Bukannya ingin menutup diri, tidak pula menyandang gelar si pendiam. Melainkan rasa terpaksa itu mengikat dengan keharusannya. Jisu membenci alasan di balik semua itu. Berteman dengan satu kotak bekal makan siang dan menjadi satu-satunya penghuni kelas saat jam istirahat siang seperti ini menjadi norma yang harus ia patuhi. Salahkan saja Jieun yang bahkan tak mampu membayar iuran makan siang bulanan untuknya.
Merapikan kotak bekal, Jisu memutuskan untuk mengunjungi perpustakaan setelah mengisi perut. Self studying time setidaknya berlangsung dua kali empat puluh lima menit sebelum kelas tari modern dimulai. Mencari referensi atau sekadar menyaksikan video dance cover di internet terdengar seperti ide yang bagus. Siapa tahu ia mendapatkan inspirasi untuk menciptakan beberapa dance routine baru.
Menapakkan langkahnya keluar kelas, suara lantang Miss Hyo menghentikan tujuan gadis itu. Jisu berbalik, menoleh ke arah sang guru dan mendapatinya tengah bersusah payah membawa beberapa tumpuk kardus di tangannya. Jisu bergegas menghampiri untuk menawarkan bantuan.
"Untung saja aku berpapasan denganmu. Terima kasih, Jisu-ya." Miss Hyo tersenyum penuh terima kasih setelah menyerahkan sebagian barang bawaannya kepada Jisu. Pun ia menuntun langkah mereka menuju ruang guru.
Setibanya di ruang guru, Jisu tak langsung berpamitan. Sekali lagi menawarkan bantuannya kepada Miss Hyo. Tentu saja hal tersebut mendapat senyum lebar dari sang guru tari. Membiarkan Jisu mengambil alih tugasnya menata beberapa dokumen ke dalam lemari sementara dirinya sendiri sibuk dengan hal yang lain.
Suara ketukan pintu menyita perhatian Miss Hyo dari tugasnya. Perempuan berambut pirang sebahu itu pun menyuarakan kata, "Masuk." Sepuluh detik setelahnya pintu ruangan terbuka, menampilkan sesosok murid laki-laki.
"Tuan Do, adakah yang bisa saya bantu?" Melepas kaca mata baca yang ia pakai, Miss Hyo menyambut kedatangan Kyungsoo dengan senyum cantik.
"Maaf mengganggu waktu Anda, Miss Hyo." Kyungsoo menunduk hormat sebelum menghampiri. "Saya membawa surat izin untuk menggunakan studio tari," jelasnya menyerahkan surat dari Guru Kang kepada Miss Hyo.
Sang guru tari menerima dengan senang hati, mempelajari proposal yang datang bersamanya. Tersenyum ia akan detail yang ditemui. "Saya dengar kau juga akan mengadakan audisi di depatemen kami? Well, saya pasti menyuruh beberapa murid terbaik untuk mengikutinya."
"Terima kasih atas perhatian Anda, Miss Hyo. Bolehkah saya meninjau ruang latihannya sekarang?" pinta Kyungsoo sopan.
"Tentu saja boleh." Miss Hyo memeriksa jadwal pemakaian studio tari sebelum membiarkan Kyungsoo menggunakan studio lima. "Tidak ada jadwal latihan untuk studio lima, jadi kau bisa menggunakannya sesukamu." Miss Hyo tersenyum, menyerahkan kunci ruangan tersebut kepada Kyungsoo. Namun, setelahnya ia terlihat mencari seseorang. "Jisu-ya, jika kau sudah selesai dengan pekerjaanmu, bisakah kau mengantar Tuan Do ke studio lima!"
Dug!
Lee Jisu hampir saja melompat dari tempat persembunyiannya di belakang salah satu meja. Ketika ia mendengar Miss Hyo menyapa salah seorang murid dengan marga Do, ia tahu siapa yang dimaksud. Bukannya ingin menghindar atau takut berpapasan dengan Kyungsoo. Toh ia sudah berjanji kepada Yeji untuk tidak menyerah dan tetap berencana mengikuti audisi itu. Hanya saja ia tidak menyangka harus berhadapan dengan Kyungsoo secepat ini.
"B-baik, Miss Hyo," timpal Jisu pelan, perlahan muncul dari balik meja untuk menghampiri Miss Hyo. Tak berani menatap ke arah Kyungsoo, Jisu hanya mampu berdiri di samping sang guru seraya menunduk.
"Oh ya, Lee Jisu adalah salah satu murid terbaik di departemen ini." Miss Hyo merangkul pundak Jisu, membuat si pemilik kepala menunduk tepaksa mengangkat wajah untuk tersenyum canggung ke arahnya. "Kau pasti sudah mendengar audisi tari untuk proyek musim panas Tuan Do, 'kan?" tanya Miss Hyo semangat. Anggukan kecil dari Jisu menjadi jawaban. Sang guru pun tersenyum, menepuk pundak Jisu pelan. "Kau harus mengikuti audisinya!" Jisu kembali tersenyum canggung dan mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Days of Sunshine
Fiksi Penggemar[Completed] Aku percaya sang mentari tidak pernah berhenti berpijar, terus bersinar tanpa mengenal pembagian waktu. Siang dan malam bukan kawannya. Hanya tahu caranya berbagi cahaya untuk siapa, kapan, dan di belahan bumi mana saja. Aku ingin meni...