"Hahaha gk kena, gk kena wleeekkk"
Elio terlihat terbaring diatas ranjang miliknya, matanya menatap keatas langit langit kamar, ia terdiam dengan kuping mengarah kearah suara teriakan anak anak dibawah. Suara beberapa sepupunya yang tanpak sangat kencang. Ia langsung terbangun dari berbaringnya dan berjalan dengan pelan keluar dari kamar miliknya dan berdiri disamping tangga.
Menatap para sepupunya yang terlihat sangat semangat bermain bersama. Ia menunduk dengan wajah sedih, seandainya ia bisa ikut bermain bersama mereka pasti sangat seru, tapi itu hanya seandainya.
"Siniin bolanya kai! Kita main barengan biar seru"Teriak salah satu sepupu Elio, Anita. Ia mencoba meraih bola yang dipegang oleh kai yang tanpak lebih tinggi darinya.
"Ayo ambil kalau bisa, huuuu dasar pendek!"Ledek kai kearah Anita yang tanpak kesal disampingnya.
"Ayolah Vazo siniin bola itu, kita main bareng"ujar salah satu dari mereka, Geo.
"Iya iya, yaudah ayo kita main bareng"Mereka terlihat bermain bersama tanpa menghiraukan keberadaan Elio dirumah itu. Padahal rumah yang mereka tempati bermain sekarang adalah rumah milik Elio, tapi mereka tanpaknya tak ingin bemain bersama sepupu mereka itu.
Elio terdiam sambil menunduk, selama ia hidup tak pernah ia rasakan bermain seperti anak anak seumurnya, ayahnya selalu menyuruhnya untuk belajar belajar dan belajar. Jika ia meminta bermain, maka sang ayah akan sangat marah.
Ia merasa seperti dikekang oleh ayahnya, namun ia tidak akan pernah marah karena mungkin ayahnya tidak ingin ia menjadi anak yang bodoh, yah bodoh.
Ia tersenyum kecut, lalu sedetik kemudian ia berbalik meninggalkan tempat berdirinya tadi dan berjalan kearah kamar miliknya. Tempat untuk menenangkan pikiran kecilnya. Mungkin semua orang tidak tau kalau kamar ini adalah tempat curhatnya. Ia selalu bercerita tentang kesedihannya didalam kamar itu, seperti ia melihat wajah ayahnya disana dan mendengarkan setiap curhatan hati kecilnya.
Jika seandainya ia mempunyai ibu, mungkin semua ini tidak akan pernah terjadi.
••••••
Nana berjalan dengan sedikit tergesa gesa, ibunya menelpon jika ada seseorang yang datang kerumahnya dan ingin bertemu dengannya, ia tidak tau siapa yang datang kerumah, bunda menyuruhnya untuk pulang dengan cepat. Ia jadi merasa penasaran dengan siapa yang ingin sekali bertemu dengannya. Tidak biasanya bunda menyuruhnya untuk cepat cepat pulang karena ada orang dirumah.
"Ya ampun siapa sih yang datang kerumah sampai sampai bunda suruh pulang cepat, untung pekerjaan aku udah selesai"Ia menatap jam yang ada dipergelangan tangan kanannya, keningnya mengkerut saat melihat jam menunjukan sekitar 19.30.
Brukkk....
"Aduh"Nana mengelus keningnya yang terasa sedikit sakit, ia mendongak dan menatap ke depan untuk melihat siapa yang telah ia tabrak hingga membuat keningnya terbentur.
Saat melihat siapa yang ia tabrak tubuhnya langsung menegang seketika, sial!
"Eh pak Kaisal, maaf pak sa...saya gk sengaja"Kaisal menatap Nana dengan pandangan yang tak bisa dijelaskan, sedangkan Nana terdiam dengan rasa gugup yang mengguncang hatinya.
"Hmm"Kaisal hanya bergumam lalu berbalik meninggalkan Nana yang terlihat kebingungan.
Kening Nana mengkerut "aneh, kenapa pak Kaisal gk marah ya pas aku tabrak dadanya. Pak Kaisal sedang ada masalah?"Gumamnya dengan heran, lalu sedetik kemudian ia langsung menaikan kedua bahunya cuek.
Ia berjalan keluar dari kantor dan segera ingin masuk kedalam mobil, namun langsung tertahan saat suara seseorang terdengar disampingnya "bisa kita bicara sebentar?"
Suara maskulin yang sangat ia hafal betul betul itu bertanya kearahnya, lalu Nana membalikan badannya dan melihat Kaisal yang menatap dengan pandangan yang tidak bisa dijelaskan. Jujur saja Nana merasa sangat gugup ditatap oleh Kaisal seperti itu.
"Mau bicara apa pak?"Empat kata itu langsung keluar dari bibirnya.
"Ada sesuatu yang mau aku kasih tau sama kamu, kita bicara di mobil saya, bagaimana?"Nana terdiam saat Kaisal berbicara tentang mobil, bicara di mobil? Kenapa gk dimobil ia saja, atau pak Kaisal mau melakukan sesuatu terhadapnya? Kok ia jadi takut ya?
"Kamu gk perlu takut sama saya, saya gk bakal macam macam kok"Nana terdiam, lalu sedetik kemudian ia mengangguk.
Kaisal tersenyum tipis, lalu mereka berdua pun langsung masuk kedalam mobil kaisal. Didalam keduanya sama sama tanpak terdiam, tidak ada yang ingin memulai percakapan, membuat suasana disana semakin menegang.
"Kamu udah punya pacar?"
Satu pertanyaan itu terdengar disudut kupingnya, punya pacar? Nana menatap Kaisal yang juga menatapnya, sedetik kemudian ia berdehem "saya gk punya pacar pak"
"Kalau gebetan?"Nana menggeleng menggelengkan kepalanya untuk menjawab, dia merasa sangat gugup dan sedikit bingung saat bossnya bertanya tentang hal seperti itu. Ada apa sebenarnya dengan pak Kaisal.
"Saya seorang duda berumur 30 tahun, punya anak berumur 5 tahun. Umur kita berbeda hanya 9 tahun, apa kamu tidak keberatan?"Kaisal menatap wajah Nana dengan pandangan intens.
Deg... Suara jantung Nana terasa di dadanya, Nana bukan gadis polos yang tidak tau apa maksud dari ucapan dari Kaisal, tapi ia merasa ini seperti mimpi, apakah ini benar benar pak Kaisal, pria tampan dingin yang berkedok sebagai CEO muda di perusahaan tempat ia magang. Apakah ini benar benar Pak Kaisal, sang CEO yang sangat ia Kagumi sedari SMA? Apakah ini benaran. Kalau ini hanya mimpi tolong bangunkan Nana, please.
"Saya tau kamu kebingungan tentang beberapa pertanyaan saya tadi"Nana terdiam masih dengan jantung berdegup dengan kencang, ia hanya bisa menunduk sambil memainkan kedua tangan lentiknya, meremas pelan, hanya itu yang ia lakukan sedari tadi.
Kaisal menatap Nana dengan intens, entah kenapa ia ingin serius dengan gadis didepannya ini. Memang mereka baru saja bertemu beberapa Minggu yang lalu. Kalau Kaisal bilang ia jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Nana apakah salah?
Ia sebenarnya tidak ingin melakukan hal memalukan seperti ini, ia juga tidak ingin kembali menikah untuk yang kedua kalinya, tapi mengingat permintaan putra kecilnya, hatinya sungguh merasa sangat sedih. Kalau ia ingin membahagiakan putranya apakah salah, ia ingin melihat senyuman lebar dibibir sang putra untuk pertama kalinya dalam hidup Elio, hanya itu yang ia inginkan.
"Saya tau kamu masih muda jika menyangkut tentang keseriusan. Kita baru bertemu dalam beberapa Minggu ini, jika saya harus jujur didepan kamu, apakah kamu percaya jika Saya mencintai kamu dalam pandangan pertama? Saya tau kamu gk bakal percaya semua ini, saya_"ucapan Kaisal dipotong oleh Nana dengan cepat.
"Saya percaya kok pak, saya percaya" Kaisal menatap Nana dengan senyuman lebarnya, membuat Nana yang melihat itu merasa sangat gugup. Jujur ia sangat senang mendengarnya.
"Saya hanya bisa bertanya hari ini saja, apakah kamu terima jika saya menjadi imam kamu?"Tolong jangan bangunkan Nana dari mimpi ini ya Tuhan, sungguh ia merasa sangat senang jika Kaisal benar benar melamarnya, apakah benar benar lamaran?
Nana menatap Kaisal yang terlihat sangat tampan disampingnya, Kaisal menatapnya dengan intens sedangkan Nana menatapnya dengan menahan rasa bahagianya.
"Na, gimana? Kamu terima gk lamaran saya?"Nana tersenyum dengan lebar dan mengangguk dengan semangat.
"Iya pak saya terima, saya terima bapak jadi imam saya"Jawaban itu membuat Kaisal tersenyum dengan lebar, membuat Nana merasa melayang, sungguh sangat tampan senyuman mu calon imam ku.
"Saya akan datang kerumah kamu lusa dengan kedua orang tua saya"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Cepat amat ya lamarannya pak Kaisal cuuuuu......
Kalian suka kan cerita gaje dari aku??????
Maaf ya kalau jelek!.
KAMU SEDANG MEMBACA
Future Mommy Or Daddy
General FictionElio Fernandes Chio, seorang anak berusia 5 tahun yang memiliki impian kebahagian disela sela masa kecilnya. Kedua orang tua yang tak pernah memberikan kebahagiaan dimasa masa pertumbuhannya membuat Elio menjadi anak yang pendiam dan kurang bergaul...