Gara-gara Audit

265 32 1
                                    

"Nanti audit keuangan, kamu dampingi saya ya!" Kata Bu Sas.

"Hah? Saya Bu?" Aku melongo.

"Ya iya! Seperti kemarin," ujarnya.

"Oooh, iya Bu," jawabku ngambang, sambil mikir. "Emang kapan auditnya, Bu?"

"Bulan depan. Tapi saya belum tahu tanggalnya. Tanya Daru deh," jawabnya.

Berasa disiram air kembang tujuh rupa, hatiku meletup kayak permen poprock. Tugas manis semriwing nih. "Iya Bu!" Jawabku, disertai pendaran semangat warna pink.

Eh, tapi aku kan sedang ucing sumput dengan Mas Ganteng, meminimalisir bertemu, daripada kepergok lagi. Bulan depan aku niat resign, sudah tak nyaman bertemu dengannya sejak dia bilang 'officegirl elit'. Bunga-bungaku sedang berguguran.

Ah, tapi ding, dinikmati saja, bebaskaaan! Barangkali jadi kenangan manis terakhir sebelum aku meninggalkannya. Hiks, aku tak relaaa, Ijeeem.

Titah Sang Madame menjadi modal buatku, tak perlu nyari-nyari topik untuk memulai pembicaraan. Tapi tetap saja lutut rada ndredeg pas mau nanya. Jadinya hanya kulirik di kala beberes Sacred Place. Sampai kesempatan itu datang dengan sendirinya. "Me, sini bentar!" Pak Daru manggil waktu aku habis ngantarkan kopi untuk Miss Monroe. Kudekati sang beliau. "Titip berkas buat Bu Sas!" Titahnya.

"Tapi Bu Sas-nya gak ada, Pak. Belum ke kantor," jawabku.

"Ooh," katanya. Kasihan aku lihatnya cuuuy, mendadak lesu. Tapi bukanlah Mas Ganteng kalau lesunya tak kece. "Ada kabar dia mau datang gak hari ini?"

"Gak tau, Pak. Gak pernah telpon-telponan sama sang beliau," jawabku. Kalimat tambahan yang sangat tidak perlu sekali, bikin Mas Ganteng mandang aku.

"Kamu ini, yah!" Katanya, mesem aduhai. Lalu memasukkan beberapa berkas ke map. Aaargh! Aku pengen pingsan ajah, dag-dig-dug.. "Tolong taruh di mejanya saja! Sebentar, kukasih catatan dulu," katanya.

"Apa, Pak? Cinta?" Aku condong ke arahnya. "Hah?" Dianya bingung ngeliatin. "Kasih ci~nta?" Gumamku, mikir. Bruakakak!! Dia ngakak gak kira-kira!!

"Catatan, Mee. Caa-taa-taan!" Ejanya, di tengah usahanya meredam tawa. "Merah tuh mukamu, haha! Lagi jatuh cinta, ya?" katanya, nunjuk mukaku dengan ballpointnya. Dooooh, Ijeem. Tengsin eikeeuh. Pikiran bawah sadarku usil gini. Iyaah, akuh jatuh cintah, Ma~s.

"Maaf, Pak. Telinga saya habis kesumpal tutup termos," ujarku lirih, malluuu. Dia ketawanya juga sampai merah mukanya. "Gak coba ditelpon aja Bu Sas-nya, Pak?" Aku memberi saran guna menutupi aib saliwangku.

"Iya juga," katanya, mendongak lihat eikeuh sebentar, bikin hatiku riuh lagi. "Kamu bawa dulu, biar dia bisa tanda tangan besok pagi. Sepertinya lusa saya jadi ke Jakarta, mau dibawa sekalian," ujarnya. Aku ngangguk. "Makasih, ya!" Katanya, nahan tawa.

"Sama-sama, Pak!" jawabku. Ya Tuhan, tolong kuatkan kakiku. Kupeluk map dari Mas Ganteng, bak Hayati memeluk surat cinta dari Zainudin. Dan tetiba bagai dijitak oleh Casper, aku ingat titah Bu Sas. Serta-merta aku berbalik langkah. "Eh, Pak..."

"Ya?" Dia nengok. "Kenapa, Me~?" Astagah, suwaranyaah, haluss. Andailah kurekam, akan kudengarkan dan ku-rewind dua puluh empat jam nonstop sampai kusut kasetnya.

"Ituu...," gumamku, bingung mau ngucap, karena pikiranku terlanjur buyar. "Bu Sas nanya auditnya kapan, katanya?" tanyaku, gemetarr. Makin grogi, meeen. "Audit apa?" Tanyanya. "Keuangan," jawabku.

"Ooh. Minggu terakhir bulan depan," jawabnya. "Ingatkan Bu Sas, siapkan semuanya, yang lengkap. Jangan seperti tahun kemarin lagi, berantakan banget," sambungnya.

OKB (Officegirl Kurang Belaian) ~ Miss DeluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang