Jakarta, 2014.
"Leona! Jadi berangkat bareng gak nih? Papa ada flight 2 jam lagi," Abraham melirik jam tangan mewah yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
"Gak jadi, Om. Leona berangkat bareng aku," sebuah suara membuat Abraham menoleh ke belakang dan mendapati pemuda tampan berpakaian ala pelajar SMA berdiri menjulang tinggi.
"Ah, bilang kek itu anak satu dari tadi. Bikin om hampir telat aja, untung ada kamu," Abraham tertawa, "ya sudah, om titip Leona ke kamu. Kamu jaga dia ya. Om berangkat dulu."
"Iya, Om, hati-hati." Edgar melambaikan tangannya pada mobil sedan mewah Abraham yang mulai menjauh.
Sepeninggal Abraham, Leona baru keluar dari rumahnya. "Lho, papaku mana? Aku kan mau berangkat bareng dia!"
"Kamu lama, jadi dia berangkat duluan."
"Bohong! Pasti kamu usir dia?!" tuduh Leona.
"Ngaco! Mana mungkin aku usir dia dari rumahnya sendiri. Aneh kamu. Buruan masuk, mau telat sekolah?" Edgar terlebih dulu masuk ke mobil mini cooper convertible hitamnya. Lalu disusul Leona dengan muka kesalnya.
Leona tak lagi berangkat sekolah dengan kakaknya, Kenzo, semenjak si sulung itu melanjutkan studi S-2 nya di Amerika dengan beasiswa tahun lalu. Sejak itu juga rumah terasa sangat sepi. Yang selalu ada di rumah hanyalah dirinya, Leora, Mbak Ira, dan juga Mas Ardha yang masih setia bekerja dengan keluarganya. Ditambah Tigress, kucing betina dengan ras scottish fold miliknya yang merupakan hadiah ulang tahun dari sang kakak di ulang tahunnya ke-16 yang lalu. Sementara ayahnya, di usia pertengahan 40 nya, jadwal penerbangannya semakin padat. Sehingga Abraham hanya memiliki waktu di rumah 1 sampai 2 hari per minggu. Tapi selain itu, hubungan keluarganya baik-baik saja.
"Malem ini kamu ke mana?" tanya Edgar tiba-tiba.
"Les."
"Ya itu mah sore, aku juga tau beres jam 6 kan? Abis itu ke mana?" Tiba-tiba Edgar sewot.
"Ya pulang lah, ke mana lagi?! Kenapa tiba-tiba sewot sih?" Leona bersilang dada.
"Abis kamu jawab dengan jawaban yang aku udah tau. Pulang les aku jemput kita ke Rasheed's," putus Edgar seenaknya.
"Ngapain?!"
"Aku ada manggung di kafe itu malem ini. Kamu harus record aku sampe beres. Anggep aja ini balasan budi kamu."
"Aku emang utang budi apa sama kamu? Jangan ngaco ya!"
"Heh, aku udah anter jemput kamu selama ini kamu pikir itu semua gratis? Gak makan bensin? Ye.. Pokoknya kamu harus ikut aku manggung. Titik."
"Manggung apa sih? Emang ada ya, orang yang mau dengerin permainan gitar kamu yang fals dan merusak pendengaran itu?!" ledek Leona.
Edgar tiba-tiba meminggirkan mobilnya. "Kamu turun deh di sini sekarang. Aku pesenin taksi kalau mau."
Leona terkekeh, menunjukkan kedua jarinya menandakan damai. "Hehehe, bercanda, Gar.. Peace.."
Edgar memutar kedua bola matanya lalu kembali menjalankan mobilnya.
---
Semenjak SMA, Leona memang tak lagi 1 sekolah dengan Edgar. Orangtua Edgar memutuskan untuk memindahkan Edgar ke sekolah musik bertaraf internasional di Jakarta. Hal itu juga berdasarkan keinginan dan kegighan Edgar dalam merayu kedua orangtuanya. Tapi herannya, kabar tentang Edgar selalu saja masuk ke indra pendengarannya. Seperti saat ini.
"Lo gak tau dia punya gebetan baru? Lo kan tetangganya, Na?" tanya temannya, Penelope, padanya. Penelope ini memiliki darah campuran Inggris namun gaya bahasanya sudah terpengaruh Indonesia 100%.
"Iya, Na. Nama gebetan barunya itu Bianca, anak sekolah Singapur gitu. Gue sih heran aja sama si Bianca Bianca ini. Udah tau reputasi Edgar tuh jelek, masih aja mau sama dia," kali ini Karen yang berdarah Tionghoa-Indonesia angkat bicara.
"Duitnya kenceng kali, Ren. Lagian Edgar cakep, siapa yang gak mau sama dia," sahut Rania, asli Indonesia, asli anak Jaksel.
"Leona." Penelope dan Karen menjawab berbarengan.
"Iya juga sih..," Rania membenarkan kedua sahabatnya.
Dari semua wanita yang dikabarkan dekat dengan Edgar, memang hanya Leona yang tidak memiliki status romansa dengan remaja lelaki itu. Semua berpikir memang keduanya mungkin tidak memiliki rasa antara satu sama lain. Padahal..
Gue suka dia, dari jaman bola ubi, batin Leona.
---
Leona memejamkan matanya, merapalkan doa dalam hati saat mendengar mesin motor berisik dari kejauhan. Ia berharap yang akan muncul di hadapannya bukanlah sebuah motor hitam bertipe CBR 250RR. Tapi seperti kebanyakan doa Leona lainnya, doanya yang kali ini pun tak terkabulkan.
"Hai Leona. Lagi nunggu supirmu lagi ya?" tanya si pengemudi setelah membuka helm full face-nya.
"Iya, Ray. Itu kamu tau," Leona tersenyum mencoba bersikap ramah terhadap teman sekelasnya ini.
Raynandra yang kerap disapa Ray itu terkekeh. "Supirmu mungkin terjebak di traffic. Gimana kalau kamu pulang bareng aku dan Raymundo? Kami siap mengantarmu sampai rumah dengan selamat." Si aneh keturunan Italia-Jawa ini bahkan menamai motornya dengan nama Raymundo. Sudah sekitar 6 bulan Ray mengejar Leona. Tapi Leona tak mau dengan Ray. Karena selain ia memang tak suka dengan remaja tampan namun lebay itu, Leona juga tak suka dengan motor besarnya yang menurutnya menakutkan.
"No thanks."
"Kenapa? Aku--"
"If she says no then it's a no, dude," sebuah suara menghentikan kalimat Ray. (Jika ia berkata tidak maka jawabannya adalah tidak, bung.)
"And who are you?" tanya Ray menantang Edgar yang baru saja tiba di gerbang sekolah lamanya--sekolah Leona. (Dan siapa kamu?)
"Her boyfriend. Never disturb my girl again or you'll be in trouble," Edgar menarik Leona masuk ke mobil lelaki itu dan pergi dari sana tanpa memedulikan Ray yang terdiam kesal. (Pacarnya. Jangan pernah ganggu wanitaku lagi atau kamu akan berada dalam masalah.)
"Kenapa kamu ngomong gitu sih?!" protes Leona dalam mobil. "Ngapain juga kamu ke sini? Mas Ardha udah lagi otw tau!"
"Kamu harusnya berterima kasih ke aku. Aku baru aja nyelamatin kamu dari orang freak tadi," jawab Edgar sambil fokus menyetir. "Mas Ardha nelfon aku, dia kejebak di kemacetan Jakarta. Jadi aku yang jemput. Aku sampai relain waktu kencanku sama Bianca nih buat kamu."
"Lah, aku gak minta dijemput! Kalau kamu ngerasa terbebankan, harusnya kamu bilang aja! Biar aku bisa pulang naik taksi atau terima ajakan Ray!" Nada bicara Leona meninggi.
Edgar mengernyitkan dahinya. "Aku gak kebebanin. Kamu kok jadi marah sih?"
"Turunin aku di sini!"
"Gak. Aku gak bakal turutin kemauan kamu kali ini. Ninggalin kamu di jalan itu sama sekali gak aman. Aku turunin kamu nanti kalau udah di depan komplek!"
"EDGAR NYEBELINNN!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind Mr. Rockstar
RomanceTidak semua orang tahu siapa di balik kesuksesan Red sebagai bintang yang diidolai remaja masa kini. Red yang mereka kenal adalah seorang musisi tampan berbakat yang berpacaran dengan model cantik Sherina Chester. Tak ada yang benar-benar tahu tenta...