Rhea
Sudah kusiapkan berbagai rencana untuk membuat Ami dan Rizka kembali berteman dengan diriku. Mulai dari cara yang biasa, seperti mengajak bicara, atau cara yang ekstrim seperti ingin melompat dari lantai dua, jika mereka mengabaikanku.
Memang pilihan melompat dari lantai dua agak berlebihan, tapi bukankah mereka menginginkan Rhea yang dulu? Dan, inilah Rhea yang dulu mereka kenal.
Aku sudah memikirkan kata-kata yang akan kugunakan. Aku sudah siap dengan penolakan. Tapi, jika itu terjadi, aku tidak akan menyerah. Aku akan berusaha kembali menjadi Rhea yang dulu.
Saat aku tiba di kelas pada pagi harinya, hanya ada beberapa murid yang sudah datang. Kulihat Ami dan Rizka sedang asik berbicara. Kudekati mereka, lalu kutepuk pundak teman-temanku itu.
"Please, penunggu sekolah ini. Jangan ganggu gue," ucap Ami spontan. "Gue cuman pengen bikin lo eksis."
Kudengar suara tertawa pelan beberapa murid lainnya di belakang.
"Hm.. sebenarnya ini gue, Rhea. Kecuali lo sekarang bilang gue adalah penunggu sekolah."
Ami menghembuskan nafas lega. "Untung aja cuman lo, Ya."
Aku menarik kursi, lalu bergabung bersama mereka berdua. "Emang ada apa sama penunggu sekolah?"
Ami dan Rizka saling tatap, lalu mengangguk setelah waktu yang cukup lama. Seakan-akan menceritakan hal itu adalah membocorkan rahasia negara.
"Sebenarnya cerita ini udah mulai nyebar sejak beberapa hari yang lalu," Ami memulai cerita.
"Dia sebenarnya udah ada sejak tahun pertama sekolah ini dibangun. Tapi, akhir-akhir ini mahkluk itu nggak pernah muncul," lanjutnya.
Tiba-tiba kurasakan hawa di kelas menjadi lebih dingin. Hujan di luar juga semakin menjadi-jadi.
"Lo tau kan sama Icha anak kelas 12 IPS 1?" tanyanya.
Aku mengangguk. "Yang nggak bisa diem itu kan?"
"Nah, Icha itu yang pertama kali ditemuin sama penunggu sekolah."
Kuperhatikan Rizka mulai menarik kursinya merapat ke arah Ami.
"Kata tuh cewek, penunggu sekolah kita itu mukanya serem banget. Dia make baju sekolah usang. Rambutnya panjang dan berantakan," katanya. "Konon, penunggu sekolah itu bakal datang kalau ada yang nyeritain dia. Dan, kalau beruntung, yang nyeritain bisa ketemu dirinya!"
Saat itulah kegaduhan terjadi. Lampu di depan kelas yang tadinya menyala tiba-tiba mati. Terdengar teriakan beberapa murid-teriakanku yang paling nyaring.
Setelah beberapa detik menengangkan, barulah lampu itu menyala kembali.
"Sorry, guys. Gue sebenarnya mau nyalain lampu belakang, tapi ternyata gue malah nekan tombol lampu depan. Sorry ya!" ucap Ade, teman sekelasku yang duduknya paling pojok belakang.
Setelah menyalakan lampu belakang, dia akhirnya duduk kembali di kursinya, disusul sorakan beberapa murid lainnya.
"Gila, mau copot jantung gue." Rizka yang sejak tadi diam akhirnya bersuara.
"Udah. Kita jangan bahas penunggu sekolah lagi. Ntar dia beneran muncul lagi," ucap Ami.
Pada saat itulah kuputuskan untuk meminta maaf. "Maafin gue ya, Ami, Rizka."
"Udah lah, santai aja. Kami sudah maafin lo kok, Ya," sahut Ami.
Ternyata semua persiapanku sebelumnya tidak perlu. Mereka adalah teman yang sangat baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abnormal
Novela JuvenilRhea Amanda Putri berusaha untuk bangkit dari kesedihan karena hubungannya dengan si-nama-yang-tak-boleh-disebut berakhir. Dia tidak hanya kehilangan pacarnya, namun juga motivasi hidupnya. Keadaan mulai membaik sejak dia berkenalan dengan Putra. Se...