Catatan Kedua

40 8 0
                                    

Hei Alana,
Hujan yang pernah kau titipkan, kini aku dipaksa bingung karenanya. Entah itu balasan dari rindumu, atau hanya rintik yang menggiringku ke dasar permukaan menuju inti magma mengubur pengharapan dan meledak bersama rindu yang tak tertahankan.
Kubangun sebuah prasasti dari balik jendela kaca, bersama bias embun dan bayangmu yang tak pernah hilang sedikitpun. Jemari mulai bercerita tentang merindukan genggamanmu. Aku tak bisa mengelak, berteriakpun takkan bisa menenangkan sesak. Aku yang dipaksa terus mengalah pada ingatan tentang senyum indah yang tak pernah kalah.
Hei Alana,
Lihatlah,
Beginilah kini aku,
Berusaha menertawai tangis,
Namun, menangisi tawa.

Catatan Untuk AlanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang