01 : Inggrit Clarissa Surendra

79.6K 7.8K 288
                                    

Aku mengetuk-ngetukkan jariku gelisah di atas meja. Restoran tidak begitu ramai, karena memang jam makan siang sudah lewat. Hanya ada beberapa orang yang terlihat mengobrol santai atau duduk seorang diri dengan laptop dan makanan tersaji di atas meja.

Aku berada di sini bukan hanya berniat untuk makan atau hanya sekedar duduk-duduk saja. Aku sedang menunggu seorang pria yang me-replay statusku kemarin di whatsapp. Kontaknya aku berinama Vendor Adipura, aku sendiri juga bingung kenapa aku bisa punya kontak ini. Sebenarnya ada banyak kontak seperti ini di dalam ponselku, terkadang aku memang lupa memberikan nama yang pantas.

Tiba-tiba ponselku berbunyi, nama Vendor Adipura tertera di layar ponselku. Aku langsung mengangkat panggilan tersebut.

"Lo dimana?" tanya suara berat di ujung telepon.

Aku menghela napas pelan, belum apa-apa saja aku sudah kesal dengan pria ini. "Meja nomor sebelas. Baju putih rok motif hijau botol," jelasku yang kemudian langsung mematikan ponselku.

Tidak berapa lama muncul sosok pria tinggi dengan kulit putih dan terkesan sangat bersih. Namun, dia masih meninggalkan kesan maskulin dan cool yang kuat. Apa lagi baju kemeja slim fit-nya itu membuatku harus menelan ludah beberapa kali. Terlihat seperti seorang pegawai kantoran yang oke sebenarnya.

"Arion." Dia yang ternyata bernama Arion mengulurkan tangannya, mengajakku berkenalan.

Aku bangun dari dudukku dan menyambut uluran tangannya. "Inggrit," sahutku yang kemudian duduk kembali.

Arion dan aku memesan minum bersamaan, kami sepakat tidak akan berlama-lama karena masih punya urusan lain yang jauh lebih penting. Entah kenapa aku sudah gatal saja ingin bertanya pada Arion ini itu.

Jujur saja, Arion ini meninggalkan kesan misterius yang sangat kuat. Penampilannya saja mampu membuatku bingung. Melihat banyak benda mewah yang melekat padanya membuatku menebak-nebak apa pekerjaan pria ini. Tidak mungkin dia hanya seorang pegawai kantoran biasa.

"Jadi, lo bakal bayar gue berapa?" tanya Arion to the point.

Aku mendelik padanya yang justru tertawa. Sekarang aku tahu darimana pria ini bisa mendapat banyak uang, sepertinya dia berpotensi menjadi pria yang bisa memporoti uang perempuan. Wajah tampan dan badan bagusnya itu menjadi modal yang pas, berapa banyak tante-tante yang dia gaet?

"Lupakan soal bayaran." Arion tiba-tiba kembali berbicara. "Sebagai gantinya, lo temani gue selama di Jakarta," lanjutnya.

"Berapa lama?" aku menatapnya sedikit waspada. Bisa-bisa nanti aku justru dimanfaatkan untuk sesuatu yang tidak-tidak.

"Dua minggu," jawab Arion yang membuatku mengangguk setuju.

"Lo cukup bantu gue di depan Mami. Setidaknya buat Mami gue pulang secepatnya ke London," kataku dengan nada suara yang sudah sangat frustasi.

Arion tersenyum tipis, dia seolah-olah mengejekku. "Lo lesbian?" Arion melontarkan pertanyaan itu dengan raut yang menyebalkan.

Aku hampir saja melempar asbak rokok yang ada di atas meja ke wajah tampannya itu. "Gue NORMAL," sungutku dan dengan sengaja menekan kata-kata normal.

Sialnya reaksi Arion biasa saja, dia hanya ber-o-ria dan membiarkan pelayan meletakkan minuman kami. Arion dengan segelas kopi hitam dan aku memesan ice lemon tea. Benar-benar selera yang bertolak belakang.

"Apa pekerjaan lo?" aku bertanya pada Arion yang melirikku sekilas. "Lo kerja di Adipura Techno? Bagian apa?" tanyaku kemudian tanpa membiarkan Arion menjawab pertanyaan awalku.

"Penting banget gue kerja bagian apa?" ada nada menyindir dalam nada bicaranya, seolah-olah aku memetak-metakkan orang berdasarkan pekerjaan dan penghasilan mereka.

Sadis juga cara pandang dan cara menyindir pria ini!

"Terserah lo sih. Yang jelas gue mau Mami percaya kalau lo pacar gue." Aku menekankan poin tersebut agar pria sombong di hadapanku ini bisa sadar bahwa kami punya tujuan bertemu seperti ini.

Arion tertawa pelan entah apa yang lucu. Pria ini sedikit sulit dan susah sekali untuk ditebak. "Lo kerja di Saladin Group? Manager apa lo? Lupa gue," kali ini gantian Arion yang bertanya. Entah kenapa kini harga diriku terasa terluka, bisa-bisanya dia melupakan manager cantik sepertiku.

"Dulu. Sekarang gue usaha toko kue," jelasku sedikit jengkel.

"Banting setir jadi tukang kue lo? Tampang lo nggak cocok jadi tukang kue," ledeknya dengan sadis.

Sabar Inggrit sabar, pria ini belum pernah merasakan digampar wanita sepertinya. Aku bahkan sampai harus mengelus dadaku pelan. "Bukan urusan lo," kataku dengan mata melotot sebal.

"Lo umur berapa? Kayaknya sudah tua ya?"

Aku tonjok ini orang kira-kira dosa nggak ya? Punya mulut kok kayak nggak pernah disekolahin.

"32 tahun," sahutku pelan. Malu juga jika ada orang lain yang mendengar.

Memang banyak orang yang mengatakan wajahku masih cocok dibilang berumur 25 tahun. Hanya Arion ini yang menghinaku seperti tadi. Bisa-bisanya dia mentaiku terang-terangan seperti tadi, hati ini tidak terima!

"Gue 35 tahun, lo bisa panggil gue Mas," ujarnya dengan tingkat kepedean yang sudah selangit.

Jelas aku tidak akan sudi memanggilnya dengan sebutan Mas. Hanya dua minggu ini dan aku tidak akan berhubungan lagi dengan Arion. Ingatkan aku untuk menghindari pria menyebalkan ini di kemudian hari!

"Mas? Dalam mimpi lo aja," tolakku.

Arion hanya diam saja, dia tidak banyak protes dan menyesap kopi pahitnya dengan tenang. Tekadang aku tidak begitu paham dengan kepribadian Arion ini. Sepersekian detik dia punya sisi menyebalkan yang kental, kemudian akan berubah menjadi sosok yang tenang bahkan terkesan misterius.

"Kapan kita akan mulai sandiwaranya?" tanya Arion yang menatapku dengan sebelah alis terangkat.

Kok itu alis bagus banget? Lebih bagus dari pada alisku.

"Besok jam makan siang kita ketemu Mami," jawabku yang disetujui Arion.

Malam ini pesawat Mami akan mendarat dan aku rasa saat yang tepat membawa Arion ke hadapan Mami adalah besok siang. Kalau aku langsung muncul dengan Arion nanti malam bisa bahaya. Mami pasti akan langsung mencium adanya konspirasi tersembunyi antara aku dan Arion.

"Nanti gue chat lo," ujar Arion berdiri dari duduknya.

Aku langsung mengangkat tanganku saat melihat Arion mengeluarkan dompetnya. "Gue yang traktir," kataku mencegah Arion membayar.

"Oke. See you tomorrow," pamit Arion.

Aku memandangi punggung tegap Arion yang keluar dari restoran. Ada perasaan aneh yang membuatku sangat penasaran dengan sosok Arion. Padahal, sebelum ini aku biasa saja dengan banyak pria. Seolah-olah aku menemukan sesuatu yang bisa membuatku merasa tertantang.

Paling tidak untuk saat ini aku hanya perlu berdoa untuk Mami percaya soal Arion. Aku hanya ingin Mami cepat kembali ke London. Rasanya diganggu Mami terus-terusan dengan urusan jodoh muak juga. Harapanku saat ini hanya Arion seorang.

Sebenarnya bukan hanya Arion yang menanggapi status konyolku kemarin. Tapi, hanya Arion seorang yang tidak aku kenal. Yang lainnya? Rata-rata mantan anak buahku di Saladin Group. Lebih baik aku mencari orang yang tidak aku kenal, dibandingkan aku harus menanggung malu bersandiwara dengan orang yang aku kenal.

Bersambung

Gimana? Lanjut nggak? Ramein dulu dong!

Jangan lupa vote dan komentarnya

Pin On Top (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang