"Salamat, Manila, mahal kita!" Edgar menutup konsernya di Filipina dengan sorak riuh dari para penggemarnya di stadium Philippine Arena, yang merupakan area indoor terbesar di seluruh dunia. Tiket konser itu juga dinyatakan habis terjual. Hal ini semakin memperluas nama Edgar--Red--di dunia permusikan, terutama di Asia. (Terima kasih, Manila, aku cinta kamu!)
Edgar berlari ke belakang panggung setelah lampu panggung padam. Saat itu juga para penggemarnya mulai menyeru-nyerukan kembali nama panggungnya, berharap ia muncul kembali di panggung.
"Show yang keren, Red, selamat," Leona menyerahkan sebotol air mineral pada Edgar yang berkeringat, lelah atas penampilannya tadi.
"Thanks, Leona. Couldn't do this without you and the crew," jawab Edgar setelah meneguk habis botol air mineral tadi. (Makasih, Leona. Aku gak mungkin bisa ngelakuin ini tanpamu dan kru.)
Leona tersenyum. Pria tinggi di hadapannya yang masih berkeringat ini terlihat lebih seksi daripada di gym. Apalagi dengan gitar ratusan juta di tangannya. Benar-benar pujaan Leona.
"Red, Leona, kita harus segera pergi sebelum para fans menyusul ke sini," kata kepala tim.
"Ah, iya, ayo."
---
"Pergi ke suatu tempat, Red?" sapa salah seorang staf krunya saat melihat Edgar yang baru saja keluar kamar hotelnya dengan mengenakan hoodie dan masker hitam yang menutupi setengah wajahnya.
Edgar tak menjawab. Ia hanya mengangguk kecil lalu berlalu dari sana. Staf tadi hanya menatapnya sedikit penasaran.
Ke mana bintang itu akan pergi di tengah malam seperti ini? Dan yang paling penting, di negara asing yang mereka belum pernah kunjungi sebelumnya. Mungkin ia harus memberitahu Leona, manajernya. Kalau-kalau sesuatu terjadi. Belum lagi, ia yakin tadi melihat mata Edgar agak kemerahan. Sepertinya pria itu habis minum di kamarnya.
Sementara itu Leona yang tengah duduk di kursi balkon kamar hotelnya sambil mengurus persiapan konser Edgar esok di Jepang harus melirik ponselnya yang tiba-tiba bersuara saat menerima notifikasi.
Ananta: Edgar keluar tapi gak bilang kemana. Matanya merah kayak abis minum. Coba keep an eye on him takutnya kenapa2
Meski tak dekat, Leona kenal Ananta. Dia salah satu staf di belakang panggung. Jadi tak mungkin Ananta berbohong padanya. Untuk apa juga?
Dari balkon kamarnya yang terletak di lantai 8 ini, Leona bisa melihat yang dikatakan Ananta benar. Meski dari kejauhan dan tertutup oleh masker, Leona bisa tahu siapa pria tinggi yang tengah berjalan keluar area hotel. Siapa lagi kalau bukan Edgar?
Merasa penasaran, Leona memutuskan untuk menghubungi pria itu. Tapi dapat ia lihat Edgar hanya melirik ponselnya sebelum menolak panggilan darinya.
Kurang ajar! batin Leona kesal. Mengambil langkah lain, ia memilih untuk mengikuti Edgar. Bagaimana pun juga, ia tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada Edgar. Selain karena alasan akan merusak nama baik atasannya itu, Leona juga peduli sebagai seorang teman.. dan wanita.
---
Beruntung Edgar tak mengambil taksi untuk mencapai tujuannya yang ternyata merupakan bar malam di ujung jalan sehingga hal itu cukup memudahkan Leona untuk mengikuti Edgar.
Bar malam itu tampak sepi. Hanya ada beberapa pria yang tampak tengah bercengkrama di tengah bar, dan sekumpulan teman lama yang tengah merayakan sesuatu di pojok ruangan.
Leona dapat melihat Edgar duduk di stool bar seorang diri. Pria itu memesan sebotol minuman mahal dan tampak berniat menghabiskannya sendiri. Leona bertanya-tanya, apa Edgar sedang memiliki masalah? Karena setahunya, Edgar hanya minum jika pria itu benar-benar down seperti saat ayahnya meninggal.
Wanita itu memilih untuk tidak mendekat ke Edgar. Mungkin Edgar ingin waktu sendiri, pikirnya. Jadi ia duduk di sofa yang terletak tak jauh dari pria itu. Leona menutupi wajahnya dengan ponselnya, berharap Edgar takkan menyadari keberadaannya.
Leona ternyata tak perlu menunggu lama hingga Edgar selesai. Tak sampai 15 menit, pria itu berhasil meneguk habis minuman berkadar alkohol tingginya. Tapi seperti yang Leona duga, Edgar kembali memesan. Kali ini bahkan sampai beberapa botol.
"Kayaknya kamu udah cukup minum, Gar," kata Leona setelah memutuskan untuk menghentikan Edgar menyelesaikan botol keduanya.
Edgar yang tengah menelungkupkan wajahnya pun mendongak. Matanya merah, sama halnya dengan wajah tampannya itu. "Memang bisa ya, manusia masuk ke mimpi?"
Leona mengernyit bingung. "Hah? Ngomong apa sih kamu?"
"Aku di mimpi?" Edgar masih berbicara melantur. Dari sini, Leona paham Edgar tengah mabuk. Bayangkan, 1 botol saja sudah mampu membuat pria itu mabuk. Bagaimana jika ia menghabisi seluruh botol itu?
"Kamu mabuk. Ayo balik ke hotel. Besok kita flight pagi lho," Leona berusaha untuk membangkitkan Edgar.
"Seburuk itukah, Na, sampai di mimpiku pun, kamu ada mulu?" Edgar meracau.
"Aku gak ngerti sama sekali kamu ngomong apa, Gar. Udah ah, ayo pulang!" Leona mencoba menarik lengan Edgar agar pria itu berdiri. Tapi Edgar memiliki tubuh yang lebih besar di mana artinya usahanya tentu saja hanya sia-sia.
"Kenapa kamu selalu ada di sini, Leona?" Edgar menunjuk pelipisnya, "di sini," lalu dadanya, "dan di sini?" Terakhir, kedua tangannya menangkup pipi Leona. "Kenapa aku kebayang kamu mulu, Na?!"
"Edgar, apaan sih? Lepasin!" Leona meronta-ronta tapi Edgar bukannya melepaskannya, pria itu malah mendekapnya ke pelukan hangatnya.
"Kamu bener-bener, Na..," adalah kalimat terakhir Edgar sebelum hilang kesadaran dan Leona harus memanggil taksi untuk membawa pria itu kembali ke hotel.
---
"Ya ampun, ini kenapa sampe tepar begini?" Mario, salah satu staf kru Edgar terkejut melihat Leona tengah bersusah payah memapah pria yang masih tak sadarkan diri itu turun dari taksi dan masuk ke lobi hotel. Untungnya, ia langsung membantu Leona memapah pria berperawakan kekar itu.
"Drunk," jawab Leona sekenanya. "Bantu bawa ke kamarnya, ya, berat asli."
Mario mengangguk menuruti pinta sang manajer artis.
Di lift, Mario sama sekali tak berani menanyakan kenapa Edgar bisa sampai mabuk seperti itu pada Leona. Selain karena takut pria itu tiba-tiba bangun, Mario juga tak memiliki hak untuk tahu privasi atasannya itu. Lagipula belum tentu Leona tahu.
"Thanks ya, Mar," ujar Leona setelah Mario berhasil membantunya membaringkan tubuh Edgar di ranjang kamar hotel pria itu.
"No problem."
Seperginya Mario, Leona memutuskan untuk mengurus temannya yang satu itu. Ia mengambil sepil obat aspirin dari kotak P3K hotel dan berniat untuk meletakkannya di meja samping ranjang tempat Edgar berbaring. Jaga-jaga jika Edgar terbangun dengan sakit kepala yang hebat seperti orang mabuk pada umumnya.
Tak diduga ternyata bintang ternama itu telah duduk dengan mata yang setengah terbuka.
"Kok kamu bangun?" Leona setengah terkejut.
Edgar tak menjawab apa-apa. Pria itu malah menatap Leona dengan tatapan tak terbaca. Leona mulai takut kalau pria ini sebenarnya kesurupan.
"Leona.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind Mr. Rockstar
RomanceTidak semua orang tahu siapa di balik kesuksesan Red sebagai bintang yang diidolai remaja masa kini. Red yang mereka kenal adalah seorang musisi tampan berbakat yang berpacaran dengan model cantik Sherina Chester. Tak ada yang benar-benar tahu tenta...