menggambar?"

"Iya. Kau mau, kan?"

"Tentu jika kau ingin melihatnya!"

"Apa yang akan kau gambar?"

"Aku akan menggambarmu."

"Benarkah?"

"Iya! Aku bisa melakukannya! Tapi aku harus melihatmu saat menggambarmu dan kau tidak boleh mengintip! Ini akan menjadi kejutan!"

"Baiklah."

Aku mengeluarkan alat tulisku dan buku gambaku, kemudian mulai menggambar wajah Soul. Sesekali aku harus menatap wajahnya yang begitu bersih dan juga bercahaya. Senyuman di wajahnya selalu ada padanya yang membuatku meletakan senyuman hangatnya itu pada gambarku. Surai coklatnya yang pendek kuusahakan kugambar semirip mungkin.

"Sudah selesai?" Tanyanya.

"Belum. Sabar sedikit!"

Soul terkekeh, "Baik. Aku menunggu."

Aku terus menggoreskan pensilku di atas kertas. Ditengah konsentrasiku menggambar wajah Soul, aku melihat tali merah yang ada di tempat ini mengikat lehernya. Aku begitu terkejut melihatnya dan tali itu langsung menghilang dari lehernya.

"Apa kau baik-baik saja, Hikari?"

Aku segera memperbaiki sikapku dan mengangguk, "Iya. Aku baik. Sebentar lagi gambarnya selesai."

"Aku tidak sabar melihatnya." Ia mengintip melihat gambarku, tapi aku segera memeluk buku gambarku, "Sudah kubilang! Jangan mengintip!"

"Aku penasaran."

"Bersabarlah sedikit!"

Aku kembali dengan gambarku. Hanya sedikit detail dan goresan, selesai. Aku tersenyum dan membalikan buku gambarku untuk memperlihatkan hasil gambarku pada Soul.

"Wow, Hikari! Aku benar-benar menyukainya!

"Bolehkah aku memilikinya?"

Red Autumn (Short Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang