"Saat kamu tidak pernah berani memutuskan memilih sesuatu, kamu yang akan di putus-asakan oleh waktu."
Author POV
"Udah siap Van? Gue jemput sekarang?"
"Oke."
Renjun memasukan ponselnya ke dalam tas.
Menaiki motornya dan mulai melajukan motornya di pagi hari yang ramai ini.Tujuan pertamanya adalah ke rumah Vandra lalu setelah itu berangkat sekolah.
Perasaan hampa di hatinya masih Ia rasakan semenjak pertengkaran nya dengan Nadia. Renjun sudah mulai merasa lelah akan sikap kerasnya Nadia.
Dia memutuskan untuk mengikuti kemauan Nadia. Bahkan jika perlu, ia akan sepenuhnya menjauhi Nadia.
Renjun tidak tahu dari mana awal mula Nadia bisa membenci dirinya. Yang Renjun tahu, jika sudah seperti ini Ia tidak bisa apa-apa.
"Jun? Ayok turun. Kok bengong?" ucap Vandra yang telah turun dari motornya sedari tadi.
Renjun tersadar dari lamunannya lalu membuka helmnya dan mereka berdua berjalan ke kelas.
"Lo masih mikirin Nadia ya Jun?" tanya Vandra.
Renjun meliriknya dan hanya memberikan senyuman kecil.
"Kalo lo butuh temen curhat gue siap kok dengerin curhatan lo." kata Vandra dengan senyuman.
Renjun membalas senyumannya dengan tulus kali ini lalu mengangguk.
"Thanks ya."
"Udah gausah sedih lagi, kan ada gue."
Renjun tertawa kecil mendengar perkataan Vandra.
Dia mengedarkan pandangannya saat melewati kelas Nadia.
Mereka sempat beradu pandang namun lagi-lagi Nadia mengalihkan pandangannya ke lain arah.
Yang membuat Renjun sedih adalah kenapa tatapan Nadia tadi seakan seperti tatapan orang yang tidak ia kenal? Apa Nadia memang sudah tidak mau lagi berteman dengannya?
Vandra mengusap bahu Renjun saat melihat hal itu. Berusaha menenangkannya dan menghiburnya dengan sedikit candaan yang membuat Renjun tertawa.
Kedua manik mata Nadia melihat kejadian itu. Ia merasakan sakit seketika. Namun kembali sadar karna Nadia tahu keadaanya sekarang adalah akibat dari dirinya sendiri.
"Udah Nad jangan di liatin terus, patah ntar tulang leher lo." ucap Febi pada Nadia.
Nadia lalu meluruskan pandangannya. Menatap kosong ke depan.
"Gue kangen Renjun." Ucap Nadia pelan yang hanya terdengar oleh Febi dan Luna.
Mereka berdua hanya menatap Nadia dengan kasihan. Tidak tahu harus berbuat apa karna sebenarnya yang bisa menyelesaikan masalah ini hanya Nadia dan Renjun sendiri.
Mereka pikir mereka tidak berhak ikut campur dalam urusan ini.
"Coba kalo kangen lo bilang."
"Iya, dari pada di pendem terus kan berat kalo kata Dilan mah." ucap Luna.
"Gue ga berani." Nadia menunduk.
"Gue udah terlanjur malu, sekaligus gk berani. Bahkan buat natap dia aja gue takut."
"Kenapa lo malu? Lo gk salah apa-apa kali."
"Gue itu kekanakan, gk dewasa."
"Gue ceroboh, gk pernah mikirin akibat dari perbuatan maupun perkataan gue." ucap Nadia dengan raut wajah sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAYAP PELINDUNG : HUANG RENJUN
Fanfiction"Cinta sesederhana hujan yang jatuh ke bumi, meski terhempas ia akan tetap jatuh." - Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi, Boy Candra Setiap kutipan dalam chapter ini ada di dalam Novel karya Boy Candra yang berjudul "Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi" y...