Para panitia pensi bersama anak buah harus memulai dekorasi hari ini. Dan hanya Janette yang sudah datang ke sekolah. Diego sedang menjemput Bianca, Rebecca sedang menghadiri acara keluarganya. Dan Bastian tak pernah sampai dari lima belas menit yang lalu.
Janette menggandeng dua totebag dan menaruhnya di tangga, lalu ia duduk.
"Fi, buat stan di bawah pohon-pohon aja biar adem." perintah Janette pada Fiola. Fiola mengerjakannya.
Janette melihat sekeliling dan tak mendapati panggung belum dibangun sama sekali. Janette langsung berdiri dan meneriakkan nama Fiola.
"FIOLAAA!!!"
"IYA KAK." jawab Fiola terkejut.
"Gue minta lo nyari panggung udah dapet belum?"
"Sorry, kak, belum,"
Janette mengusap wajahnya frustasi. Merasa dirinya sendiri yang bekerja dan anak buah tak bisa diandalkan. "Ini sodara-sodara gue kemana sih, ke sekolah aja lama bat."
Janette kembali duduk di tangga dan segera menelpon Diego. "Go, lu cari panggung ya, lu cepet ke sini, masa gue doang yang dateng." Janette segera menutup telpon tanpa menunggu jawaban dari Diego.
Tak lama mobil Bastian masuk ke dalam halaman parkiran sekolah. Mobil Bastian cukup besar untuk ukuran mobil anak sekolah. Mengingat kata besar, ada yang janggal di pikiran Janette.
Janette menepuk jidat. "Karpet merah besar, kenapa gue lupa, sih?!" katanya memarahi diri sendiri.
Bastian turun dari mobil dan menghampiri Janette. Janette mengabaikan Bastian yang makin mendekat, ia mencari-cari orang yang memungkinkan untuk membawa mobil ke sekolah.
"Jan," panggil Bastian. Janette mengacuhkan Bastian lalu pergi menuju Fiola.
Bastian tidak lagi bisa membiarkan Janette terus-terusan mengabaikannya. Dengan langkah lebar Bastian menangkap lengan Janette. Tenaganya kuat hingga Janette tak bisa melepaskan genggaman itu walau sudah menghentakkan tangan.
"Lepas gak?!" pinta Janette dengan memaksa.
"Gue lepas kalo lu udah normal." jawab Bastian cepat.
Janette menautkan alis. "Apaan, lu kira gue gila?"
Bastian melepaskan tangan Janette perlahan. "Lu aneh tau, Jan!"
Janette mendelik. "Lu cepet emosi padahal aslinya lu sabar. Lu bisa marah lama-lama padahal biasanya lu gak bisa marah beneran. Semenjak pengumuman pertukaran pelajar itu lu jadi aneh. Gue gak suka."
Janette melirik sinis, "Suka-suka gue dong,"
"Oke, iya, gue gak setujuin pertukaran pelajar itu. Gue gak mau jauh dari lu." Bastian berusaha menyelesaikan masalah ini.
"Gak guna! Gue udah setujuin pertukaran pelajar itu. Lagian juga lu nggak beneran ngomong dari hati." jawab Janette.
Bastian mengacak rambut frustasi. Tak mengerti lagi harus berkata bagaimana.
"MAU LU APA SIH, JAN?" ucap Bastian galak. Membuat nyali Janette sedikit menciut.
"Gue setujuin pertukaran itu untuk mengapresiasi kalo lu itu cewek pintar. Cewek yang gak mudah direndahkan. Tapi lu malah berpikiran lain. Terus ini, disaat gue udah mulai menerima pandangan lu, respon yang gue terima malah kayak gini. Gue tau lu banyak pikiran, banyak yang harus lu urus juga. Tapi bukan berarti juga lu bisa diemin gue kayak gini. Gue gak bisa, gak suka kalo lu kayak gini."
Janette menunduk tanpa diminta. Bastian galak membuat Janette tak berkutik. Sementara para anak buah Janette hanya ternganga dan tak mengerti apa yang sedang diperdebatkan oleh kedua kakak kelasnya ini. Melihat itu, Bastian menarik tangan Janette yang tak berkutik itu menuju tangga, walaupun masih terlihat setidaknya para adik kelas itu tak bisa mendengar mereka.
"Tapi justru kalo lu tau gue gini karna itu, lu harusnya tau harus gimana..." ujar Janette dengan suara yang semakin merendah di akhir. Sejujurnya ia takut kalau Bastian marah, tapi ia juga tak tahu harus bagaimana.
"JAN, PLEASE! BERHENTI BUAT GUE BINGUNG, BISA GAK SIH!?" kata Bastian dengan tak sadar bahwa ia tengah membentak Janette. Membuat Janette merasa terkejut dan matanya berkaca-kaca. Namun Ia juga sadar sudah terlalu egois sehingga membiarkan Bastian menunggu sikap baiknya datang kembali.
Mendengar perkataan itu, janette hanya terdiam tak bisa berkata apa-apa.
"Gue kasi lu waktu untuk berpikir apa yang bakal lu lakuin setelah gue ngomong kayak gini." Bastian pergi meninggalkan Janette menuju anak anak yang sedang mengerjakan tugasnya.
Tak lama dari itu, Diego memarkirkan mobilnya dan menemui Bastian. "Janette mana?" Tanya Diego kepada Bastian.
Bastian hanya menunjuk kearah tangga dimana Janette duduk. Diego pun menghampiri adiknya itu.
Diego yang melihat Janette langsung memanggil Bastian dengan suara yang keras dari jarak jauh. "Woiii Bas, cewek lu ngapa?"
"Tanya aja sendiri" jawab Bastian kepada Diego sambil memutar badan dan menuju Coffee Shop yang jaraknya tidak jauh dari sekolah.
Hari menjelang malam, Rebecca datang bersama dengan sepupunya yang duduk di kelas 12 MIPA 2. Rebecca membaur dengan para anak buahnya. "Sorry ya gue telat datengnya." ucap Rebecca sambil mengerjakan apa yang bisa ia kerjakan.
Entah darimana datangnya, tiba-tiba, "Woii dari mana lu baru dateng jam segini?" celetuk Bastian kepada Rebecca sambil memukul pundaknya dari belakang, Rebecca menoleh kebelakang.
"Eh, Bas, sorry ya gue telat datang tadi ada acara keluarga."
"Santai aja kali, oh iya lu kesini sama siapa?" Tanya Bastian kepada Rebecca.
"Pakai taksi." jawab Rebecca
"Bas sini dulu!!" teriak salah satu anak buah Bastian. "Oh, yaudah, gue kesana dulu ya Re." ucap Bastian dan Rebecca mengangguk, Bastian segera melenggang pergi.
Saat itu Reza mengelilingi sekolah yang sedang didekorasi oleh panitia. Tak sengaja ia melihat Janette dibelakang panggung yang sedang menghisap rokoknya. Dengan sigap, Reza mengambil rokok yang ada ditangan janette dan menariknya pergi menuju Coffee Shop. Sesampai di Coffee Shop Reza memesan sebuah kopi untuk Janette.
"Ngapain lu ngerokok sendirian dibelakang panggung?" ucap Reza kepada Janette setelah menduduki bangku.
Janette masih ragu untuk menceritakan apa yang dirasakannya pada Reza. Bagaimanapun, mereka tidak sedekat itu sampai Janette merasa yakin bahwa Reza adalah orang yang tepat.
"Gak. Gue dari dulu emang ngerokok. Biasa aja kali."
Reza menghela napas, "Becca bilang lu sama Bastian lagi ada masalah."
Janette menatap Reza tajam. Maksudnya apa? Lalu Reza ingin apa? Janette bingung kenapa Rebecca harus memberi tahu Reza tentang masalah pribadinya.
"Apaan si, gue sama dia gak kenapa-napa juga."
"Jan, gue tau lu dilarang ngerokok sama Bastian. Kalo lu ngerokok orang udah pasti tau, lu sama Bastian lagi ada problem."
Janette menghela napas kasar lalu membuang mukanya ke arah pelayan yang mengantarkan minuman.
"Gue juga tau, kalo lu masih gak enakan buat ceritain masalah lu dan Bastian ke sodara-sodara lu. Makanya gue minta lu buat cerita ke gue aja."
Di samping itu, di depan coffee shop sana. Ada yang menatap, menatap dan tersenyum paksa. Mobil itu melaju kembali.
"Lu mikir deh, Za. Ke sodara gue aja gue masih mikir-mikir. Lah gimana ke elu yang gak deket sama gue."
Janette bangkit lalu meninggalkan coffee shop itu dan pergi kembali ke sekolah menahan tangis.
Diperjalanan menuju pulang ke sekolah Janette berpapasan dengan Bastian. "Dari mana?" tanya Bastian dengan menatap tajam ke Janette "coffee shop sama Reza?" ucap Bastian menyela Janette yang ingin menjawab pertanyaan.
Janette hanya bisa terdiam. "kerjaan belum beres. Sedikit lagi kerjain tuh" ucap Bastian dan pergi meninggalkan Janette.
KAMU SEDANG MEMBACA
6 STONES
RomancePertukaran pelajar yang dialami seorang cewek ini ternyata membawa dampak buruk bagi kelangsungan kisahnya disaat ia harus pulang ke tanah kelahirannya. Siapa yang bisa menenangkan ini?