Jasmine’s POV
Sebenarnya ini sangat memalukan karena aku meminta Alice untuk menemuiku di toilet, tapi mau bagaimana lagi? Aku hampir gila, perutku rasanya sangat melilit. Belum lagi rasanya sangat perih, ini semua berkat aku bertanding memakan keripik pedas bersama Alice semalam. Bisa dibilang lebih tepatnya persahabatan kami memang aneh.
Sekarang aku baru saja keluar dari toilet yang cukup bersih untuk mahasiswa, tatanannya juga sangat bagus. Tidak memerlukan beberapa pounds untuk membayar toilet seperti di mall, agak asing juga melihat orang yang berlalu lalang. Jujur saja, mereka memiliki kriteria masing-masing yang unik. Mungkin karena banyak pertukaran pelajar dan orang luar juga yang sekolah disini, cukup menyenangkan bisa mengenal orang dari Negara asing.
Oh, aku lupa tentang Alice. Tadikan aku menyuruhnya menunggu ditempat lain. Aku mengeluarkan benda persegi panjang dari tas selendangku, mengeser tulisan unclock dan mengetik beberapa kalimat pada Alice tapi pandanganku tak berpaling untuk tetap mencarinya.
I see! Itu Alice, dia ditengah koridor. Tunggu, ada lelaki tinggi juga disana. Apa itu teman baru Alice? Tapi itu tidak mungkin, jarang sekali Alice cepat berkenalan dengan lelaki. Kalau dipikirkan lagi semua itu bisa saja, kalau lelaki itu tampan, Alice pasti akan dengan cepat mengenalnya. Semua orang tahu bagaimana saat Alice melihat lelaki tampan.
Aku sedikit berlari kearah Alice berada. “Alice!!!”
Alice membalikan badannya, melihatku dengan pandangan binggung tapi mulut kecilnya berbisik pada lelaki yang sekarang tepat dibelakangnya. Aku segera berjalan cepat, tunggu dulu. Apa aku tidak salah liat? Alice bersama?
“Hai Z-zayn?” Aku melihatnya binggung, antara kaget dan aneh saat dia bisa berada didalam kampusku sambil berbicara dengan Alice. Banyak pertanyaan yang ingin kutanyakan pada Alice tentang apa saja yang dia bicarakan dengan Zayn. Tapi biarlah, aku bisa mengintrogasinya di Flat nanti malam. Tapi harus kalian ketahui, Zayn tersenyum lebar ke arahku.
“Hey, Jas. Remember me huh?” Zayn tersenyum manis padaku, bukan tersenyum manis tapi aku bisa saja menyebutnya senyuman maut. Dia mencolek lenganku dengan genit, awalnya aku menatapnya aneh. Ini jelas sangat berubah drastis dengan Zayn yang semalam, semalam dia terlihat diam dan cool.
Alice mendekatkan tubuhnya padaku,“Ada hubungan apa kau dan Zayn? Kau merahasiakannya dariku, huh?”
“Nothing. We are just friend.” Aku menjawabnya berbisik.
Kini aku menatap Zayn yang juga sedang melihat kami dengan bingung. Sebenarnya dia terlihat lebih bad boy dibandingkan kemarin dan sedikit bodoh. Ya maksudku, tingkahnya bodoh dan itu membuatku ingin tertawa.
Aku menyengol bahu Alice, “Alice, kurasa lebih baik sekarang kau pergi. Ada sesuatu yang harus kubicarakan dengan Zayn.” Aku tersenyum manis kearahnya, meskipun aku tahu senyumanku sama sekali tidak semanis milik Zayn.
“Dan setelah itu kau harus membicarakan semua ini padaku. Kau curang, tidak pernah cerita padaku bahwa kau dekat dengan Zayn.” Alice kembali berbisik, aku hanya menatapnya malas. Aku yakin Alice pasti mengerti apa maksudku jadi dia meninggalkan aku dan Zayn.
Baiklah aku benci saat harus berbicara dengan Zayn disituasi yang awkward ini, Zayn menatapku genit. Bisakah sekali saja dia menghentikan tatapan mematikan itu? Aku takut perutku akan terasa sakit lagi.
Zayn berdeham, membuatku mendongak melihatnya. “Jadi?” Alis tebalnya naik sedikit dibandingkan yang sebelah kirinya. Aku binggung apa yang dia katakan.
“Jadi apa yang kau lakukan disini?” Aku mengerutkan dahi menatapnya, Zayn mendekatkan wajahnya yang membuatku diam membeku.
“Aku sedikit merindukanmu.” Jelasnya, yang membuat kupu-kupu dalam perutku berterbangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Spaces Between Us [Styles&Malik]
FanfictionJasmine Bravery dan Alice Delline memiliki keunikan tersendiri dalam hubungan persahabatannya. New York adalah tempat dimana mereka menemukan diri mereka yang sebenarnya sebagai sahabat. Tapi apa jadinya jika London akan menjadi tempat dimana merek...