Pagi ini terasa sangat cerah. Cahaya matahari yang terasa hangat langsung menembus mengenai seseorang yang kini tengah ditutupi selimut tebal. Meskipun selimut itu menutupinya, namun orang yang ada disana dapat merasakan hangatnya sinar mentari itu.
"Good morning" Sapa suara berat dari balik pintu yang sama sekali tidak dijawab oleh orang yang masih tertidur pulas disana. Dan darisana, datang seorang pria yang tak lain adalah Alfred. Dia membawa sebuah gelas putih dan obat untuk Melody.
Pagi ini, Alfred tidak dapat datang ke perusahaannya. Entah mengapa rasa malas yang dulunya tak pernah ada datang mengodanya. Benar, hari ini dia ingin menghabiskan waktu seharian bersama dengan gadis yang sudah dia temukan.
"Bangun.." Ucap Alfred sambil mengulas senyum tipis.
Dia menyibakkan selimut dari ujung kepala yang menutupi wajah indah Melody.
Hal ini dapat membuat Alfred lebih leluasa untuk menatapi wajahnya yang tak berubah hingga sekarang.
Sesaat kemudian, Alfred mengernyit menatapi sejumlah butiran air mata Melody yang masih saja mengalir."Hey... bangunlah.. ini sudah pagi" Ucap Alfred sambil menghapus air mata yang ada di pipi Melody. Dirinya masih saja teringat dengan kejadian tiga tahun yang lalu, oleh sebab itu Alfred sangat tidak menyukai ada orang yang menangis dihadapannya meskipun itu seorang bawahan yang meminta tolong, Karena ia akan teringat dengan sosok Melody.
Entahlah. Alfred membangunkan Melody, namun ia berharap agar Melody tetap tertidur agar Alfred bisa melihat dirinya dengan puas.
"Kenapa aku seperti ini?" Alfred bertanya kepada dirinya sendiri yang terasa sangat bodoh. Benar, bodoh karena cintanya untuk Melody.
"Ayah..." Itu suara Melody. Dia mengucapkan kata Ayah sambil menitikkan air mata yang sama sekali tidak Alfred sukai.
"Dia mengigau? astaga kenapa lagi ini?"
"Ayah.."
"Hey... bangunlah..." Ucap Alfred sambil menepuk pipi Melody dengan pelan. Beberapa lama kemudian, mata Melody akhirnya mulai terbuka dengan berat dan penglihatan yang samar.
"Kenapa kau membawaku kesini?" Itulah hal pertama yang Melody ucapkan setelah matanya benar-benar terbuka.
"Kau tidak ingin ke rumah sakit kan? jadi, apa salahnya aku membawamu kesini?" Melody terdiam. Mencoba mengingat kejadian semalam yang entah mengapa bagi Melody kejadian itu terjadi sudah sangat lama. Berapa hari aku tertidur?
"Terimakasih sudah membantuku. Berapa uang yang bisa aku berikan?" Ucap Melody dengan penuh rasa syukur.
"Tidak perlu. Aku ikhlas membantumu. Oh ya, siapa namamu?" Tanya Alfred berpura-pura menjadi orang yang baru Melody kenali.
"Brianna." Alfred mengangguk. Ia sudah menebak, bahwa Melody akan menyembunyikan identitasnya.
"Lalu, tuan penolong namanya siapa?"
"Jangan berkata seperti itu. Aku Alfresco. Panggil saja Al" Sontak wajah Melody berubah menjadi raut benci, dan Alfred sendiri sudah yakin dengan itu.
"Ada apa?" Tanya Alfred dengan perubahan ekspresi yang Melody perlihatkan.
"Panggilan itu mengingatkanku dengan seseorang." Jawab Melody dengan wajah yang sudah layu.
"Nama itu tergantung kepada siapa orangnya. Kalau begitu aku akan memberimu obat untuk pagi ini." Pria itu mengambil gelas dan obat dari atas nakas dan ingin memberikannya kepada Melody. Namun, Melody sudah lebih dulu meraihnya dan meminum obat itu.
"Itu obat sebelum makan. Jadi, setelah ini kau harus makan agar obat itu berfungsi." Melody mengangguk.
"Permisi" Kedua orang yang ada diranjang secara bersamaan langsung melihat ke arah pintu kamar, tepatnya ke arah seseorang yang sedang berdiri menyapa mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Along with the Melody
Fanfiction28 februari 2020 [Teenfiction] [Action] Public setiap hari Kamis dan Minggu Deskription: "Aku telah memberinya keturunan. Aku ingin bertanggung jawab, dan ingin menikahinya" Melody terdiam sesaat tanpa berkedip atau hanya sekedar bergerak. Dirinya...