06. SOUL

11 1 0
                                    

"Soul! Soul!" Aku berteriak memanggil Soul yang berdiri membelakangiku di hadapan perlintasan kereta api.

Ia pun berbalik melihatku dan terkejut sekaligus heran dengan kehadiranku di sini. Aku berhenti berlari setelah aku tiba di hadapannya dan mengatur napasku hingga stabil.

"Hikari? Bukankah seharusnya kau bersekolah hari ini? Selain itu, kau terburu-buru sekali dan berteriak memanggilku. Seperti ada sesuatu yang berbahaya."

Aku menghadap padanya dan menarik napas panjang.

"Kau tahu, Soul? Tadi, aku berangkat ke sekolah. Aku melewati tali merah itu untuk memimpinku ke sana. Saat aku baru datang ke sekolah, aku melihat gedung sekolah yang berubah seperti tempat ini! Penuh dengan tali merah! Lalu..."

Aku bicara banyak sekali dan Soul nampak berusaha mencerna setiap perkataanku.

"... Begitu!" Aku terengah-engah setelah mengatakan semua itu padanya.

"Benarkah?" Ia hanya mengatakan satu kata setelah aku bicara banyak sekali.

"Iya! Aku sungguh bingung saat ini! Bagaimana bisa seseorang mengelilingi tali itu pada sebuah gedung besar!?"

"Ya... Dia melakukannya pada tempat ini."

"Benar, sih. Tapi gedung sekolahku jauh lebih besar dari tempat ini! Terpaksa sekolahku diliburkan dan kepala sekolah akan mencari cara agar kegiatan belajar mengajar di sekolahku tetap bisa berlangsung."

Soul tersenyum, "Semoga mereka bisa mencari jalan keluarnya dengan cepat."

Aku mengangguk, "Iya. Semoga saja."

Soul kembali menatap lurus melihat rel kereta api dan aku mencoba menenangkan diriku atas apa yang terjadi pagi ini. Sungguh. Hal ini kembali terasa aneh setelah aku merasa nyaman dengan keberadaan tali merah itu.

"Soul, apa kau punya pendapat mengapa seseorang mengikat tali merah di beberapa tempat?" Tanyaku.

"Tidak. Aku tidak tahu. Tapi yang jelas, seperti kataku, mereka pasti punya alasan. Hanya saja aku tidak mengetahuinya." Jawabnya.

"Kau masih sama denganku. Tapi, kau harus melihatnya sendiri. Di sana benar-benar buruk!"

"Aku akan melihatnya nanti."

"Baiklah."

Soul menengok melihat pos jaga dan kembali melihatku.

"Hikari?"

"Iya?"

"Ada sesuatu yang ingin kuberikan padamu."

Soul melangkah pergi menuju pos jaga dan aku mengikuti langkahnya, "Apa itu?"

Sesampainya, ia mengambil sebuah kotak merah yang cukup besar yang tergeletak di pos jaga, lalu memberikannya padaku.

"Soul? Apa ini?"

"Ini hadiah untukmu."

"Kau memberiku hadiah?"

Ia mengangguk, "Hadiah musim gugur."

Aku membuka kotak yang dia berikan dan isinya adalah sebuah syal berwarna merah.

"Ini..."

"Kau suka?"

"Ya ampun! Aku benar-benar menyukainya! Terima kasih, Soul!"

"Sama-sama. Coba pakailah."

Aku mengangguk dan memakai syal merah ini dengan melingkarkannya di leherku. Ini tidak begitu tebal mengingat ini adalah musim gugur yang masih belum begitu dingin. Namun, ini sudah menghangatkanku.

Aku senang menerima pemberian ini darinya. Aku tidak menyangka dia akan memberiku hadiah seperti ini. Soul tersenyum melihatku yang bahagia saat ini. Namun, aku melihat sesuatu yang meluncur dari matanya menuju pipi dan juga dagunya.

Dia...

"Soul?"

Aku tidak pernah melihatnya menangis sebelum ini. Tapi, dia tetap tersenyum padaku.

"Menagapa kau menangis?"

"Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja." Ia menghapus air matanya dengan tangannya, "Aku ingin kau memakainya terus selama musim gugur ini. Kau bisa melakukannya, Hikari?"

"Bisa. Aku akan memakainya terus untukmu, Soul."

"Terima kasih..."

"Sama-sama. Kau tidak perlu menangis lagi, Soul. Ayo kita menikmati hari ini. Aku akan berada di sini sampai sore untukmu.

"Kita bicarakan apapun yang bisa kita bicarakan. Memainkan apapun yang bisa kita mainkan. Aku akan menghiburmu."

Ia mengangguk dan aku menarik salah satu tangannya, "Ayo!"

Aku dan Soul bersenang-senang sepanjang hari ini. Dia kembali bahagia dan aku pastikan akan seperti itu terus. Aku ingin dia melupakan kesedihannya dan aku juga tidak ingin melihatnya menangis lagi. Entah mengapa... Ketika ia menangis tadi, aku bisa merasakan kesedihannya juga. Rasanya ingin menangis juga. Tapi, aku harus menghiburnya, bukan bersedih bersamanya.

Kami melakukan banyak hal hari ini dan aku tidak pernah bosan saat berada di sisinya. Soul adalah seseorang yang selalu bisa kuajak bermain. Dia senang bermain tebak kata, atau kejar-kejaran. Kami seolah kembali ke masa kecil kami di mana permainan itu masih sering dilakukan.

"Kena kau!" Aku menyentuh punggung Soul ketika aku berhasil mengejarnya.

Kami berdua berhenti berlari dan Soul berbalik padaku, "Kau selalu bisa menangkapku, Hikari. Kau handal dalam permaian ini."

Aku terkekeh, "Kau juga! Kau sangat lincah!"

Soul tertawa senang mendengar perkataanku aku pun tertawa bersamanya. Tapi, aku kembali melihat leher Soul yang terikat dengan tali merah yang ada di tempat ini. Tawaku sirna seketika dan tali merah itu segera menghilang lagi ketika Soul menyadari apa yang terjadi padaku.

"Kau baik-baik saja, Hikari?"

Aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi. Untuk apa aku melihat hal seperti itu?

Aku segera melupakan apa yang kulihat tadi dan menjawabnya, "Iya. Aku baik-baik saja."

Mengapa aku melihatnya lagi?

"Hikari? Sebaiknya kau pulang."

"Tidak. Aku baik-baik saja."

"Di mana rumahmu? Kau selalu mengatakan padaku bahwa rumahmu ada di sekitar sini. Aku akan mengantarmu."

"Tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri."

"Baiklah. Pulanglah, Hikari. Kau tidak boleh sakit."

"Tapi aku-"

"Pulanglah, Hikari! Kumohon..."

Soul... Dia...

"Baiklah. Sampai jumpa,-"

Tiba-tiba Soul meraih tanganku dan menarikku ke dalam dekapannya. Aku begitu terkejut dengan tindakannya yang begitu tiba-tiba ini. Tapi,

"Hikari... Terima kasih atas segalanya..."

Red Autumn (Short Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang