Usai lolos dari ketua BEM beserta wakilnya Arka menghela napas berat, asa plong gitu rasanya.
Berbeda lagi dengan Arum. Arka memperhatikan gadis itu masih saja meremas kaosnya–kaos milik Arka, antara masih menahan sakit dan menahan rasa takut ketahuan.
Entah, bingung mau bagaimana. Jujur, Arka juga kurang nyaman dengan situasi ini.
"Misi ... keluar dulu ya, manis. Pengap nih saya."
Selain tukang halu anggota avengers, Arka juga tukang ngalus perempuan.
Berhadapan sama perempuan mesti manis, biar disukain sama mereka. Ya siapa sih yang mau disukain sama laki sementara diri lu juga laki? Meh, hehe.
"O-ohh m-maaf...."
Meni terbata-bata gitu ngomongnya. Kan Arka jadi ada niatan untuk lurusin itu mulut pakai ... tangan. Iya, tangan. Nggak pake bibir, ini bukan drama korea, please!
"Iya gapapa, pelan-pelan aja keluarnya. Hati-hati kejedot."
Modus apa perhatian sih, Ka?
Yagitulah.
Oke. Setelah itu keluarlah mereka dari dalam kolong sana, tentu secara bergantian. Keduanya langsung menghembuskan napas lega ke udara selepas keluar dari tempat yang minim oksigen itu.
Arum langsung mendudukkan tubuhnya di tepi kasur, sementara Arka langsung menuju ke arah dispenser dan kembali ke arah gadis itu dengan dua gelas air putih di kedua tangannya.
"Nih, diminum dulu. Dihabisin, biar plong."
"O-ooh oke, makasih lagi."
Setelah Arka meneguk segelas air putih dan menempatkan benda kaca itu di atas nakas yang berada di sampingnya, kini entah kenapa ia menjongkokkan badannya, menyelarasi posisinya dengan Arum. Melihat wajah perempuan itu dari bawah sebab ia masih setia menundukkan wajahnya.
"E-khhem ... gini, mmm ... kamu ... masih sakit, nggak? Mau saya antar pulang? Atau masih tetep mau beristirahat disini?"
Setelah mendengar pertanyaan lelaki itu, Arum langsung mengangkat wajahnya dan menyadari bahwa ia harus ke lapangan sekarang juga.
"Nggak keduanya. Aku mesti ke lapangan sekarang."
Arum langsung bangkit dan menaruh gelas di atas nakas kemudian menyangklekkan tote-bagnya di bahu sebelah kanan.
"Sebentar! Biar saya temani."
Arum paham, kok, lelaki ini hanya menunjukkan segala bentuk kepeduliannya dan memberikan banyak penawaran untuknya dan Arum sangat menghargai itu.
Tapi Arum juga mengerti kalau laki-laki ini pasti punya kesibukan lain yang seharusnya sudah dikerjakan sekarang. Misal, ada kelas. Ngerjain tugas jurnal yang belum kelar. Atau nangkring sama temen-temennya, atau apalah itu. Yang pasti dia tidak terus-terusan terpacu sama suatu hal yang berhubungan dengan Arum.
"Kami belum sedekat itu." Begitu sekiranya pikir Arum.
Tersenyum manis. Menolak sesopan mungkin.
"Mmm, gini ... kamu sudah banyak membantu. Makasih, loh. Untuk ke lapangan sendirian juga bukan hal yang nggak bisa aku lakuin. Lagipula, kamu nggak ada kelas di jam segini?"
Oh, iya!
Mantap, dude! Sudah jam 8 lewat 15 menit sekarang.
"Waktu terlalu cepat. Hayati terlanjur terlambat. Nggak papa, hamba turut senang." Batin Arka memelas, namun senang di waktu yang bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Relasi Takdir.
أدب الهواةArka itu domain sementara Arum kodomainnya. seri lokal © 2020, d x n a m o n d.