"Mbak, pasien yang bersama saya semalam kemana ya?" tanya Fatih kepada Mira yang baru saja memeriksa salah satu pasien disana.
Sekembalinya Fatih dari Mushalla di belakang klinik, ia tidak mendapati Nurul di pembaringannya. Sekeliling ruangan sudah ia cari, namun sosok gadis yang menarik perhatiannya tidak jua ia temukan. Akhirnya ia bertanya kepada salah satu perawat yang ada di sana.
"Oh, isteri bapak ya? Dia sudah pulang sejak subuh tadi. Saya kira bapak sudah tahu." sahut Mira sambil memasukkan tensimeter kedalam saku bajunya.
Fatih semakin bingung dengan jawaban Mira. Isteri dari mana sedangkan ia belum pernah menikah sekali pun. Setelah mengucapkan terima kasih, ia langsung beranjak dari sana, dan sebelum pulang ia akan melihat Murni terlebih dahulu.
"Hahaha..." terdengar suara tawa di ruangan Murni di rawat. Fatih yang sudah berada di depan pintu mengintip sedikit. Dapat ia lihat seorang wanita sedang mengupas buah dan seorang lelaki duduk di salah satu kursi yang ada disana. Tampaknya itu adalah salah satu keluarganya, Fatih tidak mengenal mereka.
"Permisi...," Fatih membuka pintu pelan lalu masuk ke dalam. Ia tersenyum kepada keduanya dan menunduk hormat. "Maaf, pak, bu, saya mengganggu, saya hanya ingin menjenguk Murni sebentar. Gimana keadaanmu sekarang?" tanya Fatih langsung pada Murni yang sedang berbaring di atas tempat tidur. Wajahnya masih terlihat lebam, namun sudah agak samar akibat penganiayaan semalam.
"Aku sudah baikan, hanya perih sedikit disini karena tamparan semalam." Murni meraba pipinya yang masih terasa perih.
"Syukurlah, semoga kau cepat pulih kembali. Saya permisi pulang dulu, Pak, Bu." pamit Fatih pada ketiganya.
Setelah Fatih keluar dan menghilang dari balik pintu, Imran, paman Murni bertanya padanya siapa lelaki itu. Kemudian Murni menjawab kalau dia juga tidak mengenalinya, hanya saja lelaki itu yang telah menolongnya semalam sehingga dirinya tidak menjadi korban pemerkosaan yang sedang merebak saat ini di wilayah tempat tinggalnya.
🌺🌺🌺
Fatih berjalan cepat menuju kediaman Nurul, ia masih mencemaskannya. Sebelum ia melihat sendiri kondisi gadis itu, ia tidak berpuas hati, masih saja rasa khawatir mencokol di hatinya.
Sudah satu jam lebih ia menunggu namun, sosok yang di tunggu belum jua tampak batang hidungnya. "Kemana, dia? Apa jangan-jangan dia tidak pulang?" gumamnya seraya bangkit dan beranjak melihat sekeliling rumah gadis berhidung bangir itu.
Berbeda dengan Fatih yang di geluti rasa cemas di hatinya, gadis yang sedari tadi di tunggunya malah sedang sibuk bekerja. Ya, setelah pulang dan shalat subuh di rumah, Nurul bersiap-siap kembali bekerja. Pagi sekali ia sudah berangkat, hari ini ia dapat shift pagi. Ia akan membayar kembali uang yang telah Fatih keluarkan untuknya, ia tidak mau berhutang budi pada orang lain, terlebih orang itu seseorang yang baru sehari ia kenal, itupun karena ketidaksengajaan.
"Mak, Mak, ini, tolong bawa ke meja 17." perintah salah satu rekan kerjanya.
Nurul hanya menerima tanpa membantah. Memang, di tempat kerja ia selalu di panggil dengan sebutan itu. Walau hati tidak menerima namun, apalah daya ia hanya seorang karyawan magang yang tidak punya kekuatan apalagi kekuasaan.
Setelah nampan berisi makanan beralih ke tangannya, ia langsung melangkan menuju dimana meja 17 berada. Disana tampak duduk seorang lelaki berperawakan besar dan gagah dengan kacamata berframe hitam menghiasi wajahnya yang menurutnya lumayan tampan. Terlihat ia sangat sibuk dengan ponsel di genggamannya. Nurul mendekat dan menata makanan serta minuman di atas meja seraya berkata. "Silahkan, Pak! Semoga menunya memuaskan Bapak, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Getaran Rindu (Pindah ke Innovel/Dreame)
Fiksi UmumCinta sejati tidak hanya memandang fisik dan rupa, ianya hadir dalam hati karena iman dan takwa... 📝 13/03/2020