6. tapi sayang

10 0 0
                                    

Hari ini aku sedang berada di rumah arun untuk mengerjakan deadline proposal acara seminar yang sebentar lagi diadakan dikampus.

"Kamu punya utang cerita run."
"Inget aja kamu."
"Ayo cepat cerita."
"Jangan marah karna ini rahasiaku."
"Main rahasia rahasiaan nih denganku?"

Kami diam sejenak.

"Ingat galih?"
"Ingatlah."
"Dia calon suamiku."
"Hah?"
"Zel akhir akhir ini kamu sering ngeluarin kata hah hah hah."
"Jangan main main run."
"Aku mau nikah bukan mau main. Aku akrab sama buana karna dia calon adik iparku nanti."
"Pacarannya kapan?"
"Dari aku semester dua."
"Kamu kapan pacarannya perasaan kamu sama aku terus run."
"Emang kamu doang yang boleh ngerasain jatuh cinta. Aku udah lebih dulu kenal sama yang namanya cinta."
"Ishh arun kok bisa sih, terus mau kapan nikahnya?"
"Setelah aku lulus."
"Kamu gak mau kerja dulu?"
"Zel yang dibutuhin perempuan itu ilmunya untuk mendidik anak kelak bukan perihal praktiknya."

Ucapan arum membuatku terdiam.

"Galih itu udah lulus belum?"
"Dia udah kerja zel."
"Dimana?"
"Kamu lebih protektif dari ibuku zel."
"Run serius aku gak mau kalo sahabatku gak bahagia nantinya."
"Galih itu pimpinan dokter bedah dirumah sakit keluarganya."
"Wah kaya dong."
"Dasar kamu."
"Berarti buana bakal kayak galih ya."
"Buana itu bungsu dikeluarganya. Buana itu anak yang paling bisa membantah. Jadi kemungkinan buana gak akan seperti galih zel. Keinginannya itu nomor satu dan gak suka dikekang orangnya. Suatu saat kamu akan mendengar alasan dia jadi dokter itu apa. Saat kamu mendengar kamu akan dibuat takjub olehnya. Percaya deh."

Arun menjelaskan dengan panjang lebar tapi tetap saja tidak kumengerti dengan mudah.

"Yaudah aku bakal tunggu dia cerita."

Seberani itu arun mengambil keputusan yang besar untuk hidupnya. Jauh berbeda denganku yang tidak ingin bertanggung jawab atas kebahagiaan orang lain.

Buana adalah tuan yang bisa memimpin dirinya sendiri. Ia mampu bertindak tanpa arahan orang lain. Aku suka takjub sama buana yang apa-apa gak mesti tunggu dipinta. Gak heran sih kalau aku akan dibuat takjub setiap saat olehnya.

○○○○

Hari ini buana memintaku untuk menemaninya, gak tau mau dibawa kemana aku ikut aja asal yang membawaku itu buana.

"Hai nona." Sapa buana yang datang tiba-tiba
"Buana?"
"Nona sedang apa?"
"Sedang mencari lebah."
"Untuk apa?"
"Untuk kuhisap madunya."
"Ada ada aja." Ujarnya sembari mencubit hidungku pelan
"Sakit bun."
"Kamu tunggu sini aku mau jemput gerbang masa depanku."
"Siapa?"
"Pak atep. Kenapa? Cemburu kalo aku jalan berdua dengan pak atep?"
"Kalo bisa yang lama jalannya."

Buana beranjak dari tempatnya menuju ruang dosennya. Kali ini aku harus belajar bagaimana menyenangkan hati seorang buana.

"Sudah?" Tanyaku pada buana yang sudah kembali tapi kali ini bersama dosennya

"Pak kenalin dia nona zeel. She's mine pak. Cantik kan baik hati lagi. Jadi saya mohon ya pak tolong acc yah pak proposal yang kemarin, soalnya lagi ada yang menunggu kesuksesan saya pak."
"Ada ada aja kamu. Buana kamu itu calon dokter hebat jangan pecicilan seperti ini."
"Dengar tidak zeel?"
"Kenapa bun."
"Aku calon dokter hebat yang pecicilan tapi disayang sama pak atep. Kamu jadi cemburu sama pak atep gak?"

Dasar buana. Seringan itu dia berbicara didepan dosennya bawa-bawa namaku lagi.

"Sudah saya pergi dulu ada urusan. Dijagain nih nona kamu dia gadis yang buat kaum adam bisa ambyar."

Aku dan buana sama-sama terkejut mendengar ucapan pak atep.

Aku menatap buana sembari menggeleng-gelengkan kepalaku.
Aneh tapi menyenangkan.

"Jadi pergi?" Tanyaku
"Jadi.. aku jamin kamu akan senang."

Selama perjalanan tidak henti-hentinya buana membuatku tertawa karna celotehannya.

"Katanya bunda mau kenal kamu."

Deg.

Mendengar ucapan buana membuatku diam sejenak.

"Kamu kenalin aku ke orang tuamu?"
"Iyalah bahkan dari sma udah aku ceritain."
"Orang tuamu itu seperti apa?"
"Seperti orang tua sewajarnya."
"Oh..."
"Kamu takut?"
"Wajar kan ya kalo aku takut."
"Orang tuaku baik tenang saja."

Dia mencoba menenangkanku dengan menggenggam erat tanganku.

"Baru pertama kali ya untukmu?"

Aku hanya membalas dengan anggukan.

"Semoga ini juga jadi yang terakhir untuk kamu."
"Maksudnya?"
"Semoga aku jadi awal dan akhir buat kamu ya zeel."

Lagi-lagi buana membuatku melambung tinggi. Aku juga berharapnya begitu semoga dia menjadi bahagiaku.

Buana menghentikan mobilnya di sebuah pekarangan yang luas dengan hamparan rumput hijau.

"Ini dimana?"
"Pulau jawa bagian timur."
"Pasti tempatnya jauh."
"Sesuai sih sama berapa lama kamu tidur tadi."
"Kenapa gak dibangunin tadi diperjalanan?"
"Kasihan. Nona nya sedang tertidur pulas layaknya putri salju."
"Apa sih kamu." Ujarku memukul kecil lengannya

Ah aku dibuat meleleh seperti ini olehnya. Buana membelai rambutku dengan lembut.

"Cantik."

Aku hanya bisa tersenyum.

"Manis."

Buana aku mohon berhenti pipiku sudah mau meleleh rasanya karna terlalu banyak dibuat senyum olehnya.

"Jutek."

Sudah dibawa terbang tinggi malah dijatuhkan begitu saja.

"Tapi sayang." Ujarnya sambil memamerkan sederet giginya.

Yah dibawa terbang lagi deh. Buana memang paling jagonya.

"Yuk."

Ajak buana yang masih tetap menggenggamku. Kami memutuskan untuk duduk disebuah gazebo bernuansa putih menikmati angin sore ditepi bukit yang sejuk ini sambil menunggu senja datang.

"Kamu gak capek bun?" Tanyaku
"Capek apa?"
"Buat aku bahagia seperti ini tapi kan belum tentu aku punya rasa ke kamu."

Buana malah tertawa mendengar ucapanku.

"Ada yang salah dengan ucapanku?" Tanyaku
"Engga sih."
"Terus kenapa ketawa?"
"Zeel kebahagiaan ini belum seberapa, aku akan terus berusaha buat kamu bahagia sampai kesedihan gak berlaku lagi dikamus hidupmu."

Entah kenapa air mataku mulai turun disaat yang tidak tepat seperti ini.

"Yah malah sedih."
"Ini bahagia buana."

"Kamu itu aneh, Buana."
"Emang kenapa kalau aku aneh?
"Harusnya aku gak jatuh cinta sama orang aneh kayak kamu."
"Tapi nyatanya kamu jatuh cinta kan?"

Azel menganggukan kepalanya. Ia mengakuinya.

"Aku juga heran kenapa ini semua bisa terjadi." Ucapku
"The power of Buana."

Hal receh seperti ini saja bisa membuatku tersenyum.

"Wah.." ucapnya sambil melihat ke arah matahari terbenam
"Kenapa?" Tanyaku
"Senja disini gak seindah perkiraanku."
"Ini indah kok. Beneran deh."

Buana menggelengkan kepalanya.

"Selagi disampingku ini ada azelia rinda, kayaknya gak akan ada hal yang lebih indah."

Tanpa ada kata-kata apapun lagi.

Ia menciumku.

ANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang