"My name is Samuel Edgar Havelaar. You can call me Edgar. I am 7 years old. Me and my family just moved from Amsterdam this past week. That's all from me." (Namaku Samuel Edgar Havelaar. Kalian bisa memanggilku Edgar. Usiaku 7 tahun. Aku dan keluargaku baru saja pindah dari Amsterdam minggu ini. Sekian dariku.)
Leona menunduk tak ingin menghadap ke depan, di mana murid baru yang tadi pagi ia sebut bola ubi itu tengah memperkenalkan dirinya sebagai teman baru di kelasnya. Leona juga berdoa dalam hati, semoga bocah bernama Edgar itu juga takkan menyimpan dendam padanya. Karena gara-gara Leona, semua orang mengenalnya dengan sebutan bola ubi di hari pertamanya sekolah.
"Good introduction, Edgar. Now you can sit next to Leona. There, the only empty seat," sang guru tersenyum manis sambil menunjuk bangku kosong di samping Leona. (Perkenalan yang bagus, Edgar. Sekarang kamu bisa duduk di samping Leona. Di sana, satu-satunya bangku yang kosong.)
Leona menutup matanya, menyesali perbuatan gegabahnya pagi ini dan perbuatan guru bahasa Inggrisnya yang menempatkan Edgar di sampingnya. Ia hanya mendengar langkah kaki Edgar di tengah ruangan yang entah mengapa mendadak menjadi sepi itu. Hingga sebuah backpack hitam keluaran terbaru merk ternama dunia mendarat di atas meja itu.
"Ini hari pertamaku di sini, aku belum dapat loker jadi maaf merepotkanmu dengan tasku. Mohon kerjasamanya," bisik Edgar dengan logat bahasa Indonesia yang lancar membuat Leona sedikit terkejut.
"Kamu bisa bahasa Indonesia?" tanya Leona sambil menatap Edgar dengan terperangah.
Edgar mengangguk.
"Wah, kupikir kamu asli orang Belanda.."
"Ms. Halim, no speaking Bahasa in my class please," tegur sang guru membuat Leona kembali menciut. (Nona Halim, dilarang berbicara dengan bahasa Indonesia di kelasku.) "Sorry, Ma'am."
---
Selama 8 jam sekolah Leona duduk di samping Edgar, tak ada lagi percakapan di antara keduanya. Leona tak berani meminta maaf karena wajah anak itu begitu datar sehingga Leona berpikir Edgar marah padanya. Rencananya, Leona pulang dan berharap ayah atau ibunya bisa membantunya merangkai kata-kata maaf untuk teman sebangkunya di kelas itu.
"Hai sayang, how was your day? Di mana Kak Kenzo?" sapa Abraham saat putrinya masuk ke rumah putih mereka. (Bagaimana harimu?)
"Quite horrible, Pa. Kak Ken gak ikut pulang karena dia les robotik hari ini," jawab Leona lalu memeluk ayahnya. (Agak buruk.)
"Kenapa horrible? Ayo cerita sama papa."
"I did something wrong. Leona sadar itu salah tapi Leona beneran gak sengaja. Leona mau minta maaf tapi Leona gak berani.. Orangnya galak!" (Aku melakukan sesuatu yang salah.)
Abraham terkekeh. "Gak apa-apa, setidaknya Leona tahu Leona salah. Papa bakal bantu Leona minta maaf. Tapi next time, Leona harus bisa minta maaf sendiri, oke?"
Leona tersenyum dan mengangguk.
"Nanti kita latihan minta maaf. Sekarang Leona mandi dan pakai baju bagus, kita ke rumah tetangga baru. Mereka ngundang kita makan-makan sebagai perkenalan."
"Tetangga baru?" Leona menaikkan alisnya.
Abraham mengangguk. "Iya, tetangga depan rumah kita baru pindahan dari Belanda."
---
"Pak Abraham, Bu Leora, selamat datang!" Sepasang suami istri berwajah kebarat-baratan tampak dengan ramah menyapa kedua orangtua Leona. "Ah, ini putri kalian? Cantik sekali. Siapa namanya?"
"Leona," jawab Leona dengan polos.
"Wah, seperti ibunya namanya," sang istri tertawa. "Berapa umurmu?"
"Tujuh."
"Ah, sama dengan putra kami Edgar. Dia juga berumur 7 tahun. Mungkin kalian bisa jadi teman nanti," kali ini giliran suaminya berbicara dengan logat Indonesia yang kaku.
Edgar.. Edgar.. Nama itu terus terngiang di telinga Leona. Nama teman sebangkunya yang ia sebut bola ubi tadi pagi. Ia juga melihat Edgar tadi pagi di depan gerbang rumah ini. Jangan bilang..
"Edgar! Come here meet our new neighbor!" (Kemari temui tetangga baru kita.)
Tak ada yang bisa diselamatkan. Doa-doa Leona yang berisi harapan agar tidak bertemu Edgar lagi tak dikabulkan. Edgar kini berdiri di hadapannya, di tengah kedua orangtuanya yang ternyata adalah tetangga barunya.
"Ini Om Abraham beserta istrinya, Tante Leora dan anak mereka Leona, mereka tetangga baru kita."
"Oh I know her," kata Edgar merujuk pada Leona. (Oh aku mengenalnya.)
Keempat orangtua itu terperangah. "You do?" Gerard, ayah Edgar dan suami dari Eleanor bertanya memastikan. (Benarkah?)
"Ya. She called me bola ubi this morning, Dad." (Dia memanggilku bola ubi tadi pagi, Ayah.)
---
"Tapi Leona gak sengaja, Ma. Leona mau minta maaf, tapi Leona takut," Leona terus mengulang kalimat itu pada ibunya sebagai pembelaan dirinya.
"Mama tau, Leona. Tapi kamu harus tetep minta maaf ke Edgar. Kamu secara gak sadar sudah meng-bully dia."
"Gimana dengan Kak Kenzo? Ini semua gara-gara dia juga, Ma," Leona berusaha menyeret kakaknya dalam masalah ini.
"Kita simpan dia buat nanti. Mama pastikan dia juga akan minta maaf ke Edgar. Sekarang kamu bawa kue ini, ketuk pintu rumahnya dan temui dia. Minta maaf sekarang juga," Leora menyerahkan sepiring kue cokelat ke tangan putrinya. "Kamu boleh balik lagi kalau sudah minta maaf ke Edgar."
"Ma...." Leona berusaha merengek namun ibunya dengan tega meninggalkannya di luar. Tentu saja Leora telah memastikan situasi aman. Lagipula di luar rumah ada Mbak Ira, asisten rumah tangga yang tengah menyapu halaman depan di malam itu.
Leona yang tak mendapat jawaban dari ibunya pun dengan lemas melangkahkan kakinya ke rumah seberang. Meski sudah berlatih dengan ayahnya, ia tetap merasa gugup. Apalagi membayangkan wajah Edgar yang datar. Rasanya seperti berhadapan dengan kepala sekolahnya!
"Oke, anggap ada Edgar di depan," Leona menghembuskan napasnya, berlatih sekali lagi, "hai Edgar, aku mau minta maaf soal kejadian tadi pagi. Aku bener-bener gak sengaja. Aku janji gak akan mengulanginya lagi. Ini kue buat kamu sebagai permintaan maafku."
"Aku maafin."
Leona membelalakan matanya saat mendengar suara Edgar di belakangnya.
"E- Edgar?"
"Aku terima permintaan maafmu dan kuemu. Sana pulang."
"A- ah.. i- iya.. Sampai jumpa besok!" Leona menyerahkan kuenya dan lari ke rumahnya secepat mungkin. Selain takut, ia juga malu. Sementara itu Edgar hanya tersenyum kecil sambil menggelengkan kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind Mr. Rockstar
RomanceTidak semua orang tahu siapa di balik kesuksesan Red sebagai bintang yang diidolai remaja masa kini. Red yang mereka kenal adalah seorang musisi tampan berbakat yang berpacaran dengan model cantik Sherina Chester. Tak ada yang benar-benar tahu tenta...