O.6 : Ada yang resmi, tapi bukan surat?

564 125 8
                                    

Ahem!

Arum berdeham guna menetralkan detak jantungnya dan berusaha tidak sesalah tingkah mungkin. Ia usahakan untuk berani menatap netra Arka yang kini sedang menatapnya juga.

"K-kamu mau ngomong apa?"

Sialan. Masih terbata-bata gini ngomongnya.

Arka sih tampaknya rileks-rileks saja. Masih menatap Arum dengan raut wajah yang biasa saja, Arka bukan tipe orang yang expressive cem Heksa. Makanya Arum tidak bisa mengartikan apa maksud dari tatapan itu.

"Enggak mau ngomong apa-apa kok, Ar. Tadi hanya beralasan aja supaya Bang Ferdy sama si Nanaz ninggalin kita berdua."

Kala itu perkataannya diakhiri dengan senyuman di bibirnya. Membuatnya terdengar sedikit lebih manis dan Arum akui itu.

Arum mengalihkan netranya menatap ke sekeliling. Tidak memberi respon. Karena ia juga tidak tahu harus memberi respon bagaimana. Gimana coba? Otak sialan ini betulan tidak mau berpikir cepat. Arka memperlambat cara kerja otaknya. It's Arka faults.

"Tapi kelihatannya kamu yang mau ngomong sama saya deh. Iya kan? Dari muka sudah ketara banget ada yang mau dipertanyakan. Kenapa saya tau nama kamu? Kenapa saya bisa kenal keluarga kamu? Iya enggak, Ar?"

Begitu mendengar perkataan Arka barusan, Arum langsung menggerakkan netranya ke arah lelaki itu dan memembulatkan bola matanya kemudian.

"Kalau mau ngobrol, sekalian aja jalan-jalan keluar sambil cari angin malem, Ar. Malang lagi bagus banget cuacanya."

Sumpah ini Arum tiba-tiba diem aja beberapa detik. Mikir enggak. Merespon enggak. Yang hanya dilakukan ialah masih membiarkan retinanya menatap lurus ke arah laki-laki yang ada di hadapannya ini.

Sempat terbesit pertanyaan di pikiran Arum, seperti,

"ada apa sih di matanya?"

"apa laki-laki ini punya ilmu pelet mata sebab aku sulit sekali untuk menyudahi aksi tatap-tatapan ini"

Arum yakin sekali deh, sikapnya ini pasti membuat Arka kesal.

"Gimana, Ar? Mau?"

Arka masih menuntut jawaban. Meskipun Arka paham, kalau wanita tidak fast responsible, tandanya ia sedang gugup dan sedang kesusahan mencari kata-kata yang harus dikeluarkan.

Arum berpikir, apa ini? Iya apa tidak? Kenapa Arka mesti mengajaknya jalan-jalan? Tiba-tiba. Dia yang meminta. Kencankah? He. Kencan apanya? Ini tuh hanya jalan bareng. Bodoh sekali kesannya telah menarik kesimpulan secepat itu.

"Ah! Kamu lama banget deh mikirnya."

Tuh, kan! Sadar juga dia sama Arum yang slow responsible.

Arum hendak bicara, mengalihkan netranya menatap ke sekeliling lagi. Namun, ketika sorotnya menangkap gerombolan para wanita berseragam hitam yang berjalan menuju kemari, yang Arum yakini kalau itu adalah para pegawai yang bekerja di toko milik kakaknya ini, membuatnya spontan menarik lengan Arka.

"Kamu bener. Kita bicara di luar aja."

Arka jelas terkejut. Gila. Apanih?

Okelah. Seperti biasa, Arka bersikap kalem seolah ia sama sekali tidak gugup meskipun sejujurnya Arka sempat mendengar degup jantungnya yang tiba-tiba berdetak sedikit kencang sewaktu tangan kecil milik perempuan ini menarik tangannya begitu saja.

Relasi Takdir.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang