BAGIAN 3

432 19 0
                                    

Empat orang laki-laki bertampang kasar itu bangkit berdiri sambil meringis menahan sakit, akibat mendapat pukulan-pukulan keras Pendekar Rajawali Sakti tadi. Sementara, Rangga sendiri tetap berdiri tegak memandangi dengan bibir terus menyunggingkan senyum tipis. Mata mereka jadi terbeliak lebar, begitu melihat golok-goloknya berada di tangan pemuda berbaju rompi putih itu.
Sungguh tidak disadari, kapan dan bagaimana pemuda itu bisa merampas golok. Bahkan sambil menghantamkan pukulan yang begitu keras. Untung saja pukulan itu dilepaskan tidak disertai pengerahan tenaga dalam. Dan mereka hanya merasakan sakit saja, namun tidak mendapatkan luka parah.
"Pergilah! Jangan sampai pikiranku berubah, lalu menghirup darah kalian semua!" desis Rangga dibuat dingin sekali nada suaranya.
Seketika wajah keempat laki-laki itu jadi berubah pucat-pasi seperti mayat. Mereka langsung menyadari kalau pemuda yang dihadapi ini berkepandaian sangat tinggi. Maka tanpa bicara apa-apa, mereka langsung berbalik dan hendak berlari. Tapi sebelum mereka sempat berlari, Rangga sudah membentaknya.
"Tunggu...!"
Mereka tidak jadi berlari, dan kembali memutar tubuhnya.
"Nih, senjata kalian...!" Rangga melemparkan golok-golok rampasannya, sehingga langsung menancap tepat di ujung jari kaki mereka berempat.
Serentak keempat orang itu saling berpandangan beberapa saat, kemudian mengambil golok masing-masing. Kini mereka cepat-cepat meninggalkan tempat itu, sebelum Rangga bisa membuka suara lagi. Dan Pendekar Rajawali Sakti hanya tersenyum saja sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Pendekar Rajawali Sakti berbalik, setelah empat orang laki-laki bertampang kasar itu tidak terlihat lagi dari pandangan. Kakinya melangkah menghampiri Pandan Wangi yang duduk di depan seorang gadis yang masih tergeletak belum sadarkan diri. Dan begitu Rangga berada di belakang Pandan Wangi, gadis berwajah cukup cantik, dan bertubuh ramping menggiurkan indah itu mulai membuka matanya.
"Oh...?!"
Gadis itu tampak terkejut begitu melihat Rangga dan Pandan Wangi. Cepat-cepat dia bangkit, lalu duduk di depan kedua pendekar muda itu. Matanya langsung beredar ke sekeliling, seakan-akan ada yang tengah dicarinya. Tapi sebentar kemudian pandangannya kembali tertuju pada kedua pendekar muda yang sudah duduk berdampingan di depannya.
"Di mana mereka...?" tanyanya seperti pada diri sendiri.
"Mereka sudah pergi," sahut Rangga.
"Siapa kalian?" tanya gadis itu sambil menatap dua orang yang duduk didepannya.
"Aku Rangga. Dan ini adikku. Namanya, Pandan Wangi," sahut Rangga memperkenalkan diri.
Rangga memang selalu mengenalkan Pandan Wangi pada siapa pun sebagai adiknya. Dan gadis itu sendiri memang tidak keberatan dianggap adik, walaupun dalam hati mereka sebenarnya terpaut suatu perasaan cinta yang dilandasi benih-benih asmara.
"Namamu siapa...?" Pandan Wangi balik bertanya, setelah Rangga memperkenalkan diri.
"Aku Rahmita," sahut gadis itu.
"Nama yang bagus," puji Rangga.
Tapi, pujian Pendekar Rajawali Sakti tampaknya tidak mendapat sambutan sama sekali. Malah, sikap gadis itu tetap biasa saja. Raut wajahnya datar, tanpa perubahan sedikit pun. Rahmita tidak seperti gadis-gadis lain, yang kalau mendapatkan pujian dari seorang pemuda tampan, wajahnya langsung berubah merah dadu. Tapi, raut wajah Rahmita tetap saja datar. Bahkan malah menatap Pandan Wangi.
"Kalian yang mengusir mereka?" tanya Rahmita, terdengar begitu datar nada suaranya.
"Kakang Rangga yang mengusir mereka," sahut Pandan Wangi sambil melirik Rangga yang duduk di sebelahnya.
"Mengapa mereka tidak kau bunuh?" tanya Rahmita lagi, kini beralih menatap Rangga.
"Untuk apa...? Tidak ada alasan bagiku untuk membunuh mereka," sahut Rangga kalem.
"Huh! Seharusnya binatang-binatang itu kau bunuh!" dengus Rahmita terdengar geram nada suaranya.
Dengusan gadis itu membuat kening Rangga jadi berkerut, dan kelopak matanya jadi menyipit. Dia tampak terkejut sekali. Seakan, gadis ini tidak puas oleh apa yang dilakukan Pendekar Rajawali Sakti tadi.
"Kenapa kau bertarung dengan mereka?" tanya Pandan Wangi, mencoba menghilangkan kekakuan yang terjadi.
"Aku memang ingin membunuh mereka semua. Aku ingin membunuh binatang-binatang itu. Mereka tidak pantas hidup!" sahut Rahmita masih bernada berang.
"Kau punya dendam pada mereka?" tanya Rangga jadi ingin tahu, setelah melihat sikap gadis ini.
"Huh!" Tapi Rahmita hanya mendengus saja. Wajahnya kelihatan memerah, dan bola matanya berputar liar.
Rangga jadi heran juga melihat sikap dan raut wajah gadis itu. Tanpa sadar, matanya melirik Pandan Wangi. Dan saat itu juga, Pandan Wangi melirik Pendekar Rajawali Sakti. Lalu secara bersamaan, mereka mengangkat pundak.
Sementara Rahmita sudah bangkit berdiri. Sebentar tubuhnya menggeliat beberapa kali, seperti hendak menghilangkan rasa pegal yang menghantam sekujur tubuhnya yang ramping dan padat berisi.
Seperti tidak sadar, Rangga terus memandangi gadis ini. Sedangkan Pandan Wangi seperti pura-pura tidak tahu, karena memang sudah tahu betul watak Pendekar Rajawali Sakti. Malah pandangannya dialihkan ke arah lain, seperti tidak ingin ikut campur.
Di dalam hatinya, Rangga mengakui kalau bentuk tubuh gadis yang mengenalkan diri sebagai Rahmita itu memang sangat indah. Dan taksirannya usia gadis itu paling belum genap sembilan belas tahun. Buktinya, bagian dadanya masih terlihat baru mengembang. Namun, memang sudah kelihatan begitu indah.
Rangga mendengus kecil, berusaha menghilangkan bayangan tubuh indah yang menggeliat geliat di benaknya. Matanya melirik Pandan Wangi yang sudah memutar tubuhnya, memandang ke arah lain.
"Kau sudah terbebas dari mereka. Sebaiknya, kami melanjutkan perjalanan," kata Rangga sambil bangkit berdiri.
"Eh...! Mau ke mana kalian...?" sentak Rahmita kelihatan terkejut.
"Kami ada urusan yang harus diselesaikan. Maaf, kami harus pergi," cepat-cepat Pandan Wangi membuka suara, sebelum Rangga bisa membuka mulut.
Tanpa menunggu lagi, Pandan Wangi cepat-cepat menarik tangan Rangga dan mengajaknya pergi. Dan ini membuat Rangga jadi agak tersentak, tapi bergegas melangkah mengikuti ayunan langkah kaki Pandan Wangi yang begitu cepat.
Rangga secara halus melepaskan cekalan tangan. Sementara, Rahmita jadi terlongong memandangi. Rangga yang berjalan mengikuti Pandan Wangi, tahu kalau gadis yang dikenal sebagai si Kipas Maut itu berjalan disertai pengerahan ilmu meringankan tubuh.
Terpaksa Pendekar Rajawali Sakti harus mengimbangi. Hingga dalam waktu sebentar saja, mereka sudah meninggalkan Rahmita jauh di belakang. Sedikit Rangga berpaling ke belakang, melihat Rahmita masih berdiri tegak memandangi. Dan sebentar kemudian, gadis itu sudah tak terlihat lagi, saat mereka berbelok dan masuk ke dalam hutan yang cukup lebat ini. Dan kini mereka kembali menuju tempat kuda-kuda ditinggalkan tadi.
"Pelan sedikit jalannya, Pandan," pinta Rangga.
"Ini juga sudah pelan," sahut Pandan Wangi agak mendengus nada suaranya.
Rangga langsung diam. Diperhatikannya wajah Pandan Wangi yang kelihatan memberengut. Dia langsung tahu, gadis ini pasti sedang dibakar cemburu, karena tadi memandangi Rahmita begitu rupa. Dan memang diakui, Rahmita memiliki daya pesona yang sulit dihilangkan begitu saja.
Entah kenapa, tadi lekuk-lekuk tubuh gadis itu sempat dibayangkan. Dan Rangga tidak mau mempersoalkan itu lagi. Dan pemuda itu tidak ingin api cemburu dalam dada Pandan Wangi semakin besar membara. Bisa celaka jadinya, kalau Pandan Wangi sampai marah dan meninggalkannya begitu saja. Rangga kini lebih memilih diam, daripada harus membuat persoalan baru yang tidak diinginkannya sama sekali.
Sebentar saja mereka sudah tiba di tempat kuda-kuda yang diringgalkan tadi. Dua ekor kuda masih tetap menunggu sambil merumput tenang. Pandan Wangi langsung melompat naik ke atas punggung kudanya, tanpa bicara sedikit pun. Sementara Rangga mengikuti, melompat naik ke punggung kudanya sendiri. Tidak berapa lama kemudian, mereka sudah menjalankan kuda perlahan-lahan menuruni lereng Gunung Brambang ini.

99. Pendekar Rajawali Sakti : Pelangi Lembah KambangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang