08.

27 8 4
                                    

End.
-

"Jadi ikut nggak, Ta?" Yudha menghampiri Jelita yang sedang duduk di bangku nya.

Selvia yang berada di samping Jelita tidak bertanya-tanya heboh lagi, perempuan itu sudah tahu jika Jelita ditawari lomba menulis cerpen.

"Gue mau ikut tapi jangan suruh gue buat menang, ya?" Jawab Jelita.

Yudha tertawa pelan. "Nggak lah. Tapi gue tetep berharap lo pemenang nya."

"Kalau nggak menang?"

"Yaudah, yang penting lo udah berani nyoba."

Jelita akhirnya mengangguk setuju. "Pendaftarannya kapan?"

"Terakhir hari ini sih. Mau gue anter sekarang?" Tawar Yudha.

"Boleh deh."

Jelita dan Yudha akhirnya pergi menuju ruang mading untuk mengambil formulir pendaftaran di sana. Sepanjang perjalanan Yudha banyak bercerita tentang lomba yang akan diikuti Jelita ini.

"Jadi nanti yang menang cerpennya bakal dipajang di mading utama sekolah."

Kepercayaan diri Jelita sedikit goyah mendengar informasi tersebut. Mading utama sekolah, mading dimana tempat itu hanya diisi oleh berbagai informasi penting seperti pengumuman penerima beasiswa, Si Juara Umum, atau pemenang lomba-lomba.

Begitu banyak peminat mading tersebut, dan tentunya anggota mading sekolah tidak akan memilih asal-asalan pemenang lomba cerpen kali ini.

"Ada hadiahnya juga, Ta," tambah Yudha.

"Apa?" Tanya Jelita penasaran.

"Uang. Tapi kurang tau sih nominal nya berapa."

Jelita menganggukan kepalanya. Mereka sudah sampai di depan ruang mading. Dari jendela terlihat dua orang perempuan berada di dalam. Mungkin mereka petugas penerima pendaftaran hari ini.

Yudha masuk kedalam ruangan yang tidak terlalu besar itu terlebih dahulu. Diikuti oleh Jelita di belakang nya.

"Mau daftar lomba cerpen?" Tanya salah satu perempuan di sana langsung.

Yudha dan Jelita mengangguk serempak. Perempuan lainnya mengambilkan dua lembar formulir pendaftaran dan memberikannya kepada Yudha dan Jelita.

"Diisi dulu, baru saya bacakan peraturannya."

Yudha memberi satu lembar kepada Jelita, dan menaruh lembar lainnya ke atas meja. "Saya cuma nganter, Kak."

"Oh, ayo duduk dulu."

Yudha dan Jelita lalu duduk di kursi yang ada di sana. Jelita langsung saja mengisi formulir itu dengan cepat, dan memberikannya kembali ke petugas pendaftaran tersebut.

"Nama saya Putri, ini Olivia," ucap perempuan yang tadi mengambilkan lembar formulir.

"Di lomba cerpen yang diadakan mading kali ini kita mengangkat tema 'Remaja Sekolah'. Di sini peserta lomba boleh sekreatif mungkin membuat cerpen dengan tema tersebut," terang Putri.

"Karena hari ini hari terakhir pendaftaran, besok secara resmi lomba sudah dimulai. Deadline nya agak lama, bulan depan," tambah Olivia.

Sejauh ini Jelita sudah cukup mengerti tentang lomba yang akan diikutinya. Di lembar formulir tadi juga tertulis beberapa peraturan penting perlombaan.

Setelah mendengar beberapa peraturan lainnya, Yudha dan Jelita diperbolehkan keluar, mereka berdua segera berjalan kembali menuju kelas.

Selalu menyenangkan berada di dekat perempuan tinggi semampai tersebut. Jelita ibarat sebuah obat bius yang mampu membuat semua orang nyaman bersamanya.

Namanya cukup populer di tiga angkatan. Apalagi sejak terungkap bahwa dirinya adalah pacar dari seorang Dimas Aldeva, Si Kapten Basket, dan pemenang berbagai macam olimpiade di berbagai tingkatan.

Tentu saja tidak semua orang mendukung hubungannya dengan Dimas, namun juga tidak sedikit yang mengidolakan pasangan tersebut.

"Berhenti."

Langkah Jelita tertahan ketika sebuah tangan mencengkram erat lengannya.

Dimas menatap tajam ke arah Jelita, beralih dengan tatapan yang sama tepat di mata Yudha.

"Lepas, Dim, sakit." Jelita berusaha melepaskan cengkraman di lengannya. Namun nihil. Tentu saja tenaganya kalah besar jika dibanding tenaga Dimas.

"Lo Yudha kan?" Tanya Dimas langsung tanpa memperdulikan rintihan Jelita.

Yudha menatap tidak mengerti ke arah Dimas. Laki-laki itu lalu mengangguk. "Iya, kenapa?"

"Gue lihat-lihat dari tadi lo sok akrab banget sama pacar gue. Sorry aja bro, udah tau kan Jelita ada gandengannya?"

Yudha mengerutkan keningnya. Dia tahu Jelita pacar Dimas, tapi dia pikir tidak ada perilakunya yang menunjukkan bahwa dirinya dekat dengan Jelita melebihi batas pertemanan.

"Sorry juga bro, gue cuma mau jelasin aja kalau-"

Brukk

Satu tinju dari kepalan tangan Dimas mendarat bebas di pipi kiri Yudha. Berbeda dengan Yudha yang hanya meringis sedikit, Jelita menutup mulutnya dan memkik kaget.

Bogem mentah itu telak membuat sedikit darah keluar dari pinggir bibir Yudha.

"GILA KAMU, DIM!" Teriak Jelita kalap.

"Kamu belain dia?"

Jelita menghampiri Yudha yang masih memegangi pipinya. "Aku harus jadi orang gila dulu baru mau belain kamu yang asal pukul orang."

"Selama ini aku bebasin kamu buat deket sama Arlan, tapi kamu malah selingkuh?" Dimas berusaha menarik Jelita agar berada didekat nya kembali.

Jelita menepis kasar tangan Dimas. "Lepas. Gue nggak mau lo pegang, Dimas Aldeva. Dan mulai sekarang, nggak ada lagi Jelita manis yang penurut di hidup lo. Jalanin hidup kita sendiri-sendiri."

Kata demi kata yang keluar dari mulut Jelita bagai sebuah guntur yang meruntuhkan dunia Dimas. Kegiatan belajar mengajar masih berlangsung, beruntung sekali setiap kelas kedap suara, jadi keributan yang terjadi di lorong kelas tidak dapat terdengar oleh guru yang mengajar.

"M-maksut kamu apa?"

"Masih belum paham? Gue pikir lo nggak sepinter yang orang-orang bilang, Dim," ucap Jelita sambil berusaha melepaskan tangan Dimas. Kali ini berhasil. "Kita putus."

"Dan gue mau lanjutin kalimat Yudha tadi, Yudha cuma nganterin gue ke ruang mading buat daftar lomba. Sampai sini paham?" Tambah Jelita sambil menekankan setiap kata di kalimat Yudha.

Dimas diam tidak bereaksi. Satu keburukan Dimas yang tidak berhasil dihilangkannya sejak dulu, Dimas terlalu ceroboh.

Yudha mulai meninggalkan Dimas ketika Jelita mengajaknya pergi. Laki-laki itu sama terkejut nya dengan Dimas dan hanya bisa diam sejak tadi.

Suka cover yang mana?

Tentang SenduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang