🍰 Pouring

4.7K 797 107
                                    

Brian nggak berbohong tentang kalimatnya beberapa saat lalu. Bahwa dirinya merasa sangat bahagia hanya dengan melihat Sela satu langkah lebih terbuka dengannya. Merasa bahagia hanya dengan mengetahui siapa nama laki-laki brengsek yang dia pukuli siang tadi. Merasa bahagia hanya dengan perlakuan kecil Sela yang tiba-tiba mengobati tangannya.

Dan sekarang, kebahagiaan Brian mungkin akan bertambah berkali-kali lipat karena Sela nggak menolak tawarannya untuk pulang bersama.

Gila, apa yang merasuki Sela?

"Saya boleh tanya lagi?" tanya Brian sambil tetap fokus menyetir mobilnya.

"Boleh."

Masa bodoh jika kalian menyebut Brian nggak tahu diri karena terus meminta lebih. Melihat sikap Sela yang mulai terbuka berhasil membuatnya lupa diri.

"Kenapa Ola panggil kamu Sela? Maaf, kalau kamu keberatan kasih tau saya, kamu bisaㅡ"

"Saya nggak mau Ola diberondongi banyak pertanyaan kalau teman-temannya tahu dia cuma punya ibu."

Sela menatap Brian yang juga tengah menatapnya, sambil menunggu lampu merah di sana berubah jadi hijau.

"Toh, apapun panggilannya, saya tetap ibu Ola."

Brian terdiam. Jawaban Sela berhasil membuatnya makin gila dan lupa diri.

"Kalau begitu, biarkan aku maju paling depan kalau teman-teman Ola mulai menanyakan keberadaan Ayahnya."

Brian membatin.

"Ola beruntung punya kamu," kata Brian, kali ini sambil meneruskan kembali perjalanan mereka yang sempat terhenti.

Sabar, Bri. Diberi lampu hijau bukan berarti kamu bisa berjalan seenak jidat. Perhatikan langkahmu, batinnya.

Setelah hampir sepuluh menit berlalu, mereka pun sampai di rumah Sela. Ralat, di tempat parkir yang cukup jauh dari rumah Sela. Mereka pun turun dari mobil lalu menyusuri gang gelap yang akan membawa mereka menuju rumah Sela.

"Kamu nggak mau pindah rumah aja?" tanya Brian tiba-tiba. "Saya khawatir sama kamu dan Ola. Di sini sepi, gelap."

"Mau. Kalau tabungan saya sudah cukup."

"Saya bisa bantu kamu. Berapapun yang kamu butuhkan." Sela sontak menatap datar Brian yang tengah berjalan di sampingnya. "Astaga, Sel. Oke, saya ralat. Kamu bisa pinjam uang saya."

"Tidak perlu."

"Apa perlu saya bertindak lebih?"

"Maksud bapak?"

Brian menatap Sela lekat. "Menikahi kamu supaya kamu dan Ola bisa pindah dari rumah itu misalnya?"

Sela terdiam, masih sambil melangkah menaiki tangga yang akan membawa mereka menuju rumah sederhananya. Serangan yang Brian berikan terlalu tiba-tiba, sampai Sela sendiri bingung harus menjawabnya dengan kalimat apa.

"Terima kasih. Hati-hati di jaㅡ"

"Saya serius soal kalimat saya barusan," sela Brian cepat. Laki-laki itu hampir menimpal kalimatnya dengan kalimat baru sebelum dirinya tersadar kalau perempuan di depannya tengah melayangkan seutas senyuman.

Gila, dada Brian mendadak sesak. Senyuman pertama yang Sela berikan sejak pertemuan mereka tiga bulan lalu memiliki efek seluar biasa ini. Serius, Brian hampir lupa diri.

"Hati-hati di jalan."

"Sel," panggil Brian, sebelum Sela benar-benar membalikkan badannya. "Maaf kalau saya lancang. Maaf kalau saya nggak tahu diri."

"Apa maksud bapㅡ"

Kalimat Sela terputus, tepat setelah Brian menarik tangan perempuan itu lalu melumat bibirnya lembut. Nggak butuh waktu lama bagi Brian untuk merasakan balasan sefrekuensi atas tindakan yang dia lakukan, hingga semua terasa memabukkan bagi keduanya. Hingga tangan Sela harus meraih ujung kemeja Brian lalu meremasnya kuat-kuat agar kakinya yang mulai melemas nggak membuatnya ambruk detik itu juga.

Brian, tentu saja makin lupa diri.

🍰

Brian after accident :

Brian after accident :

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Om BrianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang