Officegirl Elit

308 34 2
                                    

Sehari sebelum audit eksternal ISO, kubantu Bu Lisda membereskan dokumen Operasional. Dia menggerutu mulu. Rungsing dengarnya. Iya-iyain aja, biar cepat diam. Belum juga selesai, dia sudah pulang, menyerahkan sisanya padaku. "Brengsek!" Aku ngumpat berkali-kali. Masalahnya, kantor sudah sepiii, tinggal segelintir manusia lagi yang aku tak kenal. Kubereskan dokumennya jadi ngasal aja, pokoknya terlihat rapih, keburu kemalaman aku pulangnya. Gimana besok aja!

Gustii, hujannya juga bikin merana. Hanya aku seorang yang berdiri di trotoar. Angkotnya tak kunjung datang pula. Lengkap benar penderitaanku hari ini.

Sekitar lima belas menitan kemudian, sebuah SUV hitam keluar dari gerbang kantor. Pijakanku goyah, dadaku sar-ser lihat orang yang nyetirnya. Mobil itu berhenti di depanku, dan Pak Daru menurunkan kacanya. "Sedang apa di sini?" Tanyanya cemas. Kujawab nunggu angkot. Pak Boss membukakan pintu dari dalam. "Masuk! Kuantar," titahnya. Aku sungkan, padahal mau bangeeeet diantar oleh sang beliau. "Cepat, Me! Hujan!" Katanya.

Canggung begini, diem-dieman. AC-nya dingin banget oooi! Entah karena pengaruh suasana yang juga dingin, entah akibat bajuku yang lembab akibat kehujanan. Kutiupi tanganku yang pucat keriput. Sang beliau melepas sweaternya, lalu menyerahkannya padaku. Nyuruh kupakai! Walaah, Jangan, Pak! Bahaya, pingsan nanti eikeuh. Kuselimuti saja tangan dan pangkuanku. "Pakai, Me! Nanti masuk angin," ulangnya.

Sepertinya Bapak Ganteng nan rendah hati ini pun tak luput dari sindrom manusia tampan: anti ditolak. Baiklah kalau Bapak memaksa. Ya Tuhaan! Kuatkan akuh! Angeeeet, berasa sedang dipeluk si dia, bikin aku lemas. Wanginya kayak nempelin aku. Chaos inside ini mah, jadi gemetaran. Astagfirullaah... Alhamdulillaah.... Ihhiiir!

"Motornya kenapa?" Tanyanya. Kujawab sedang dipakai kakak. "Gak minta dijemput Masnya?" tanyanya lagi.

"Mas siapa?" jawabku. Weh, jangan-jangan maksudnya si Mas Dwi. "Orang yang waktu di BEC itu? Benclung!" Aku sebal kalau ingat orang itu. Pak Daru melirik lalu senyum. Astagah! Pipiku berasa ditempelin timbel anget. Ingat pertanyaan "Mau kabur?". Makin kacau dah perasaanku.

"Kamu gak bilang jadi officegirl, kan?" tanyanya. Aku menggeleng. "Berapa lama kerja di konsultan ISO?" Tanyanya. Duh, langsung ke sini.

"Berapa lama yah? Dari kul....," jawabku, lalu, grep! Aku diam, nyaris keceplosan, kulirik sang beliau, nampak fokus ke depan. "Lumayan lama. Tetangga sih, Pak," jawabku, berusaha tenang. "Eh? Ini kita mau ke mana, Pak?" Kutegakkan badan, celingak-celinguk.

"Antar kamu pulang lah," jawabnya.

"Rumah saya di Cicadas, Pak. Ini sih berlawanan arah," kataku.

"Astaga!" Dia menggumam sendiri, lalu nunggu lalu lintas kosong untuk putar balik.

"Waah, dah gak konsen. Gak apa-apa saya pakai angkot aja," kataku, basa-basi. Gak mungkin lah dia setega itu menurunkan gadis imut innocent ini di pinggir jalan. "Kamu tunjuk jalannya!" Katanya, lalu krik-krik-krik lagi. Kulirik jam di dashboard; 20.20.

"Kuliahmu jurusan apa?" Tanyanya. 0_0 Omijooo, dadaku grubugan, kayak puluhan kuda lari serentak, begitu pintu startnya dibuka. Yaa Salaam...

Dia noleh. Deg-deganku parah, sampai lutut gemetar, tangan anyes kemecus. Tarik napas. Yowis lah, pasrah. Whatever happen, let it happen. "Akuntansi," jawabku.

"Kok jadi officegirl?" Dia nanyanya kalem gitu, seakan duniaku tak sedang kena lindu.

"Pengen aja," jawabku, selewatnya di pikiran.

"Kamu serius sama kerjaan kamu sekarang? Kalau iseng sih mending berhenti aja!" Ujarnya. Badanku kayak kesetrum, untung gak kejang-kejang. Keras amat peringatannya, walau nadanya tenang sekali. "Atau ada alasan lain?" Tanyanya. Aku tak berani jawab. Takut, boo'. "Tadinya kupikir kamu sekedar cerdas. Siapa tahu bisa naik jadi staff. Kalaupun harus kuliah kan bisa sambil jalan," katanya. Aku masih diam.

OKB (Officegirl Kurang Belaian) ~ Miss DeluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang