Brian tidak berbohong tentang ucapannya tempo hari. Karena esoknya, esoknya dan esoknya lagi, dia selalu ada di depan rumahku di jam yang sama. Aku sampai lelah hanya untuk menolak segala yang ia berikan, sampai pada akhirnya aku pasrah dengan keadaan.
Ya, aku menerima kebaikan Brian, hingga lama-lama rasanya sedikit terbiasa melihat Brian menjemputku dan Ola di pagi hari. Yeah, hanya sedikit.
"Pacar kamu nggak datang lagi, Sel?"
Aku menatap Bibi Minyoung bingung. "Pacar?"
"Itu, bos kamu yang ganteng. Siapa namanya?"
"Om Brian, Bi," sahut Ola sambil menunjukkan boneka barbienya pada Bibi Minyoung. "Ini dari Om Brian loh."
"Wah, baik banget ya Om Brian," kata Bibi Minyoung antusias. Ola menganggukkan kepala tak kalah antusias. Aku mendesah.
"Dia bukan pacarku, Bi. Dan lagi, sekarang akhir pekan. Buat apa juga dia datang ke sini?" tanyaku setengah sewot. Bibi Minyoung tergelak pelan.
"Bukan pacar atau belum jadi pacar?"
"Bi..." Aku menatapnya sedikit tajam. Demi Tuhan, aku benci obrolan ini. Pacar? Laki-laki? Mahluk apa itu? "Aku mau keluar sebentar."
"Kemana?" tanya Bibi Minyoung. Tsk, tentu saja menghindari obrolan tidak berfaedah iniㅡbatinku.
"Minimarket, beli sabun."
"Ola ikut Sel! Beli es krim!"
Aku mengangguk pasrah. Lebih baik membelikan Ola lima bungkus es krim daripada mendengar Bibi Minyoung membicarakan topik aneh itu. Aku muak.
Baru saja membuka pintu, sang tokoh utama dari segala pembicaraan ini muncul di hadapanku tanpa permisi. Wajah kikuknya menyapaku, tangannya terangkat ke udara sedikit canggung, senyumnya benar-benar...
"H-Hai!"
"Om Brian!"
Ola menubruk tubuh besar Brian sebelum memeluk pinggangnya erat. Entahlah, kurasa sikap Ola berhasil melunturkan kecanggungan Brian. Buktinya, dengan antusias dirinya mengusap lembut rambut Ola.
"Kenapa ada di sini?"
Pertanyaanku berhasil membuatnya kembali menatapku. Brian mengerjap matanya beberapa kali. "Kalau aku jawab nggak sengaja lewat, kamu pasti nggak percaya kan?"
Aku memutar bola mataku kesal. "Pulangㅡ"
"Ola sama Sela mau kemana?" tanyanya pada Ola. Sialan, apa dia mengabaikanku?
"Ke minimarket, Om. Ikut yuk!"
"Dengan senang hati," jawabnya sebelum menatapku dengan senyum lebarnya. "Ayo."
Tsk, apa-apaan manusia ini?
🍰
Sekali lagi, aku benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Brian dan Ola. Apa aku patung? Siapa orang tua Ola sebenarnya? Aku atau Brian?"Ola, udah jajannya. Sela nggak bawa banyak uang."
"Kan Om Brian yang beliin."
Aku menatap Brian datar. Dia hanya memasang cengiran bodoh tanpa dosa. Oh astaga, orang ini lebih tua dariku, tapi sikapnya tidak lebih dewasa dari Ola.
"Saya bisa bayar sendiri," kataku padanya. Brian mengangguk.
"Iya, kamu bisa bayar sendiri lain kali. Sekarang biar aku yang beliin."
"Tapiㅡ"
Ponselku berdering di saat yang tidak tepat. Brian tersenyum penuh kemenangan sambil memberikan tanda padaku untuk segera menjawab panggilan tersebut. Ck.
Aku memilih untuk keluar dari minimarket begitu melihat nama di layar ponselku. Tumben bocah itu menghubungiku?
"Halㅡ"
"Selaaa, yang akur ya kencannya sama Pak Bos!"
Aku mengernyit. Apa-apaanㅡSialan! Mataku membulat begitu melihat seorang manusia aneh dengan senyum bodoh melambaikan tangan di seberang jalan sana.
"Yoon Dowoonㅡ"
"Tenang, rahasia Sela sama Pak Brian bakal Dowoon jaga sampai mati. Kalau Dowoon nggak lupa ya."
"Sialan!"
"Dowoon tutup dulu ya!"
Bocah itu menutup sambungan teleponnya sebelum berlari meninggalkan tempatnya berpijak. Tenang Sela, Yoon Dowoon hanyalah bocah berkedok laki-laki dewasa. Menyebalkan.
Kuputuskan untuk melupakan kebodohan Yoon Dowoon. Kurasa aku bisa memberinya pelajaran besok di bakery. Setelah memasukkan ponselku ke dalam saku, akupun membalikkan badan untuk menyusul Brian. Semoga laki-laki itu belum membuka dompetnyaㅡ
"Aw, sialan!" umpatku saat menubruk tubuh seseorang di belakangku. "Pak Brian, jangan seenaknya berdiriㅡ"
"Sel."
Aku membeku begitu mataku dan matanya bertemu. Aku bahkan reflek mundur selangkah entah atas dasar apa. Kakiku mendadak lemas. Dia berjalan mendekatiku dan aku kembali mundur menjauhinya.
"Berhenti!" pekikku. Dadaku tiba-tiba jadi sesak. Sialan.
"Sel, please jangan kayak gini."
"Jangan kayak gini gimana maksud kamuㅡ"
"Selaaa!"
Suara riang itu memanggilku. Tangannya yang menggenggam erat tangan Brian berhasil membuatku sedikit lega, entah kenapa. Aku buru-buru menghampiri Ola sebelum laki-laki brengsek itu mengenalinya.
"Ayo pulang."
"Tapi Ola masih makan es krimㅡ"
"Ola? Sel, dia Ola?"
Ola beringsut mendekati Brian sebelum akhirnya bersembunyi di balik tubuh besar laki-laki itu.
"Sel, Om itu siapa? Tatonya banyak, Ola takut."
Aku menghela napas gusar. Kumohon jangan sekarang. Akuㅡ
"Dude, Sela tidak mau bertemu denganmu. Jadi silahkan pergi sebelum aku bertindak lebih jauh."
Suara bariton Brian berhasil menyentakku. Aku buru-buru berdiri di depan Brian, berusaha mencegahnya bertindak bodoh.
"Pak Brianㅡ"
"Siapa kamu? Jangan ikut campur urusanku dengan Sela!"
Oh ayolah, aku benar-benar benci jadi pusat perhatian meskipun jalanan ini tergolong sepi. Akuㅡ
"Aku kekasih Sela. Jadi wajar kan kalau aku ikut campur urusan kekasihku?
Mataku membulat. Kang Brian, jangan menambah masalahku lagi!
🍰
#guesswho si brengsek yg sela maksud?
KAMU SEDANG MEMBACA
Om Brian
FanfictionSepenggal kisah cinta nano-nano si chef ganteng, Kang Brian. Gyutoprakㅡ2020