03. FRIENDS

20 1 0
                                    

Hari-hari berlalu. Hari ke sembilan, sepuluh, dan sebelas. Aku selalu datang ke perlintasan kereta untuk bertemu dengan Soul. Kami selalu bertemu di tempat yang sama. Biasanya, dia sudah ada di sana lebih dahulu dariku.

Lingkungan ini tidak berubah sejak lingkungan sekolahku diberikan tali merah. Atau mungkin aku tidak menyadari perubahan itu karena aku tidak melewati semua jalan di lingkungan itu.

Kami mengitari tempat ini sembari membicarakan banyak hal. Lebih tepatnya aku kembali bercerita padanya. Tugas sekolah, beberapa hari yang melelahkan, lainnya.

Sejauh ini Soul selalu memberiku solusi dan menghiburku jika aku sedang kesal. Dia adalah pria yang baik. Tapi, aku ingin sesekali dia yang mengatakan sesuatu atau bercerita padaku. Jangan hanya aku yang selalu membicarakan sesuatu padanya.

"Sejauh ini aku yang selalu bercerita. Apa kau punya cerita, Soul?"

"Kau ingin mendengar ceritaku?"

"Sangat! Tapi, jika kau tidak mau, aku tidak masalah. Tidak harus cerita, sih. Kau bisa berpendapat dan sejenisnya."

"Baiklah. Aku senang berada di sini. Melihat karya seni ini."

"Jadi, kau pikir ini adalah karya seni?" Tanyaku.

"Untuk apa seseorang melakukan hal seniat ini? Memberikan tali merah di seluruh tempat ini. Pasti seseorang punya tujuan dalam melakukan seuatu. Jadi, aku pikir ini adalah sebuah karya seni."

"Kau menyukainya?"

"Sangat. Makanya aku ke sini setiap hari. Sekaligus aku ingin bertemu denganmu, Hikari. Di tempat ini."

"Aku juga menyukainya dan aku senang bisa bertemu dan bicara denganmu di sini. Aku ingin berteman denganmu."

"Berteman?"

"Iya! Kalau kau tidak mau... Tidak apa."

"Aku mau menjadi temanmu."

"Benarkah?"

"Tentu saja!"

"Aku senang sekali! Aku akan datang setiap hari dan bicara denganmu!"

"Kau sudah datang ke sini setiap hari. Kau tidak perlu mengatakannya lagi."

Aku merasa sangat bahagia berada di sini bersamanya. Semuanya sangat menyenangkan. Mulai hari ini kami menjadi teman dan saling berbagi satu sama lain. Kami pun melanjutkan pembicaraan lain dan itu terus menyambung dan menyambung hingga hari mulai gelap kembali.

Besok harinya, di hari sabtu, aku datang dengan membawa makanan kecil untuk kumakan bersamanya sembari bercerita berbagai hal. Dia sangat menyukai makanan yang kubawakan padanya. Kami terus bercerita dan bercerita sembari menikmati musim gugur dan perlintasan kereta api yang dipenuhi tali merah ini.

Tempat ini seperti milik kami. Tak ada satupun orang yang melintas ke tempat ini saat kami bicara. Tempat ini berada di sebuah jalan yang cukup besar. Namun, tidak ada satupun orang yang melewati tempat ini. Kami juga tidak pernah melihat kereta yang melintasi tempat ini.

Soul mengatakan bahwa jalur ini memang sudah tidak digunakan, jadi tidak pernah sekalipun kereta melintas di sini. Untuk masalah sepinya tempat ini, dia tidak bisa berpendapat. Aku setuju dengan penjelasannya itu. Memang masuk akal sejak tidak ada satu pun kereta yang melintas saat kami bicara. Apalagi, tali di sini tidak ada yang putus atau rusak. Semua tali ini masih berada di tempatnya. Tanpa sentuhan dari kami berdua.

Hanya kami berdua yang menikmati tempat ini. Hanya kami yang selalu meluangkan waktu untuk berbincang di tempat ini. Hanya kami yang selalu bermain di tempat ini. Tempat ini adalah tempat kami bertemu pertama kali sekaligus tempat kami selalu bertemu dan bicara.

Kami selalu bertemu pukul setengah lima sore setiap hari. Karena pada waktu itu kami bisa bertemu. Karena pada waktu itu aku biasanya hadir di tempat ini.

Kami akan terus bertemu di sini dan melepaskan penat kami berdua di sini. Melewati musim gugur yang indah bersama seorang teman itu menyenangkan.

Red Autumn (Short Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang