"Dowoon, aku turut berduka atas kematian Jisoo. Seharusnya kau dan Donho bisa menikah bersamaan dengan orang yang kalian cintai."
Dowoon hanya tersenyum kecut mendengar ucapan simpati dari sahabatnya, Hweseung. Jisoo, tunangannya meninggal seminggu sebelum rencana pernikahan mereka karena sebuah insiden kecelakaan.
Hal itu benar-benar membuat Dowoon terkejut. Bagaimana bisa kedepannya ia hidup tanpa Jisoo? Mereka sudah berpacaran dan menjalin hubungan cukup lama.
"Aku tahu ini berat. Tapi kau juga harus melanjutkan hidup. Dan... Kantor juga masih butuh kau, Dowoon." Lanjut Hweseung sambil menepuk-nepuk pundak Dowoon.
"Tolong beri aku waktu. Lusa aku akan ke kantor." Balas Dowoon.
"Baiklah, take your time. Oh ya. Wheein bilang ia ada mengirimmu beberapa dokumen. Mungkin kau bisa cek sedikit." Ujar Hweseung sebelum pergi dari rumah Dowoon.
Lelaki itu mengangguk sambil kembali menatap layar laptopnya. Semenjak Jisoo meninggal dan pernikahannya batal, Dowoon benar-benar menenggelamkan diri dengan pekerjaan. Tapi ia masih belum siap untuk ke kantor.
"Halo, Donho. Tolong cek email. Terima kasih."
***
Sebenarnya, keluarga Lim adalah keluarga atlet.
Lim Dami merupakan seorang atlet kendo muda yang cukup bersinar karirnya. Dami mengikuti jejak almarhum ayah mereka, menekuni kendo.
Adapun sang adik, Lim Jihoo, merupakan seorang atlet voli muda yang sudah sering ikut turnamen ke luar negeri. Di usianya yang masih sangat muda itu Jihoo sudah meraih kesuksesan. Meskipun tidak mengikuti jejak almarhum ayah dan kakaknya, namun karirnya tak kalah cemerlang.
Hanya saja, setelah ia kecelakaan dan mengalami lumpuh, Jihoo tidak bisa bermain voli lagi. Makanya ia benar-benar berubah total dan menjadi begitu skeptis akan kehidupan.
Bahkan ia jadi membenci Dami, padahal kakaknya itu yang selalu mendukungnya dan menjadi support systemnya selama ini.
Apalagi kini mereka hanya tinggal berdua saja. Jika mereka saling membenci satu sama lain, siapa yang akan saling mendukung dan menopang?
Selepas kecelakaan, dibantu dengan Hyunjun akhirnya Jihoo membangun usaha sebuah kafe. Usaha apa yang bisa leluasa dilakukan oleh seorang mantan atlet yang kini menjadi seorang disabilitas?
Yeji bekerja part time disana. Sekaligus membantu mengawasi Jihoo. Seperti siang ini.
"Siang, Kak Hyunjun. Dimana kakakku?" Tanya Yeji yang sepertinya baru tiba.
"Oh, dia ada di ruangannya. Tidak bisa diganggu gugat seperti biasa. Ia belum makan juga, apakah kau bisa bantu aku membujuknya?" Tanya Hyunjun.
"Benar-benar kepala batu." Gerutu Yeji pelan sambil berkacak pinggang.
"Baiklah. Aku akan membawakan makanan ke ruangannya." Balas Yeji lagi sambil mempersiapkan makanan dan juga obat untuk Jihoo konsumsi.
Yeji memasuki ruangan Jihoo yang tidak dikunci itu. Dan mendapati Jihoo sedang termenung melihat jendela.
Diam-diam sebenarnya Yeji prihatin. Kakaknya ini dulu sangat lincah, bersemangat, dan juga penuh percaya diri. Sebelum insiden kecelakaan itu menimpanya.
"Kak Jihoo." Panggil Yeji.
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Jihoo sedikit terkejut mendapati Yeji membuka pintu ruangannya.
"Kau melewatkan jam makan siang, tuan muda. Dan kau juga harus minum obat." Tukas Yeji sambil meletakkan makanan Jihoo di atas meja kerjanya.
Yeji menghampiri Jihoo dan mulai mendorong kursi rodanya. Menuntun Jihoo agar ke meja makan dan menghabiskan makan siangnya kemudian segera minum obat.
"Terkadang, aku lelah mengkonsumsi obat-obatan ini." Gumam Jihoo pelan.
"Aku tahu ini benar-benar berat dan melelahkan. Tapi kau harus berjuang untuk sembuh, Kak." Balas Yeji.
Jihoo menghela nafasnya dan kembali memakan makanannya itu pelan-pelan. Ia memang harus sembuh mau tidak mau.
Jika ia sembuh, ia bertekad untuk membalas semuanya. Dendamnya kepada seseorang yang telah membuatnya celaka.
Hingga kehilangan cita-citanya dan juga mimpinya.
***
Setelah menikah dengan Donho, Dami memutuskan berhenti menjadi atlet. Namun ia membuka sanggar kendo untuk para anak muda yang hendak melatih skill bermain kendonya.
Sesekali Dami juga melatih disana. Seperti sore ini.
"Hai, sayang."
Sore itu, Donho menjemput Dami di sanggar. Dami yang melihat kedatangan Donho langsung menghampiri dan memeluknya dengan singkat.
"Parfummu ganti?" Tanya Dami sambil mengendus Donho sedikit.
"Ah, ini... Oleh-oleh Dowoon dari Paris. Aku belum pernah mencobanya. Kenapa? Apakah baunya tidak enak?" Tanya Donho balik.
"Bukan begitu. Setahuku, kau tidak begitu suka bau maskulin seperti Dowoon. Bukankah kau dulu pernah cerita?" Ujar Dami.
"Haha, kau ini. Aku hanya sedang mencoba aroma parfum baru. Namun sepertinya aroma soft memang lebih cocok untukku ya, menurutmu." Kekeh Donho pelan sambil merangkul Dami.
"Baiklah. Mungkin kau ingin mencoba maskulin seperti Dowoon." Balas Dami.
"Mau makan malam di rumah atau di luar?" Tanya Donho.
"Bagaimana jika kita malam ini makan di luar? Aku sedang malas memasak. Sekalian nanti kita bawakan makanan untuk Jihoo dan Yeji." Ajak Dami.
"Baiklah kalau begitu. Oh ya, kudengar ada restoran ikan yang enak baru buka dekat sini. Ikan itu bagus untuk pertumbuhan tulang dan saraf. Mungkin makanan ini cocok untuk Jihoo." Tukas Donho.
"Terima kasih untuk informasinya. Tapi Jihoo alergi ikan-ikanan. Sayang sekali..." Gumam Dami pelan.
"Hmm, bagaimana jika cumi asam manis pedas?" Ajak Donho.
Dami hanya tertawa pelan menanggapinya. Donho sejak kapan jadi cerewet dan suka menawari makanan begini? Apakah memang ini efek dari pernikahan?
"Kita makan saja apapun yang kira-kira cocok nanti seketemunya di jalan."
***
![](https://img.wattpad.com/cover/216732488-288-k168916.jpg)