Sementara, Pandan Wangi yang sejak tadi memperhatikan, jadi berkerut juga keningnya melihat keterkejutan Rangga. Bergegas dihampirinya Pendekar Rajawali Sakti. Gadis yang dikenal berjuluk si Kipas Maut itu jadi terpekik kecil begitu tiba di samping kiri Pendekar Rajawali Sakti.
"Oh, apa yang terjadi...?!" desis Pandan Wangi, seperti bertanya pada diri sendiri.
Entah, berapa puluh orang yang bergelimpangan saling tumpang tindih di dalam ruangan ini. Dan mereka semua adalah wanita berusia muda. Berbaju kuning muda. Tampak pada dada kiri masing-masing terdapat sulaman bergambar bunga mawar warna merah darah. Tidak ada seorang pun yang kelihatan masih hidup, dengan luka-luka menganga di tubuh. Darah yang keluar sudah kelihatan mengering, pertanda kalau sudah cukup lama tewas.
"Coba periksa, Kakang. Barang kali saja masih ada yang hidup," kata Pandan Wangi.
Tanpa diminta dua kali, Rangga bergegas melangkah memasuki ruangan itu. Diperiksanya satu persatu tubuh wanita muda yang dikenali dari pakaiannya adalah murid-murid Padepokan Dara Wulung ini. Tapi setelah semua diperiksa, tidak satu pun yang masih hidup. Rangga kemudian kembali menghampiri Pandan Wangi yang masih tetap berdiri di ambang pintu.
Perlahan kepala Pendekar Rajawali Sakti bergerak menggeleng. Beberapa saat lamanya mereka membisu, memandangi mayat-mayat gadis yang bergelimpangan saling tumbang tindih. Jelas sekali kalau mereka dikumpulkan menjadi satu dalam ruangan ini.
"Tidak kau temukan sesuatu, Kakang?" tanya Pandan Wangi memecah kebisuan.
"Mereka seperti bertarung biasa, Pandan. Tidak ada yang aneh dari luka-luka mereka," sahut Rangga pelan.
Pandan Wangi melirik sedikit pada Pendekar Rajawali Sakti itu. Dirasakan seperti ada sesuatu yang tengah bergolak dalam dada pemuda ini. Sesuatu yang tidak dapat ditebak begitu saja. Tapi jelas sekali dari raut wajah dan sorot mata, kalau saat ini Rangga memendam sesuatu. Terbukti wajahnya kelihatan jadi memerah.
Dua kali Rangga menarik napas dalam-dalam, dan menghembuskannya kuat-kuat. Kemudian tubuhnya berbalik, lalu melangkah keluar dari ruangan itu tanpa bicara sedikit pun. Sementara Pandan Wangi hanya memandangi saja, sampai punggung Pendekar Rajawali Sakti lenyap di balik pintu.
Sebentar Pandan Wangi masih tetap terpaku di sana, kemudian bergegas menyusul Rangga yang sudah berada di luar bangunan utama Padepokan Dara Wulung ini. Pandan Wangi mendapatkan Rangga tengah duduk mencangkung di tepian beranda depan bangunan ini. Kemudian diambilnya tempat di sebelah kanannya.
Sementara itu, matahari sudah tenggelam di balik kaki Gunung Brambang. Angin yang bertiup terasa begitu dingin. Dan kabut pun sudah mulai terlihat turun menyelimuti seluruh bangunan Padepokan Dara Wulung ini. Cukup lama juga kedua pendekar muda itu terdiam, membisu. Entah, apa yang ada dalam pikiran masing-masing.
"Kita akan bermalam di sini, Kakang...?" tegur Pandan Wangi bertanya.
"Hhh...!" Rangga hanya menghembuskan napas panjang saja. Perlahan kepala pemuda itu berpaling, dan langsung menatap bola mata si Kipas Maut. Tapi tidak lama kemudian, sudah kembali menatap lurus ke depan. Entah apa yang dipandanginya. Hanya kegelapan saja yang terlihat di sekitar padepokan yang sudah sepi tanpa penghuni lagi.
"Kau tambatkan di mana kuda-kuda kita, Pandan?" tanya Rangga setelah cukup lama berdiam diri.
"Masih di luar," sahut Pandan Wangi.
"Bawa masuk," pinta Rangga.
Tanpa diminta dua kali, Pandan Wangi langsung bangkit berdiri. Lalu, kakinya melangkah meninggalkan Pendekar Rajawali Sakti seorang diri, Dia terus berjalan menuju keluar pagar padepokan. Sementara, Rangga tetap duduk mencangkung di pinggiran lantai berada dari belahan papan kayu hitam ini.
Tak berapa lama kemudian, Pandan Wangi sudah terlihat lagi. Gadis itu masuk ke dalam padepokan ini sambil menuntun dua ekor kuda tunggangan mereka. Ditambatkannya kuda itu di bawah pohon beringin yang cukup besar, tidak jauh dari bangunan berukuran cukup besar ini. Kemudian kembali dihampirinya Rangga yang masih duduk di beranda. Dan kini, Pandan Wangi duduk lagi di samping Pendekar Rajawali Sakti.
"Aku cari pelita dulu, Kakang. Barangkali saja ada di dalam," kata Pandan Wangi seraya bangkit berdiri lagi.
Rangga hanya diam saja. Bahkan melirik pun tidak. Sedangkan Pandan Wangi sudah tenggelam dalam rumah besar ini. Tapi belum juga gadis yang berjuluk si Kipas Maut itu berada di dalam, mendadak saja....
"Kakang...!"
"Heh...?!" Rangga jadi tersentak kaget begitu tiba-tiba terdengar teriakan Pandan Wangi dari dalam rumah ini. Maka cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti melompat bangkit berdiri dan melesat masuk ke dalam. Bahkan langsung dipergunakannya ilmu meringankan tubuh yang sudah begitu sempurnanya. Sehingga hanya sekali lesat saja, bayangan tubuhnya sudah lenyap di balik pintu.
Rangga terus menerobos masuk ke dalam ruangan tengah yang masih dipenuhi mayat gadis muda murid Padepokan Dara Wulung ini. Tapi Pandan Wangi tidak terlihat di sana. Maka Pendekar Rajawali Sakti terus saja melompat, menggunakan ilmu meringankan tubuh yang sudah sempurna tingkatannya. Sekali lesat saja, Pendekar Rajawali Sakti sudah mencapai pintu yang langsung berhubungan dengan bagian belakang. Tanpa berpikir panjang lagi, Rangga langsung melesat menerobos ke dalam.
"Heh...?!" Kedua bola mata Rangga jadi terbeliak lebar, begitu tiba di bagian belakang rumah besar yang menjadi bangunan utama Padepokan Dara Wulung ini. Hampir tidak dipercayai penglihatannya sendiri, seperti tengah bermimpi saja. Dan ini membuatnya jadi terpaku diam seperti patung.
"Kenapa bengong di situ...?! Turunkan aku, cepat..!"
"Oh...?!" Rangga baru tersentak sadar, begitu mendengar bentakan Pandan Wangi. Cepat kakinya melangkah menghampiri sambil memandangi Pandan Wangi yang tampak sudah tergantung. Kedua kakinya terikat tambang ke atas, sedangkan kepalanya terjungkir ke bawah.
"Turunkan aku cepat, Kakang...!" jerit Pandan Wangi jadi agak kesal, melihat Rangga terasa begitu lambat bergerak.
"Hup!" Rangga cepat melesat ke atas. Langsung tangan kirinya dikibaskan dengan kecepatan luar biasa sekali.
Tes! "Hap!"
Begitu cepat gerakan Pendekar Rajawali Sakti. Sambil memutuskan tambang, disambarnya tubuh Pandan Wangi. Dan tahu-tahu kakinya sudah kembali menjejak tanah dengan tubuh si Kipas Maut berada dalam pelukannya. Pandan Wangi buru-buru melepaskan diri dari pelukan Pendekar Rajawali Sakti. Dilepaskan tambang yang mengikat kakinya, lalu dibuangnya sambil mendengus kesal.
"Huh!"
Sementara, Rangga memandangi tambang yang tergantung di batang pohon, di halaman belakang rumah besar Padepokan Dara Wulung ini. Tampak keningnya sedikit berkerut, dan kelopak matanya juga terlihat menyipit. Sedangkan, Pandan Wangi terus menggerutu kesal. Tapi gerutuannya mendadak saja lenyap, begitu melihat Rangga berdiri mematung memandangi tambang yang telah menjeratnya tadi.
"Ada apa, Kakang?" tanya Pandan Wangi seraya mendekati Pendekar Rajawali Sakti.
"Kau lihat tambang itu, Pandan...?" Rangga malah balik bertanya sambil menunjuk ke tambang yang tadi menggantung Pandan Wangi.
"Memangnya kenapa tambang itu?" tanya Pandan Wangi lagi.
"Aku seperti mengenali asal buatanya," sahut Rangga pelan, seperti ragu-ragu mengucapkannya.
Pandan Wangi jadi terdiam, tapi sebentar kemudian melangkah. Dipungutnya tambang yang tadi menjerat kakinya, lalu kembali menghampiri Pendekar Rajawali Sakti yang masih tetap berdiri mematung di tempat Pandan Wangi tergantung tadi. Rangga mengambil tambang dari tangan Pandan Wangi, lalu mengamatinya sampai kelopak matanya sedikit menyipit. Sementara Pandan Wangi hanya diam saja memperhatikan. Tapi dalam kepala, otaknya juga tengah berpikir dan berusaha mengingat-ingat asal buatan tambang yang telah menjeratnya.
"Rasanya tidak ada orang lain yang bisa membuat tambang sebagus dan sekuat ini, Pandan Wangi," kata Rangga lagi, masih terdengar ragu-ragu.
"Kau tahu, siapa pembuat tambang yang terbaik, Pandan...?"
"Maksudmu...?" Pandan Wangi malah balik bertanya tidak mengerti.
"Di wilayah kulon ini, hanya ada satu orang yang bisa membuat tambang seperti ini. Dan aku yakin, dialah yang membuatnya," kata Rangga, agak menggumam suaranya.
"Ki Rambat...," desis Pandan Wangi langsung bisa menebak arah pikiran Pendekar Rajawali Sakti.
"Benar..! Hanya Ki Rambat yang ahli dalam membuat tambang."
"Tapi, Kakang... Apa mungkin Ki Rambat yang melakukan ini semua?"
Rangga hanya diam saja, tidak langsung menjawab pertanyaan si Kipas Maut. Masalahnya, justru dia sendiri sejak tadi berpikir ke sana. Dan rasanya tidak mungkin kalau Ki Rambat membantai habis semua murid Padepokan Dara Wulung ini. Bahkan sampai membuat jebakan, sehingga membuat Pandan Wangi tadi terjerat dengan kepala tergantung ke bawah.
Pendekar Rajawali Sakti tahu betul, siapa Ki Rambat itu. Dia adalah seorang pembuat tambang yang paling ternama di wilayah kulon ini. Tambang-tambang buatannya memang sangat bagus dan kuat, sehingga tidak ada yang bisa menandinginya. Sedangkan tempat tinggal Ki Rambat sendiri cukup jauh dari Padepokan Dara Wulung ini. Paling tidak, membutuhkan dua hari perjalanan dengan menunggang kuda. Lebih-lebih, Ki Rambat memang tidak bisa menunggang kuda.
Rangga jadi tidak yakin pada diri sendiri. Tambang buatan Ki Rambat memang sangat terkenal. Jadi, bisa siapa saja yang menggunakannya. Pendekar Rajawali Sakti lalu membuang tambang bekas pengikat kaki Pandan Wangi tadi, kemudian melangkah setelah menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya kuat-kuat.
"Sudah kau dapatkan pelitanya, Pandan?" tanya Rangga tidak ingin meneruskan pikirannya mengenai tambang buatan Ki Rambat. Pandan Wangi hanya menggeleng saja. "Ayo, kita cari sama-sama," ajak Rangga.
Mereka kemudian melangkah meninggalkan halaman belakang Padepokan Dara Wulung ini. Tidak ada lagi yang bersuara, hingga mereka menemukan sebuah pelita yang cukup besar. Dengan batu api, Pandan Wangi menyalakan pelita itu. Dan kini, kedua pendekar muda dari Karang Setra itu kembali ke beranda depan bangunan padepokan ini. Mereka lalu duduk di sana sambil membicarakan keadaan di padepokan yang sudah tidak dihuni lagi ini. Sampai jauh malam, mereka terus berbicara.
Dan Pandan Wangi baru merebahkan diri, setelah Rangga menyuruhnya tidur. Besok, pagi-pagi sekali, mereka harus meneruskan perjalanan kembali. Dan ketika Pandan Wangi tidur, Rangga memeriksa seluruh bangunan padepokan ini. Namun tidak juga ditemukan adanya petunjuk sedikit pun. Pendekar Rajawali Sakti kembali duduk mencangkung di beranda depan, tidak jauh dari tempat Pandan Wangi tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
99. Pendekar Rajawali Sakti : Pelangi Lembah Kambang
ActionSerial ke 99. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.