"Om Brian nggak kesini lagi, Sel?"
Pertanyaan Ola berhasil membuatku membeku. Aku tidak tahu apa yang tengah merasuki Ola sehingga akhir-akhir ini dia lebih sering menanyakan kabar Brian daripada kabar ibunya sendiri. Kulanjutkan kegiatan menata rambutnya sebelum bersuara.
"Brian...Om Brian nggak akan kesini lagi."
"Loh, emang kenapa, Sel? Ola kan kangen sama Om Brian," tanyanya sedikit kecewa. Aku hanya menghela nafas sebelum mengusap puncak kepalanya.
"Nanti Bibi Minyoung jemput Ola jam 12 ya. Jangan buat susah Bibi Minyoung," ujarku seperti biasa. Ola merengut sambil mengangguk. "Ambil tasnya, kamu tunggu Sela di depan ya."
"Iya, Sel."
Rutinitasku dimulai seperti biasa. Mengantar Ola sekolah sebelum pergi ke bakery. Setelah meraih tas di atas meja, insiden semalam tiba-tiba berputar kembali di otakku. Mati-matian aku membuang segala memori itu, namun semuanya sia-sia.
Aku benci fakta bahwa aku masih bisa merasakan hangatnya pelukan Brian. Aku benci fakta kalau otak dan hatiku tidak berjalan beriringan. Aku benci kalau nantinya aku akan terjebak lagi. Aku benci.
Kuhela napas dalam-dalam. Baik, mari kita berpikir positif. Setelah pernyataanku semalam, kurasa semua akan kembali seperti semula. Brian akan menjauhiku dan aku akan bisa melanjutkan hidupku lagi.
Ya, pasti seperti itu.
Aku mengangguk, berusaha meyakinkan diriku sebelum melangkah keluar rumah dengan langkah mantap. Aku benar. Semua akan kembali seperti semula.
"Ola, nanti bekalnyaㅡ"
"Selaaa, lihat nih ada Om Brian!"
Segala aktivitas dan ucapanku terhenti begitu melihat seseorang yang berhasil mengusik pikiranku semalaman berjongkok di depan Ola dengan senyum lebarnya. Dia...kenapa dia ada di sini?
"Ayo, saya antar kalian berdua."
Kukira dia menyerah. Nyatanya, semua salah.
🍰
Suasana canggung langsung menyerang kami begitu Ola keluar dari mobil mewah Brian. Tidak, kurasa hanya aku yang mengalami kecanggungan ini. Brian terlihat luar biasa baik-baik saja. Dia bahkan masih bisa menyetir dengan gaya super santainya.
"Mulai sekarang, saya akan antar jemput kamu dan Ola."
"Apa?"
Kuharap telingaku memang sedang tuli, atau bibir Brian salah melontarkan kata-kata.
Dia tertawa pelan. "Besok saya antar lagi. Besoknya juga, besoknya lagi juㅡ"
"Oke, stop," selaku. "Saya sudah dengar dan jawaban saya adalah sama. Saya bisa mengantar Ola sendiri. Saya juga bisa berangkat ke bakery sendiri."
Brian menatapku sedetik sebelum kembali fokus menatap jalanan. "Ini bukan pertanyaan, jadi nggak perlu kasih jawaban."
"Tapiㅡ"
"Kamu benci sama saya?"
Kini dia memotong ucapanku. Aku diam cukup lama, hanya untuk memikirkan jawaban atas pertanyaannya. Kenapa bibirku sulit mengiyakannya? Kenapa mendadak sesulit ini?
"Kalau alasan kamu mendorong saya menjauh hanya karena masa lalu kamu, saya nggak akan mundur, Sel. Saya sudah bilang kan kalauㅡ"
"Ya. Saya benci bapak."
Brian mengangguk. "Berarti usaha saya harus dua kali lebih keras supaya kamu nggak benci sayaㅡ"
"Pak Brian," potongku putus asa. Brian menghela napas dalam sebelum bersuara kembali.
"Perasaan saya biar saya yang urus, Sel. Hak saya kan suka sama kamu? Tugas kamu cukup satu. Jangan larang saya punya hati sama kamu."
"Pakㅡ"
"Ah, satu lagi. Jangan suka ungkit masa lalu kamu hanya untuk membuat saya pergi, karena saya akan tetap ada di sini, di samping kamu. Jadi tugas kamu ada dua ya."
Aku membatu, lagi. Kenapa laki-laki setangguh ini harus jadi lawanku? Aku tidak mau kalah. Egoku harus menang.
Mobilnya berhenti begitu traffic light berubah jadi merah. Matanya kembali menatapku, diiringi senyumnya yang kian merekah entah atas dasar apa. Oh astaga, apa-apaan jantung ini?
"Tugas saya juga ada dua. Mengambil hati Ola dan mamanya."
Sialan.
🍰
Senyom dolooo
KAMU SEDANG MEMBACA
Om Brian
FanfictionSepenggal kisah cinta nano-nano si chef ganteng, Kang Brian. Gyutoprakㅡ2020