Berondong Bening

315 29 3
                                    

Hari itu adalah Jum'at keduaku di kantor baru. Lantai atas seperti biasa, sunyiii! Karyawan shift siang belum pada datang, yang shift malam sudah pada balik ke alamnya masing-masing. Saat keberanianku sedang minim, aku akan mengekor rapat ke Irwan. Daripada merinding bajay, clingak-clinguk tak tenang, ngeri 'karyawan' shift malam ada yang dadah-dadah mau pamitan.

Isengnya Irwan juga kumat di hari Jum'at, menceritakan kisah horror semalam, yang didapatnya dari Pak Satpam yang jaga malam. Habis cerita, dia tak tanggung jawab, meninggalkanku yang sedang ngepel. "Kade nya (awas ya), Teh, sok menclok di tangga," katanya, sembari turun. Kalau sudah begitu, aku ngepel lorongnya miring, tak mau membelakangi tangga, lalu buru-buru turun. Sebodo ah, bersih atau kagaknya mah. Horror.

Aku melipir ke pojokan bordes tangga, karena ada orang yang naik. Dianya nunduk, tapi lalu mendongak dan senyum waktu melihatku. Omijooo, ganteeeng! Muaniiiiez. Kuliatin sampai mas-masnya menghilang di Sacred Place. Staff IT?

Tak lama kemudian, Mas Gantengnya ke pantry saat aku sedang nyuci wadah sambil ngayalin dia. Aku sempat mematung sejenak, terpesona. "Oh, ada yang bisa dibantu, Mas? Eh..., Pak?" Tanyaku, grogi. Dianya senyum dikulum.

"Nggak usah, Mbak. Cuma mau bikin kopi," jawabnya, maju ngambil cangkir di rak, dan juga toples stainless di laci penyimpanan para demigod. "Oh, habis," gumamnya.

"Kopi apa, Pak?" Tanyaku, membuka laci tempat penyimpanan stok amunisi rutin.

"Itu aja, Mbak!" Dia nunjuk salah satu merk kopi sejuta umat yang paling terkenal se-Nusantara. Dia mengambil panci kecil dan merebus air dari galon, lalu menyeduh sendiri kopinya, seperti sudah terbiasa begitu. Mandiri sekali. Aku mundur ke tembok, merhatikan.

"Baru masuk hari ini?" Mas ganteng nanya sambil noleh dikiiiiit, masih ngaduk kopi. "Dari minggu kemarin," jawabku.

Rusmiati dan Irwan masuk nyaris berbarengan. "Bapa~k!" Rusmiati manggil manja, kagak ada segan-segannya. Mas Ganteng berbalik, setengah duduk ke pinggiran kitchen set. "Bapak mah pilih kasih, ih. Masa Irwan dikasih oleh-oleh dari Belanda, tapi Rusmi nggak?" Rusmiati merajuk.

"Yang mana, ya?" Mas Ganteng bingung, nyeruput kopinya, tapi matanya sempat melirikku.

"Itu, Bapa~k, gantungan kantong (tas)," jawab Rusmiati, masih bermanja.

"Ooh, ekor bajing? Haha. Bukan oleh-oleh itu sih. Aku dikasih sama teman. Mau? Nanti kumintakan," ujarnya. Irwan cekikikan, berhasil manas-manasin Rusmiati, bilang dapat oleh-oleh dari beliau. Rusmiati merengut ke Irwan.

"Eh, iya! Tah, ini Ceu, yang namanya Pak Daru. Udah ketemu kan?" Rusmiati nanya sambil menepuk lenganku. Aku terkesiap ditanya begitu, tengsiin. "Minggu kemaren mah lagi ke Belanda. Ya, Pak?" imbuhnya. Kubaca nametag-nya, tertulis "Daru Aryo".

Ini toh demigod yang sering disebut itu. Kenapa aku girang begini? Wahahaaay. Aku legaaa, kegantengannya melebihi ekspektasiku. Tadinya aku meragukan orangnya sebagus cerita mereka, malah kebayang modelnya tak jauh-jauh dari Imad. Ah, syukurlah.

"Kenapa memangnya?" Mas Ganteng nanyanya ke Rusmiati, tapi melihatnya ke si guwe. Aku jadi salting.

"Nggak apa-apa, Pak. Si Ceuceu nanya, Pak Daru teh yang mana," jawab Rusmiati. Aku makin keder. "Ya elunya juga, nyebut-nyebut bae," jejalku.

"Biasa lah, Pak, cewek mah obrolannya gak jauh-jauh dari cowok ganteng," sela Irwan.

"Wajar itu mah, Wan. Si guwe kan masih normal. Ya kan, Rus?" Ujarku.

"Iyah. Kamu mah sok sirik ajah. Sirik itu tanda tak mampu. Tak mampu seperti si Bapak," timpal Rusmiati sengit. Mas Ganteng memperhatikan nametag-ku. Tanya aja langsung, Pak, gak usah malu-malu. "Atuh mana oleh-olehnya, Pak?" Tanya Rusmiati. Dih, masih nagih, nyadong.

OKB (Officegirl Kurang Belaian) ~ Miss DeluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang