Asrama

1K 75 2
                                    

"Mau ke mana, Nan?"
Tanya Sekar yang melihat Nanda kembali bergegas keluar Asrama. Baru saja Nanda masuk dan sekarang akan keluar lagi.

"Ngerjain hukuman dari Kak Tina. Takut telat. Aku duluan, yah." Pamitnya.

"Mau aku bantuin?"
Tawar Sekar dan secepatnya Nanda menolak.

"Jangan. Nanti di kira kamu itu kena hukuman.
Reputasi kamu di mata Ustadzah akan rusak. Mereka akan bilang, Santri baru kok, melanggar? Enggak, usah." Tolak Nanda dan secepat mungkin berlalu.

Sekar tersenyum tipis kemudian kembali melanjutkan lipatan pakaiannya yang belum rampung. Seminggu sekali, lemari akan di periksa kakak pembina yang bertanggung jawab pada kebersihan santri. Jika tidak dalam keadaan rapi, maka akan di kenakan denda ataupun hukuman berdiri di lapangan.

"Wah, lipatan kamu rapi, yah?"
Puji salah satu teman sekelas Sekar. Namanya, Nunung. Bodi sedikit bongsor. Berkulit putih dan hidung sedikit lancip. Ada lesung pipi pada wajah kirinya.

"Biasa aja, kok. Aku dengar-dengar, kamu di juluki ratu kebersihan, yah?"
Tanya Sekar lalu tersenyum tipis.

"Masa sih?. Dengar dari mana?"
Tanya Nunung antusias.

"Dengar-dengar aja dari Nanda. Eh, ngomong-ngomong, Asrama di pesantren ini kok beda-beda, yah? Ada yang ukurannya gede tapi enggak terlalu asri. Ada juga yang sederhana, tapi tidak secantik Asrama urutan ke tiga. Kasi tahu, dong. Aku kurang paham."

"Oh, itu. Gini yah. Asrama yang kita tempati ini, namanya Asrama Sugro. Khusus untuk anak-anak santri pemula. Asrama Wustho itu untuk Santri yang naik level. Misalnya yah, kamu enggak lebih dari tiga kali melanggar selama setahun, maka kamu akan naik level. Dan akan di pindahkan ke Asrama Wustho. Nah, setelah di Wustho, kalau kamu tetap bertahan dan semakin meningkat, kamu akan naik level lagi. Pindah deh ke Aqobah."
Nunung menjelaskan dengan rinci dan setelah Asrama Aqobah ia sebut, matanya jadi berbinar-binar.

"Wah, pasti sulit untuk tinggal di Asrama Aqobah, kan?"

"Sangat sulit. Di Asrama Aqobah, kita punya kamar pribadi. Di dalam kamar itu lengkap. Udah ada kamar mandi pribadinya. Enggak usah ngantri yang panjangnya kayak ular anakonda. Ada meja belajarnya juga. Nyesel banget aku melanggar dan kena hukuman keluar dari Asrama Aqobah." Nunung sedikit memanyunkan bibir.

"Kamu pernah tinggal di sana?"
Tanya Sekar sedikit terperanjat.

"Iya, lah. Kalau aku enggak pernah tinggal di sana, mana bisa aku cerita sampai se rinci itu."

"Iya, juga sih?"
Sekar terkekeh geli.

"Tapi, kok kamu bisa sampai keluar? Pelanggaran apa yang kamu lakukan?"
Tanya Sekar penasaran.

"Rahasia!"
Nunung mengedipkan matanya manja kemudian berlalu.

"Ih, Nung!"
Seru Sekar namun Nunung secepatnya keluar Asrama dengan membawa mushaf di tangannya. Sebelum betul-betul meninggalkan Asrama, Nunung masih sempat melambai-lambaikan tangannya pada Sekar.

"Pantas saja Nanda bicara seperti itu. Ternyata, Pesantren ini cukup unik." Batin Sekar lalu segera mengatur pakaian yang usai di lipatnya ke dalam lemari.

Setelah semua selesai, mata Sekar menjelajahi isi Asrama. Para santri yang lain juga punya kesibukan masing-masing. Ada yang asyik belajar. Bercerita. Tidur dan bermacam-macam kegiatan lainnya.

Asrama Sugro memang yang paling ramai di antara Asrama yang lain. Dan Sekar merasa senang dengan keramahan santri-santri yang ada di dalamnya.

Santri dari Asrama lain terkesan cuek dan juga dingin. Cukup sulit untuk mengajak mereka bercanda ataupun mengobrol.
Teman sekelas Sekar ada yang tinggal di Asrama Wustho. Namanya, Riri. Dia cantik, pintar, tapi begitu dingin. Walaupun tak ingin memiliki banyak pelanggaran, rasanya, Sekar juga tak berminat untuk pindah Asrama.

My Name Is SekarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang