9. Jadian

34 8 15
                                    

"Nadia..." ucap Renjun dengan Nada lembut.

"Ap a si Jun."

Gue naruh novel tadi dan mata gue langsung ketemu sama tatapan Renjun yang teduh sampai bikin gue ngomong dengan slow motion.

Renjun senyum liat gue yang udh mulai luluh. Waktu rasanya berjalan dua kali lebih lambat. Gue rasain angin yang berhembus di sekitar gue sama Renjun.

Gara2 tiupan angin itu rambut Renjun jadi sedikit menghalangi matanya dan buat dia otomatis nyibakin rambutnya dan terpambanglah jidat dia yang sungguh bikin gue ngiler.

"Heh njing!" Luna mendorong bahu gue dan buat gue sadar.

"Eh iya kenapa?" kata gue sedikit bingung.

"Oh iya." ucap gue setelah sadar.
"Ekhem." gue menormalkan suasana selanjutnya ngelirik sekilas ke arah Renjun.

"Mau ngomong apa lo?"

"Gue mau ngomong, tapi gk di sini."
"Ikut gue sebentar." Renjun berjalan keluar lalu gue ikut membuntutinya.

Sampai di bangku taman belakang sekolah, kita cuma duduk aja tanpa suara. Udah hampir 5 menit kita diem-dieman. Sampai akhirnya Renjun yang duluan ngomong.

"Maaf, Nad." Renjun mengalihkan pandangannya ke gue.
"Maaf soal semalem. Gue gk maksud marah gk jelas sama lo. Gue cuma lagi kepikiran sesuatu aja."

"Sesuatu apa?" tanya gue jutek tanpa membalas tatapannya.

"Renjun!" teriak seorang cewek.

Kita sama-sama noleh ke arah suara.

Anak baru itu?
Batin gue.

"Sorry ganggu. Jun, lo di panggil Pak Wijaya."

Kepsek? Ngapain Renjun di panggil ke sana?

"Sekarang?" tanya Renjun.

"Iya sekarang, sama gue." ucap cewek itu dengan senyuman polosnya.

"Oiya, btw kenalin gue Vandra. Lo siapa?"

"Nadia." ucap gue singkat.

"Nad, sorry ya. Nanti gue lanjut. Intinya hari ini gue minta maaf. Ok?" kata Renjun dengan nada menyesal.

Gue cuma ngangguk.

"Yaudah gue duluan ya." kata Renjun terus ngusap pundak gue sambil senyum.

"Senyum dong." dia narik kedua sudut bibir gue.
"Nah gini kan gk jelek-jelek amat." kata dia terus ketawa.

"Enyah lo." kata gue lalu natap tajam Renjun.

Renjun malah natap gue dan senyum manis sampai bikin gue meleleh karna tiba-tiba pipi gue memanas.

"Gue duluan Nad." Renjun ngusap kepala gue lalu pergi ninggalin gue yang lagi blushing gara2 tingkah dia.

Dasar Renjun nyebelin.

Gue ambil nafas dalam2 terus ngebuang nafas kasar.

"Apa katanya? Gk maksud?"
"Dan apa? Maaf?!"
"Hilih. Mau gue ceburin ke empang aja rasanya."
"Eh jangan deh ntar gue gk bisa liat wajahnya lagi."
"Tapi bodoamat. Kan gue ada kak Dejun ama kak Lucas."
"Ohiya kak Dejun jadi ngajak gue pergi gk ya?"
"Gue chat aja ah."

Gue ngoceh bermonolog setelah kepergian Renjun sama cewek tadi yang kata dia namanya Vandra.

Dejun Mahardika J.

Kak?
Tar sore jadi jalan?
10.10



"Eh kak, baru aja aku chat Kakak. Kok tau aku ada di sini?" kata gue saat tiba-tiba kak Dejun duduk di bangku sebelah gue tempat Renjun tadi.

"Gk sengaja liat lo sendiri. Chat apa?" ucap dia singkat.

"Cuma nanya sih, tar sore kita jadi jalan?"

Kak Dejun ngangguk.

Gatau kenapa emang akhir-akhir ini gue sama kak Dejun jadi sering ngobrol bareng. Kadang kita juga jalan bareng walaupun cuma buat makan.

Renjun kayanya gatau itu sih. Gue juga belum sempet bilang sama dia karna akhir-akhir ini gue jadi jarang main bareng dia. Apalagi setelah dia pacaran kemarin sama Clara. Walaupun skrg dia udh putus tapi waktu dia sempit juga. Gatau deh gara2 apa.

Tapi gue sedikit bersyukur sekarang gue sama Renjun ada jarak. Soalnya setelah dia jadian kemarin gue emang udah niat move on dari dia. Walaupun posisi dia sendiri, tapi gue gamau berharap lebih. Gue takut Renjun nanti jadian sama cewe lain lagi sedangkan posisi gue masih suka sama dia. Jadi gue pikir lebih baik gue move on dari dia. Toh gk mungkin juga gue jadian sama Renjun. Hehe

"Tar gue jemput." ucap Kak Dejun.

"Oke kak."
"Btw mau kemana?"

"Ntar juga tau." jawab kak Dejun singkat.


°°°

"Hey kak." ucap gue setelah masuk ke mobil kak Dejun.

Dia natap gue dari ujung kaki sampai ujung kepala. Gue jadi heran kenapa tatapan dia gitu. Emang gue aneh ya?

"Cantik." kata kak Dejun terus senyum manis.

Gue yang denger jadi senyum-senyum sendiri terus ngerasa kalo pipi gue udah panas banget.

Gue mencoba mengatur nafas buat menomalkan perasaan. Bisa2 jantung gue loncat kalau kak Dejun terus2an senyum manis kaya gitu hehe.

"Lo bilang Renjun?"

"Bilang apa kak?"

"Lo jalan sama gue."

"Ahh.. Ngga kak, kenapa?"

"Gpp. Lo juga gk bilang kalau kita suka jalan?"

"Hehe nggak juga."

"Lo lg ada masalah sm dia?"

"Ngga sih. Tapi emang akhir-akhir ini kita lg gk sering cerita cerita aja."

"Em.. Pantes."

"Kenapa kak?"

"Gpp."

Kita berhenti di sebuah tempat wisata dengan pemandangan indah dan suasana tenang. Angin yang berhembus membuat rambut kita bergerak ngikutin arahnya.

"Tenang banget ya kak suasananya."

Kak Dejun ngangguk dengan senyumannya.

"Nad." Panggil dia tanpa mengalihkan pandangan.

"Iya kak?" jawab gue juga tanpa mengalihkan pandangan.

"Lo suka Renjun?"

"Hah? ah ng.. Nggak kak. Aku ga suka dia." jawab gue gugup.

"Bagus deh kalo gtu."

Gue senyum miris.
Andai aja gue bener-bener gk punya perasaan sama Renjun.

Cukup lama kita diam menikmati pemandangan sampai matahari hampir terbenam.

Warna langit yang mulai menggelap dengan cahaya berwarna jingga yang terpantul dari matahari membuat suasana di sini terkesan romantis bagi orang-orang yg lagi pacaran.

Gue jadi ngebayangin andai aja gue di sini sama Renjun. Sebagai pasangan.
Dada gue tiba2 aja ngerasa sakit, gue cuma tersenyum miris.

"Nad." panggil kak Dejun kali ini dia memandang ke arah gue.

"Hm.."
Gue berdehem terus noleh dan tatapan kita bertemu.

"Gue suka sama lo."

Gue gak ngerespon perkataan kak Dejun karna masih nyoba mencerna maksud dari kata-kata itu.

Ade jada sekian detik sampai kak Dejun bersuara lagi.

"Mau gk jadi pacar gue?"

SAYAP PELINDUNG : HUANG RENJUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang