Jihoo mengutak-atik laptopnya dan sepertinya sedang mencari-cari sesuatu di browser. Tab browsernya penuh hingga berpuluh-puluh kolom berita. Beberapa keyword juga sudah ia gunakan. Namun berita yang ia cari tetap saja tidak ditemukan.
"Kenapa berita kematian Kim Jisoo tidak ada sama sekali? Bukankah ia seorang model dan bintang terkenal?" Gumam Jihoo pelan sambil terus menatap layar laptopnya.
"Heh, sedang mencari apa?"
Yeji yang sudah memakai piyamanya duduk menghampiri Jihoo di ruang tengah. Niat mulanya ingin tidur jadi tertunda karena melihat kakaknya itu masih terjaga di ruang tengah.
"Untuk apa kau mencari berita kematian Kim Jisoo? Setahuku, keluarganya sepakat untuk menutup kasus kecelakaan kemarin. Karena jasadnya sendiri belum ditemukan." Cerita Yeji setelah mengintip layar laptop Jihoo.
"Sungguh? Tapi kenapa waktu itu Dowoon bilang kalau Jisoo sudah meninggal?" Gumam Jihoo pelan sambil menggelengkan kepalanya bingung.
"Ya, mungkin hanya untuk orang-orang terdekat saja. Kupikir pengaruh keluarga juga sih. Karena pihak kepolisian juga tidak bisa memberikan keterangan apapun. Ngomong-ngomong kasihan sekali Kak Dowoon. Seharusnya hari itu ia juga menikah bersama dengan Kak Donho juga Kak Dami." Ujar Yeji.
Jihoo tidak menanggapi lagi. Ia kembali sibuk dan larut dengan laptopnya.
"Bolehkah aku bertanya, kenapa kau kelihatannya benci sekali dengan Kak Donho? Bukankah selama ini ia bersikap baik, bahkan sangat baik dengan Kak Dami?" Tanya Yeji iseng.
Jihoo menghentikan tangannya yang sedang mengetik. Kemudian ia menghela nafasnya lelah dan memutuskan mematikan laptopnya saat itu juga.
"Aku juga tidak tahu. Aku merasa aura Kak Donho itu berbeda setelah menikah dengan Dami. Tapi aku belum bisa memastikannya..." Gumam Jihoo pelan.
"Kak, kau... Juga ada di kecelakaan itu kan? Dengan Kim Jisoo?" Tanya Yeji dengan sedikit hati-hati.
"Jisoo sempat menolongku. Entahlah kenapa bisa perempuan itu ada disana. Dan kemudian... Sebuah mobil tiba-tiba menabrak kami, dan ya sudah. Jasad Jisoo seketika hilang." Cerita Jihoo.
"Kak Jihoo. Sudah jangan dipikirkan lagi. Pasti semua ini berat kan untukmu? Setidaknya Tuhan masih memberikan kesempatan hidup untukmu." Ujar Yeji pelan menenangkan Jihoo sambil mengelus lengannya.
"Aku tidak mengerti. Pasca kecelakaan itu, aku lebih mudah khawatir. Sepertinya besok aku harus terapi ke rumah sakit." Gumam Jihoo pelan.
"Baguslah! Aku akan menemanimu besok." Ujar Yeji bersemangat.
"Yah, memangnya besok kau tidak perlu kuliah? Aku bisa sendiri. Aku ini bukan cacat permanen." Sungut Jihoo lagi.
"Halo? Orang bodoh mana yang akan kuliah di hari Minggu kecuali ia mengambil kelas karyawan?" Tukas Yeji lagi sambil memutar bola matanya malas.
Jihoo hanya bisa menggelengkan kepalanya saja. Yeji terkadang memang sedikit menyebalkan dan berisik seperti mercon. Namun untuk saat ini hanya dia satu-satunya orang yang bisa mengerti dan memahami Jihoo dan emosinya yang seringkali mendadak tidak stabil.
***
Dami membuka matanya. Mendapati Donho tidur sambil memeluknya dari belakang tentu bukanlah hal yang luar biasa sekarang. Karena tiap malam pasti Donho akan memeluknya setiap tidur.
Ini masih jam tiga pagi. Dan tiba-tiba saja Dami terbangun.
"Kenapa tidak lanjut tidur?" Gumam Donho yang sepertinya mengetahui Dami terbangun.
"Aku kebangun. Mau minum sebentar ya."
Donho mengangguk. Kemudian Dami melepas tangan Donho yang melingkar di atas perutnya. Dan menyelimuti Donho dengan selimut karena lelaki itu hanya tidur shirtless saja.
Dami ke dapur dan mengambil segelas air putih dingin. Kemudian membuka-buka ponselnya sebentar sebelum melanjutkan tidur.
Mendapati pesan dari Yeji dan seketika membuatnya tersenyum kecil.
Yeji: Kakakku~
Coba tebak?
Besok aku akan ke rumah sakit mengantar si kepala batu Lim Jihoo.
Kau jangan khawatir. Perlahan dia pasti akan sadar dan melunak dan tidak akan marah dengan kalian lagi.
Aku akan mendampingi dia terus 😊Dami tersenyum. Mendengar kabar Jihoo kembali mau ikut terapi sudah cukup membuatnya merasa lega. Perlahan-lahan saja. Pasti nanti ia akan menyadarinya.
Dami kembali bersiap melanjutkan tidurnya setelah meletakkan ponselnya. Melanjutkan berbaring sambil memeluk Donho.
"Kenapa tiba-tiba memelukku, hmm?" Tanya Donho pelan sambil balik memeluk Dami.
"Tidak apa-apa. Hanya ingin melanjutkan tidur sambil memelukmu." Balas Dami.
Donho mengeratkan pelukannya sambil sesekali mencium kepala Dami dengan lembut. Dan entah sejak kapan mereka malah saling menempelkan bibir satu sama lain.
"Kalau begini aku jadi tidak bisa tidur juga." Gumam Donho.
"Aku mengganggumu ya? Ah maaf. Sebaiknya ayo kita tidur." Ajak Dami.
"Tidak mau, ah. Aku maunya bermain denganmu."
Dan mereka tidak jadi tertidur ketika Donho tiba-tiba mengubah posisi tidurnya menjadi di atas tubuh Dami dan kembali mencumbu bibirnya.
***