The Second Reason

201 42 2
                                    

Alasan kedua: he is crazy.

Suatu siang di hari Selasa, Aya merasakan rasa kantuk yang luar biasa ketika datang di kuliah tentang Komunikasi Massa. Kedua matanya tidak bisa membuka sempurna dan telinganya berdengung. Angin yang berhembus dari jendela menyempurnakan hasrat untuk tidur.

Kuliah siang memang rawan. Apalagi untuk Aya yang selalu aktif di malam hari. Rasanya sang dosen yang sedang mengajar hanya meracau tidak jelas, suaranya jauh dan terdengar seperti dengungan lebah.

Zzzzzz.... bst.... bzzz....

Ketika ia hampir jatuh tertidur, entah kenapa tiba-tiba ia merasa sedang jatuh dari gedung pencakar langit super tinggi. Tubuhnya tiba-tiba bereaksi, ia melonjak kaget di bangkunya.

Untung saja, untuuuuuung saja ia berada di barisan belakang sendiri sehingga tidak menjadi pusat perhatian. Dengan cepat, ia mengusap matanya dan mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Johnny.

Jenaya
Johnnnn
Ngantuk banget sumpahhhh
Katanya dosennya lagi ngejelasin tapi kok buatku nggak jelas ya john
Huhuhu

Ia melempar ponselnya ke meja (tentu saja secara pelan-pelan) ketika ia melihat bahwa Johnny sedang online dan hanya membaca pesan-pesannya. Aya mendengus pelan, kembali berusaha fokus pada sang dosen dan—tentu saja—berakhir sia-sia.

Mungkin ada sekitar lima menit setelah Aya berusaha fokus sebelum pintu ruang kelas tiba-tiba terbuka, menampakkan sosok Johnny yang tersenyum menawan pada sang dosen.

"Maaf, Bu, sebelumnya. Saya Suhar, Bu, disuruh Dekan untuk memanggil Jenaya," ucap Johnny dengan cepat. Ia berjalan cepat dan menarik Jenaya keluar.

"Terima kasih, Bu!"

Bagi Jenaya, itu tidak sopan. Dan ngawur.

Mana ada dekan memanggil Aya? Mana ada cowok ini tiba-tiba mengaku sebagai Suhar? Dan lagi, yang Aya masih bingung, mana ada dosen yang tidak protes atau marah karena Johnny bertingkah seperti ini?

Oke, mungkin Bu Inta—dosen tadi—tidak protes. Tapi tetap saja Aya sering merasa sebal dengan tingkah tengil pacarnya ini.

"John, kamu bisa dipanggi—"

"Gampang."

"John, beneran, deh, kamu tadi nggak sop—"

"Aku tahu."

"Aku nggak suka kamu kayak gini."

O-ow. Johnny diam. Diam-diam tersenyum mengamati wajah Aya yang cemberut maksudnya. Sungguh, gadisnya itu terlihat berkali-kali jauh lebih imut jika sedang merengut.

"Kita ke kosanku sekarang," ucap Aya final. Suaranya tegas dan nadanya tidak dapat dibantah. Johnny senyum-senyum.

"Siap, Bu."

Dengan begitu, mereka berjalan ke parkiran dan naik ke Jeep Johnny. Dalam perjalanan, tidak ada yang bicara. Aya yang memandang lurus ke jalanan depan, dan Johnny yang sibuk menyetir mobil. Sibuk melirik Aya juga, sih.

"Aku tau aku cantik, nggak usah lirik-lirik," Aya berucap jutek. Johnny berusaha keras untuk menahan tawanya.

🌱

Johnny diam di pintu ketika Aya meletakkan tasnya di kasur dan berbalik menghadapnya. Kedua tangan gadis itu berada di pinggang.

"Masuk," ucapnya galak. Johnny sumringah.

Five Reasons | Seo Johnny [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang