Episode 1

77 8 1
                                    

Pagi ini tampak cerah, secerah pandangan pemuda bertubuh jangkung itu dikala bel berbunyi. Langkah pemuda itu disegerakan menuju kantin, tempat bersemayamnya anak-anak yang letih untuk terus belajar.

Sejauh matanya memandang, pemuda itu tak menemukan sama sekali kursi yang kosong selain dua kursi kosong paling belakang. Ternyata dengan mempercepat langkah memang belum cukup, harusnya pemuda itu menduduki kelas terdekat yaitu tepat di samping kantin, atau juga ia harus belajar di kantin saja.

Dengan langkah gontai, ia melangkahkan kaki ke beberapa stan lalu melangkah lagi ke satu-satunya kursi di belakang sana.

Cowok itu menutup bukunya karena merasa ada yang datang.

"Sok pinter lu anjeng, kayak pandai baca buku aja." ucap Gio pada abangnya.

Diego melirik adiknya sekilas lalu kembali membuka bukunya. "Tumben lama banget lu?"

"Kelas gue jauh banget rasanya." Gio mulai menduduki kursi di sebelah abangnya itu.

"Eh, traktir gue dong. Nggak bawa duit nih tadi ketinggalan di laci." Gio menyikut lengan Diego.

"Nggak."

"Nggak kasian sama gue? Liat nih, udah tirus kurus kering nggak makan dari sd."

Diego tak merespon sama sekali.

"Nggak punya duit ya? Nggak makan sampe lemes nggak bisa ngomong gitu?" Gio mengerucutkan bibirnya.

Gio menaikkan sebelah alisnya, "Eh lagi baca apasi? Serius amat." tak juga digubris Diego, Gio mulai meninggikan suaranya. "Go! Lu nggak punya telinga, apa tuli? Apa gimana?!"

Mulai kesal, Diego menutup bukunya separuh, "Bacot lu, cari Janette sana, dia yang sudi traktir lu, gue mah ogah."

Perempuan dengan rambut sebahu datang dan langsung berkata, "Hoi, ribut mulu lu bedua."

"Nih, abang lu pelit, nggak pernah traktir gue, malu nggak lu punya abang gini amat," jelas Gio.

"Heh, gini-gini abang lo juga!" jawab Janette.

"Tuh dah ada kakak lu, minta traktir sana sampai mampus,"

Seorang pelayan datang sambil membawa makanan yang dipesan Gio dan Janette, bersamaan dengan datangnya Rebecca--ketua osis di sekolah ini--untuk memberitakan sesuatu.

"Lah itu ada duit lu beli makan?!" heboh Diego, ia menutup bukunya untuk memulai perang. "Diem lu!" jawab Gio.

Rebecca berdiri di depan Janette lalu berkata, "Net, dipanggil waka kurikulum tuh."

"Ngapain?" sahut Diego.

"Nggak tau, pergi sana cepat, Net." jawab Rebecca.

Janette mengangguk lalu pergi tanpa basa-basi.

Diego melirik es teh milik Gio sebentar lalu segera merampasnya dari hadapan Gio. Gio yang melihat itu merasa tidak ikhlas, "Semoga yang minum minuman gue tanpa izin, lidahnya melepuh, Amin." doa Gio tapi dengan suara lantang bermaksud agar Diego mendengar itu.

"Mana bisa bego, itu teh es, bukan teh panas." sahut Rebecca.

Diego merengut, "Maksudnya nanti, tunggu dia lagi minum yang panas-panas,"

"Kalo bego mah bego aja, nggak usah ngeles." ucap Diego, Rebecca tertawa.

Gio tersulut emosinya, "Go, tunggu lu ya ntar di rumah gue buang kunci kamar lu. Biar lu nggak bisa tidur di kamar lagi kayak dua hari yang lalu."

"Oh, jadi elu yang ngilangin kunci kamar gue?" tanya Diego sambil kaget mendengar ancaman Gio yang sekaligus menjawab alasan kenapa ia tidak bisa tidur di kamarnya dua hari yang lalu.

Gio membulatkan matanya. "Nggak woi, yang kemarin tuh petta yang ambil!" ucap Gio membela diri.

"Petta? nama cewek ya?" ujar Rebecca.

Diego menaikkan sebelah alisnya. "Petta siapa? Cewek lu? Lu bawa cewek ke rumah ya? Udah lu apain? Di cuddle lalu di--"

"Anjing! Petta itu anjing, njing!" potong Gio melotot pada Rebecca dan Diego dan sebelum pikiran abangnya semakin meluas layaknya sel kanker. Jika bahasannya seperti ini saja Diego langsung membesarkan matanya untuk mendengarkan dengan jelas.

"Jangan bohong lu, sejak kapan ada anjing di rumah," ucap Diego merendahkan

Bel masuk pun berbunyi, "Ah, sial, gara-gara elu nih ngajakin gue ngomong terus, makanan gue nggak abis jadinya."

Diego mendorong Gio dari samping, "Bodo amat, udah lu masuk kelas sana, biar gue yang abisin, kelas gue mah banyak jamkosnya, nggak kayak elu,"

Bibir Gio mengecut, ia bangkit bersiap untuk kembali ke kelas, "Sok lu, mentang-mentang anak ips banyak jamkos."

Diego menarik mangkuk bakso Gio, siap memakannya. "Siapa suruh masuk Ipa? Hah?!"

"Gue mah pinter, makanya masuk Ipa, nggak kayak lo, buangan."

"Heh! Lo kira Ipa doang yang pinter? Letak astronomis Indonesia lu tau nggak?! Nggak tau kan lu?!"

"Di antara Samudra pasifik dan Hindia!" jawab Gio sambil menjauh.

"Salah bego!"

"Bodoamat!" Gio berlari sehabis itu. Diego geleng-geleng kepala sebelum akhirnya makan.

---

Janette membuka pintu rumahnya lalu masuk dan membuka kaus kaki yang membungkus telapak kakinya.

guk..gukk..

Sontak mata Janette melebar, kegiatan melepas kaus kakinya pun terhenti instan. Diego pun tak kalah terkejut karena suara yang dibuat oleh anjing itu cukup keras.

Tak lama Gio terlihat berlari ke arah tangga menuju ke kamarnya yang juga berada di lantai dua. Janette dan Diego saling pandang melihatnya lalu mereka segera menyelesaikan membuka kaus kaki lalu segera berlari ke arah atas juga untuk mengecek apa yang dilakukan oleh Gio.

Diego kemudian melihat Gio sedang terduduk di lantai dengan pakaian seragam dan tas yang masih di badan dan seekor anjing berwarna coklat yang dipeluknya.

Janette terkejut melihat itu, ia segera berlari ke arah anjing kecil berjenis puddle itu dan merebutnya dari Gio. "AAAAAWWWW LUCU BANGET!!" Janette menggoyang-goyangkan anjing itu.

"Nggak bohong kan gue? Petta ini anjing gue dari dua hari yang lalu." ujar Gio.

Diego menaikkan alisnya, "Oh, jadi cewek lu itu anjing?"

Diego menyipitkan matanya, "Gue gebukin lu!"

Janette duduk di kasur di kamar Gio, Diego ikut-ikutan. menduduki kasur Gio. "Lu kenapa nggak bilang kalo beli anjing?" tanya Janette

"Ogah, ntar dibunuh sama Diego." jawab Gio.

Diego merebut Petta dari Janette, "Nggak tega gue bunuh yang lucu-lucu gini, kalo bunuh elu sih tega banget."

"Heh! Apaan sih bunuh-bunuhan." ingat Janette.

"Abang lu tuh," Gio menjawab.

Diego memberi kembali Petta pada Janette lalu bangkit berniat meninggalkan kamar itu.

"Duh, ni anjing mantap banget, kayak masa depan gue," ucap Janette.

Gio sedang menaruh tas dan Diego sudah diluar kamar Gio.

"Lo pada nggak mau nanya tentang perkataan gue barusan?"

Alis Gio bertautan, lalu berbalik menatap Janette. Diego juga kembali ke hadapan Janette.

Janette tersenyum lebar dan memainkan alisnya kepada kedua saudaranya. Tangannya asyik mengelus tubuh Petta.

"Cepet elah anjir, ada apaan emang?" ucap Gio tak sabar. Namun Janette masih saja memainkan alisnya.

"Cepet sebelum gue katain lo." kata Diego juga tak sabar rupanya.

"Gue... awscalxsshwolkxs," ucapnya malah berbisik untung dua saudaranya itu tak tuli.

"Setan. Beneran?!"

Hai semuanya! Selamat membaca Semoga kalian suka dan tertarik dengan ceritanya.

Mohon dukungannya dengan lewat vote dan Comment ya, terima kasih!

6 STONESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang