We are idiot

295 35 6
                                    

Alice’s POV

Sudah hampir seminggu aku tinggal dinegara orang ini, dan tidak terasa juga bahwa minggu depan aku harus masuk kuliah. Uh, sebenarnya aku masih membutuhkan libur panjang. Rasanya jika berjalan jalan mengelilingi kota London, mengkhayal, bermalas malasan, dan bertengkar dengan Jasmine itu benar benar kurang.

Mungkin itu sebabnya aku masih ingin berlibur. Sudahlah, lagipula masih ada satu minggu untuk bersantai santai.

Dan juga menyiapkan semua yang kubutuhkan ketika nanti masuk universitas yang sudah Mom Shailesh daftarkan untukku dan Jasmine. Mom Shailesh itu adalah ibunya Jasmine, atau mungkin bisa dikatakan juga adalah ibuku yang kedua.

Oh, kau tidak tahu betapa dekatnya keluargaku dengan keluarga Jasmine.

Berbicara tentang Jasmine, tadi aku beradu mulut sebentar dengannya. Hari ini sebenarnya aku dan Jasmine berniat untuk pergi ke supermarket, membeli semua kebutuhan perbulan kita disini. Tapi apa yang terjadi? Jasmine malah bermalas malasan diatas kasurnya.

Hingga akhirnya aku yang harus pergi ke supermarket sendirian. Karena memang aku yang sedang benar benar membutuhkan semua itu saat ini. Semua yang Jasmine butuhkan masih ada dan utuh terpampang rapih disetiap tempat. Baiklah, itu memang karena Jasmine membawanya dari New York.

Aku memasukkan barang barang yang akan kubeli kedalam trolly. Saat ini aku sedang berada dibagian peralatan mandi. Aku mengambil Shampo, sabun, hair mask dan lain lain kedalam trolly.

Aku mulai mendorong trolly yang berisi beberapa belanjaanku ini ke arah kasir. Kurasa semua yang berada didalam trolly ini sudah cukup.

Mataku tidak sengaja melihat seorang lelaki yang memakai Beanie, kacamata hitam, dan masker. Aku menatapnya aneh. Bagaimana tidak? Hampir seluruh kepalanya ia tutupi.

Oh baiklah, kurasa itu sama sekali bukan urusanku. Aku kembali mendorong trolly ini ke arah kasir, antriannya cukup panjang. Mungkin karena ini sudah mendekati awal bulan.

Setelah beberapa menit akhirnya semua barang barang yang kubeli mulai dicek harga dikasir. Pelayan kasir itupun memberitahuku harga keseluruhannya. Aku hanya mengangguk dan mengambil uang didalam saku.

Oh, aku memang orang yang tidak suka membawa dompet. Jika ada hal penting saja jika aku membawa dompet.

What the fuck?

Betapa terkejutnya aku saat uang yang akan kupakai untuk membayar semua ini ternyata tidak ada.

Tanganku terus meraba saku saku yang ada dicelanaku. Dan tetap saja uangku tidak ada. Sialan, ini benar benar memalukan.

Mataku membulat saat mengingat bahwa uang yang akan kubawa tadi tertinggal dimeja saat aku memakai cardigan. Sebentar lagi kau akan merasakan malu, Alice.

Aku menggigiti bibir bawahku dan dengan ragu ragu aku berbicara pada pelayan kasir. Astaga, entah keberapa kalinya aku mengatakan bahwa ini benar benar memalukan.

I’m sorry, uangku tertinggal di flat. Ini kecerobohan. Kurasa aku akan menelpon teman satu flat ku itu dulu agar ia membawakan─”

“Tidak usah, pakai uangku saja. Ambil uang ini, sir.” Aku menengok ke asal suara, dan betapa terkejutnya aku saat melihat bahwa uang itu berasal dari lelaki yang hampir menutupi seluruh bagian kepalanya.

Sebelah alisku terangkat saat aku menatap lelaki yang sama sekali tidak aku kenali─ Lebih tepatnya, lelaki yang wajahnya benar benar tertutup.

“Tapi─”

“Tidak apa apa. Pakai saja. Lagipula kasihan dengan orang orang yang mengantri, daripada kau harus menanggung malu didepan banyak orang. Lebih baik kau menanggung malu didepanku saja.” Potong lelaki itu.

Spaces Between Us [Styles&Malik]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang